Mohon tunggu...
Taufan Baskoro
Taufan Baskoro Mohon Tunggu... -

Dosen brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Memang Menurut Bung Karno Bukanlah Negara Demokrasi (Menyikapi Ruwetnya Quick Count Pilpres)

10 Juli 2014   04:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:48 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia memang menurut Bung Karno bukanlah negara Demokrasi (menyikapi ruwetnya quick count pilpres)

Tahukah anda bahwa demokrasilah yang membunuh Socrates? Tahukah anda bahwa Amerika Serikat bukanlah negara demokrasi tetapi negara republik? Lho emang ada bedanya demokrasi sama republik? tentu saja beda. Demokrasi yang intinya banyak2an jumlah adalah yang menyebabkan voting yang menentukan bahwa Socrates layak mati. Dan Amerika tahu ini. Oleh karena itu demokrasi mereka diatur oleh republik yaitu yang intinya diatur oleh hukum. Lantas bagaimana dengan Indonesia?

Bung Karno dalam pidato berbahasa inggris tegas sudah menjelaskan bahwa Indonesia bukanlah negara demokrasi. Demokrasi hanyalah salah satu bagian saja. Oleh karena itu kita HARUS selalu ingat panduan yang lain. Apa saja itu? 1. Believe in God 2. Nationalism 3. Humanity 4. Democracy 5. Social Justice. Tentu saja masyarakat Indonesia mengenal ajaran ini sebagai Pancasila. Lantas apa sih bedanya Pancasila dengan ajaran yang lain? Kenapa Indonesia musti bikin Pancasila?

Bung Karno selalu bangga setiap kali menyampaikan ajaran Pancasila. Beliau bahkan menyebut Pancasila sebagai kontribusi Indonesia kepada dunia. Kenapa bisa begitu? nah mari kita awali dengan sejarah berdirinya negara. Awalnya manusia berkelompok karena Agama. Sehingga jika anda menganut agama tertentu maka anda adalah bagian dari kelompok. Yang menjadi dasar acuan peraturan tentu saja kitab suci. Pendeknya hukum diatur melalui kitab suci. Yang berikutnya adalah manusia berkelompok karena ikut pemimpin tertentu. Nah ini masih mirip agama yaitu manusia yang merapat ke satu arah. Bedanya kalo agama dasarnya kitab suci ini dasarnya adalah manusia yang dianggap memiliki kehebatan. Inilah yang nanti berkembang menjadi kekuasaan Monarki atau kerajaan. Disini Raja dihormati dan mampu menarik pengikut karena dianggap keturunan dewa atau sakti. Lantas setelah era pencerahan mulai muncul negara. Pemikir pencerahan menolak agama (dianggap mitos) dan kekuasaan raja (dipancungnya raja perancis). Kitab suci sebagai panduan hidup yang tentunya hanya bisa dijelaskan oleh pemuka agama dengan adanya penerbitan buku mulai bisa diakses oleh semua pihak. Kerajaan yang sebelumnya jadi sumber segala pengetahuan dan tempat rakyat berkonsultasi kini kehilangan pamornya. Rakyat bisa berkonsultasi melalui encyclopedia. Pendeknya penerbitan buku menjadi salah satu pendorong robohnya sistem penyatuan masyarakat berdasar agama dan raja, dan kemudian lahirlah negara.

Lantas negara panduannya apa? Nah inilah awal munculnya ideologi sebagai landasan bernegara. Tapi apa itu ideologi? Ideologi (meskipun masih diperdebatkan) aslinya hanyalah merupakan kekosongan (false consciousness). Ini jika kita mau merujuk pada fakta bahwa (versi discourse Lacan) ideologi adalah ilusi totalitas pada S2. (baca tulisan saya sebelumnya). Misalnya demokrasi. Apa itu demokrasi? adakah kitab rujukannya? tentu saja tidak. Jika kitab suci sangat kaku dan tidak boleh diganti ayat2nya maka ayat2 demokrasi boleh bergeser. Boleh berganti setiap saat. Karena itu misal dalam negara demokrasi anda bebas memilih merdeka tetapi negara bisa memaksa anda untuk berperang (bebas mustinya tidak bisa dipaksa). Begitu juga dengan dipaksa membayar pajak, menaati ini itu dlsb. Dan jika anda bisa mempertanyakan kebenaran ayat dalam kitab suci anda tidak bisa mempertanyakan demokrasi. Kenapa? kembali pada fakta tidak adanya 'kitab suci' dari demokrasi. Jadi apakah demokrasi buruk? haruskah demokrasi digulingkan?

Sementara solusi amerika adalah demokrasi dikendalikan dengan hukum, Indonesia juga mempunyai kendali yaitu Pancasila. Jika kita melihat ruwetnya hasil quick count pilpres yang rawan kerusuhan horizontal maka ini penting untuk dimengerti. Demokrasi kita tidak hanya banyak2an jumlah pemilih. Demokrasi kita adalah demokrasi Pancasila yang mana demokrasi hanyalah salah satu unsurnya saja. Jadi misal kita melihat hasil survei kita musti juga bertanya, apakah hasil itu cukup adil secara sosial? apakah hasilnya baik secara kemanusiaan (ato justru rawan rusuh)? apakah hasilnya baik bagi kehidupan negara? dan tentu saja apakah hasilnya sesuai hukum Tuhan?

Nah mungkin anda merasa bahwa ini jelas seperti kontradiksi dengan demokrasi itu sendiri. Mustinya dari sejarahnya demokrasi sebagai ideologi adalah menolak hadirnya agama. Tetapi di Indonesia agama sendiri (ketuhanan) justru digunakan sebagai kontrol demokrasi. Dengan kata lain demokrasi Indonesia aslinya musti sesuai aturan agama. (Karena itu Bung Karno menganggap ini kontribusi Indonesia pada dunia). Dan jika agama mengajarkan kedamaian dan persaudaraan maka sangat konyol jika dalam berdemokrasi kita justru bertengkar. Jika kita masih tetap bertengkar maka demokrasi yang kita anut adalah justru demokrasi yang membunuh Socrates.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun