Mohon tunggu...
Tati Kurniati
Tati Kurniati Mohon Tunggu... -

angon wedhus

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadikan Anak Kritis, Kreatif dan Problem Solver

26 November 2011   07:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:10 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadikan anak kritis

Pembelajaran kritis merupakan proses dimana pendidik membantu anak untuk mengenal dan mengungkap kehidupan yang nyata secara kritis. Untuk menjadikan anak kritis diperlukan semangat konsientisasi, proses dimana manusia berpartisipasi secara kritis dalam aksi perubahan. Konsientisasi penting untuk mengenal situasi (misalnya berupa konsepsi ilmu pengetahuan, ekonomi, pendidikan, politik yang ada). Pembelajaran berperan untuk mengantarkan anak agar mencapai kesadaran kritis, meliputi proses mengetahui, merumuskan masalah, menentukan keputusan, dan menidentifikasi perkiraan-perkiraan.

Sebagai jalan proses mengetahui sebaiknya menggunakan pendekatan andragogi karena pengetahuan melibatkan kesatuan yang tetap antara aksi dan refleksi. Dan pendekatan ini juga menempatkan anak sebagai subjek dalam pembelajaran sehingga akan turut memberikan implikasi besar terhadap pembelajran. Proses pembelajaran sebaiknya berdasarkan pengalaman anak. Namun tidak menuruti semua keinginan anak sehingga tetap terjaga etika serta moralitas antara anak dengan guru.
Pembelajaran harus menggugah kesadaran kritis anak tentang berbagai permasalahan yang dihadapi dengan memperlakukan mereka sebagai agen kritis. Pendidik mengajukan bahan untuk dipertimbangkan oleh anak dan pertimbangan pendidik diuji kembali setelah dipertemukan dengan pertimbangan anak. Dengan proses tersebut, maka terciptalah suasana dialogis untuk memahami suatu objek secara bersama. Dalam proses ini masing-masing pihak saling menawarkan apa yang mereka mengerti dan bukan menghafal. Cara-cara yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok, simulasi, permainan peran.

Menjadikan Anak Kreatif

Anak yang kreatif adalahn anak yang mampu melahirkan sesuatu yang baru. Untuk memicu anak menjadi kreatif dapat dilakukan dengan memberikan stimulasi pada anak sehingga terjadi proses pembelajaran yang berpusat pada anak. Biarkan anak dengan bebas melakukan, memegang, menggambar, membentuk, ataupun membuat dengan caranya sendiri dan menguraikan pengalamannya sendiri berdasarkan stimulus yang diberikan. Bebaskan daya kreatif anak dengan membiarkan anak menuangkan imajinasinya. Cara yang mampu ditempuh untuk menumbuhkan kreativitas anak usia dini adalah dengan membebaskan anak menuangkan pikirannya. Jangan terlalu sering melarang anak untuk berbuat suatu hal yang baru.

Menjadikan Anak Problem Solver

problem solver adalah proses mental sebagai proses kognitir tingkat tinggi yang memerlukan ketrampilan lebih dalam menemukan dan membentuk pemecahan suatu masalah. Untuk menjadikan anak problem solver dapat dilakukan dengan kegiatan memberikan stimulus berupa masalah-maslah yang perlu diselesaikan kemudian memberikan kesempatan kepada anak untuk memahami nilai dan untuk bekerja sama untuk mengkolaborasikan ide-ide mereka. Mengajak siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas.

Mengenai Teori Hemisphere, Perkembangan Intelek dan Kreativitas

Tori hemisphere adalah teori yang menjelaskan tentang belahan otak kanan danbelahan otak kiri. Belahan otak kanan lebih menekankan pada kreativitas seperti proses dan penyimpanan informasi tentang gambar, imajinasi, warna, ritme, dan ruang. Dalam kerjanya otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. . Sedangkan otak kiri berperan dalam kegiatan kognitif dan bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional.

Intektual merupakan kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi dan menerapkanya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual yaitu faktor genetik (tinggi rendahnya kecerdasan anak tergantung faktor gen ayah atau ibu yang dominan mempengaruhinya), faktor gizi (gizi mempengaruhu tingkat intelegensi terutama saat anak masih dalam fase prenata), faktor kematangan (semakin bertambah usia seseorang maka intelektualnya makin berfungsi dengan sempurna), faktor pembentukan (pendidikan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi intelektual seseorang), kebebasan apsikologis (Anak yang memiliki kebebasan untuk berpendapat, tanpa disertai perasaan takut atau cemas dapat merangsang berkembangnya kreativitas dan pola pikir).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun