Mereka pintar secara intelektualis, akan tetapi sangat menggemaskan disisi spiritualitas. Dan ini berbahaya, karena jenjang pendidikan yang mereka tempuh menjadikan dirinya memiliki kedudukan yang lebih tinggi untuk membenarkan sisi spiritualitasnya. Dengan terminologi ilmu yang justru menjadi sebuah tendensi untuk merendahkan diri dan menerima serta terbuka terhadap wawasan.
Dikiranya pengetahuan itu meninggikan derajat, akan tetapi terkadang ia justru menghijab dirimu akan kesejatian. Ini sudah merupakan hal wajar. Kita sering salah menerka, nafsu kita seakan-akan kita lenyapkan atau singkirkan. Tapi hal tersebut takkan penah tercapai sampai mati pun. Hanya satu kemungkinan dengan kita diberi akal, yaitu memeluk nafsu.
Disini memeluk nafsu berarti kita lebih mengenali nafsu yang ada di diri kita. Sehingga nanti kita akan lebih mengenalnya, lalu lambat laun kita perlahan akan bisa mengontrolnya. "aku ingin naik pangkat"misalnya, lalu dirimu menjawab, "hahaha, aku akan naik jika Allah yang mengangkatku." Jika lebih banyak percakapan-percakapan seperti itu mungkin kamu akan dianggap gila. Kekhawatiran terhadap gila itu pun terbentuk atas dasar ketakutanmu terhadap prasangka-prasangka yang akan timbul.
"masa lalu hanyalah interpetasi, sedang masa depan hanya ilusi." Pesan Mas Sabrang.
Hal tersebut setidaknya mewakili statement bahwa yang kita hadapi hanya dalam spektrum waktu yang sangat kecil disaat kita selalu mengkhawatirkan gejala-gejala ilusi yang belum pasti dapat terjadi.Â
Risiko hanyalah sebuah akibat dari sebuah keputusan. Dan resiko pasti akan selalu ada, baik maupun buruk. Jikalau yang kita takutkan hanyalah rasa gengsi atau malu, hal tersebut hanya prasangka dari luar saja. jika dirimu bisa menang atas rasa gengsi ataupun malu,kemungkinan besar tirakat atau rasa diremehkan orang lain bukan lagi menjadi masalah.
31 oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H