Pelecehan seksual merupakan suatu kejahatan terhadap kesusilaan yang terus berkembang di masyarakat dan terjadi di berbagai ruang. Ruang publik seperti institusi Perguruan Tinggi juga turut menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual. Sebagaimana seharusnya bahwa ruang pendidikan menjadi tempat aman karena dipenuhi oleh orang-orang berpendidikan dan berintelektual, ternyata tidak berbanding lurus dengan perilakunya. Tenaga pendidik seperti seorang dosen yang seharusnya menjadi pendidik generasi bangsa, justru menjadi penghancur generasi bangsa itu sendiri. Relasi kuasa yang dimilikinya menyebabkan mampu untuk melancarkan segala keinginannya tanpa kendala. Payung hukum yang diharapkan dapat memberikan keadilan dan perlindungan bagi korban, nyatanya tidak dihiraukan sedikitpun. Korban dibiarkan menderita atas segala dampak pelecehan seksual yang diterimanya, sementara pelaku dibiarkan berkeliaran bebas tanpa diberikan sanksi yang seharusnya diterima.
     Pola dan Bentuk Terjadinya Kekerasan Seksual di Ruang Publik adalah Kekerasan seksual di ruang publik, terjadi tidak saja di tempat-tempat umum namun juga di transportasi umum seperti kereta api komuter, bus atau angkutan perkotaan . Perlakuan kekerasan seksual di tempat ibadah, biasanya dalam bentuk tatapan mata penuh nafsu. Biasanya kekerasan seksual di sekolah/kampus dalam bentuk obrolan yang menjurus pada ajakan kencan, ucapan canda yang mengarah pada sensualitas tubuh, siulan dan colekan pada tubuh perempuan.
   Respon Dan Dampak Yang Dialami Oleh Korban Kekerasan yaitu mengalami trauma yang sangat berat memang ada beberapa pelecehan seksual yang tidak terlalu mengalami trauma tetapi mayoritas korban yang mengalaminya pasti mempunyai rasa ketakutan dan trauma yang kuat sekali. Angka kejadian kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang publik yang dilaporkan dan ter-catat di Komnas Perempuan adalah angka tidak bersifat faktual. Fakta angka kekerasan seksual di ruang publik lebih besar daripada kekerasan seksual yang terlaporkan. Dengan konstruksi sosial, perempuan menjadi liyan dari dirinya sendiri. Diperlukan edukasi sejak dini, untuk melakukan dekonstruksi sosial dengan menempatkan relasi yang setara antara laki-laki. Untuk melindungi perempuan, maka diperlukan pembaharuan hukum. Pembaha-ruan hukum juga perlu dilakukan pada hukum formil. Pengaturan dalam hukum formil masih belum mampu menjangkau terjadinya kekerasan seksual di ruang publik. Hukum formil masih membutuhkan adanya alat bukti berupa keterangan saksi. Kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang publik biasa dilakukan melalui kalimat atau tindakan yang dianggap biasa oleh sebagian besar warga
Â
Kata kunci: pelecehan seksual,Pola dan Bentuk Terjadinya Kekerasan Seksual di Ruang Publik,Respon Dan Dampak Yang Dialami Oleh Korban Kekerasan,putusan 597/PID.B/2011/PN.DPK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H