Mohon tunggu...
Taufan Baskoro
Taufan Baskoro Mohon Tunggu... -

Dosen brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mendeteksi Penipu (versi Jawa)

29 Agustus 2014   18:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:10 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendeteksi penipu (versi Jawa)

Bayangkan anda tengah rekreasi jalan2 di taman trus mendadak ketemu harimau. Apakah yang akan anda lakukan? Reaksi manusia terhadap ancaman dari luar kurang lebih ada tiga macam yaitu model MATEK (macan, tikus, ato keong). Macan adalah anda merasa sanggup melawan. Tikus berarti pilih lari. Keong berarti pilih sembunyi. Secara umum jika kita tidak berdaya kita akan memilih sembunyi. Ibarat anak kecil jika rumahnya kebakaran ato kemasukan maling hampir bisa dipastikan dia pasti sembunyi. Nah sekarang gimana jika ini bukan anak kecil dan ancaman yang dihadapi bukanlah harimau? gimana kalo ancaman yang dihadapi adalah manusia? gimana kalo ancaman yg dihadapi adalah terbongkarnya kejahatan kita?

Sekarang bayangkan anda tengah malam musti berjalan sendiri di tengah kegelapan. Anggap saja anda musti lembur dan pas pulang semua kendaraan umum sudah gak ada. Anda setengah menggerutu berjalan di kegelapan. Terbayang bos yang menjengkelkan. Nah disaat yg sangat gak enak itu mendadak ada yang berteriak, "Hei bung berhenti!!!" Reaksi anda pastilah akan terperanjat. Mulut seketika mengering, Bulu kuduk berdiri biar membiarkan angin mendinginkan (ini dianggap bawaan purba mirip kucing mengakkan rambut biar terlihat lebih besar dimata musuh). Seketika mie instan yang kepaksa anda makan di kantor tadi berhenti dicerna karena darah akan lebih bergerak ke otot yg lebih besar semacam kaki, lengan dan punggung. Enzim pembeku dilepas utk jaga2 agar tidak pendarahan hebat. Seketika kulit memucat karena darah dikulit

dialirkan ketempat lain supaya tidak keluar darah banyak kalo terluka. Nafas memburu cepat, jantung berdebar2 pula, pupil mata melebar memungkinkan pandangan lebih luas. Indra pendengaran dan penciuman juga menjadi tajam siap akan segala kemungkinan yang terjadi.

Anggaplah begitu orang tadi mendekat dan ternyata hanya bilang, "boleh pinjam korek?" maka andapun akan segera pinjamkan dan begitu selesai cepat2 beranjak pergi. Untung saja tidak jauh anda sudah lihat polisi berjaga di pos. Seketika jantung pun mulai normal, dan seterusnya (Kita jelaskan bentar lagi).

Sekerang mari kita lihat teorinya. Mari kita ibaratkan ada endog jagat (Telur jagat): kuning telur adalah betara Guru, putih telur adalah Semar, dan kulit telur adalah togog. Anggaplah togog sebagai ancaman, semar adalah pelindung (periphery nervous system), dan kontrol semua adalah batara Guru (central nervous system). Batara Guru adalah otak. Semar sebagai pelindung anggaplah mempunyai dua anak asuh: Pandawa dan Punakawan. Untuk menyuruh Pandawa karena aslinya adalah junjungannya maka harus dilakukan secara sadar. Dengan kata lain ibarat arah gerakan tangan dan kaki yang bisa digerakkan secara sadar. Punakawan ibarat saraf yang bergerak tanpa sadar. Saraf yang menyebabkan reaksi yang seperti contoh cerita diatas. Punakawan diembani sifat manikmaya semar. Manikmaya artinya mirip yin yang. Yin (maya) dan Yang (manik). Anggaplah manik adalah seperti jagabhaya sang penjaga. Sementara maya adalah ibarat mbok jamu yang merawat kita. Dua sifat jagabaya dan mbok jamu ini dibutuhkan agar kita mencapai seperti titik hening dalam bertapa, yaitu seimbang. Tentunya kalo kondisi kita seperti yang diceritakan diatas bisa dianggapa tidak seimbang. Ketika kita berada pada posisi seperti contoh diatas adalah pada posisi jagabhaya. Dan itu kalo extreme dampaknya bisa mematikan. Makanya orang yang merasa cemas karena merasa di santet dukun juga bisa mati karena dia memaksa sang jagabhaya aktif terus. Nah mustinya setelah ancaman usai mbok jamu harus segera melakukan tugasnya.

Tugas mbok jamu tentunya ngasih minum, kalo perlu makan, juga mijit. Nah makanya dia bikin fungsi pencernaan kembali normal. (Sebelumnya ludah yang bahkan juga dianggap bagian dari pencernaan juga seketika mengering karena dianggap saat itu gak penting). Jika perlakuan mbok jamu dalam proses hening menyeimbangkan kelewatan, (ngasih makan n minumnya berlebih) maka tentu juga ada dampaknya. Makanya banyak orang yang setelah ketakutan ngompol ato kebelet kebalakang gara2 ya mbok jamu kelebihan dalam menenangkan sang jagabhaya.

Lantas apa hubungannya ini semua dengan nangkap penipu? sederhana. Semua penipu akan mengalami jagabhaya dan mbok jamu. Makanya pasti ketahuan. (bersambung... kalo gak aras2en..)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun