Dunia tiba-tiba dikejutkan dengan pandemi Covid 19 yang terjadi sejak bulan Maret 2020. Wabah Covid-19 ini sudah menyebar di berbagai Negara belahan dunia.Â
Adanya kebijakan pembatasan aktivitas sosial, berdampak pada perubahan yang signifikan di berbagai aspek kehidupan diantaranya pada kegiatan perekonomian di Indonesia, kontraksi ekonomi berdampak pada dunia usaha di berbagai sektor salah satunya sektor perbankan, termasuk dalam dunia perbankan di Indonesia.
Dampak pandemi corona yang terjadi di Indonesia diperkirakan akan memicu terjadinya pertumbuhan kredit/pembiayaan pada industri perbankan melambat atau mengalami penurunan, yang nantinya akan mengakibatkan turunnya profitabilitas industri, dan juga peningkatan kredit macet (non performing loan / NPL).
Tak terkecuali dengan perbankan syariah. Jika mengambil contoh misalnya pada Bank BSI, adanya perubahan yang terjadi di tahun ini diantaranya adalah penutupan beberapa unit operasional bank yang diakibatkan dampak pandemi Covid 19, seperti kantor kas, kantor cabang pembantu atau layanan bank dipindahkan ke kantor cabang hal ini dilakukan untuk menghindari risiko operasional bank. Pada tahun ini juga terjadi peningkatan biaya operasional bank yang akan menimbulkan risiko operasional pada bank.
Diantara dari risiko operasional yang terjadi, risiko operasionalnya dikelompokan menjadi dua yaitu ; risiko pada nasabah dan risiko pada bank. Risiko pada nasabah yang terjadi yaitu adanya penutupan dan pembatasan kantor layanan, sehingga pelayanan KCP disentralkan di kantor KC.Â
Selain itu risiko pada bank yang terjadi yaitu terkait beban operasional yang meningkat yang alokasinya dipakai untuk menyediakan berbagai alat kesehatan dalam jumlah banyak untuk menjaga lingkungan kantor terutama bagi para karyawan.
Dan beberapa concern (kekhawatiran) lainnya seperti keselamatan dan kesehatan pegawai sebagai prioritas utama, likuiditas sebagai prioritas selanjutnya, diikuti resiko kredit dan resiko lainnya, lalu terkait kecukupan modal untuk mencover unexpected risk, serta komunikasi yang baik dengan berbagai pihak untuk mengurangi resiko reputasi
Namun, dilansir dari astaindonesia.com, Chief of Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Banjaran Surya Indrastomo, dalam konferensi pers virtual, Kamis 27 Mei 2021 mengungkapkan bahwa daya tahan perbankan syariah lebih baik daripada perbankan konvensional. Perbankan syariah dinilai mampu menahan bantingan krisis selama pandemi COVID-19.
"Bank Syariah lebih resisten terhadap shock yang terjadi di masyarakat" ucap beliau.
Pada hal lain dilansir dari sebuah penelitian dimana secara keseluruhan dari perbandingan ratio dan data keuangan yang ada, menunjukan bahwa perbankan syariah tidak mengalami kendala yang berarti pada masa pandemi Covid19, baik itu dari segi kecukupan modal, likuiditas, kualitas assets, rentabilitas dan profitablitas serta juga pertumbuhan.
Rasio CAR mengalami kenaikan yang cukup berarti, dari 19,96% menjadi 22,54%, sedangkan Likuiditas tidak mengalami masalah pada masa pandemi dilihat dari FDR yang menurun pada masa pandemi yang berarti likuiditas tersedia lebih baik, Kualitas Asset bank syariah pada masa pandemi lebih baik, Non Performaing Loan menurun begitu juga dengan Classified Earning Assets/aktiva bermasalah menurun.