Sering kita lihat dalam beberapa tahun belakang para anak berkebutuhan khusus sulit mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak-anak normal pada umumnya. Mereka sering didiskriminasi dan dikucilkan oleh lingkungan sekitar akibat kekurangan yang mereka miliki. Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan dipertegas dalam Pemendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat Istimewa, dengan memberi peluang pada anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan dan bimbingan di sekolah. Pemerintah menggagaskan program pendidikan inklusi yang bertujuan untuk menghilangkan diskriminasi bagi para anak-anak berkebutuhan khusus agar mereka mendapat pelayanan dan pengalaman pendidikan yang sama dengan anak normal lainnya.
Apa sih pendidikan inklusi itu? Pendidikan inklusi adalah program pendidikan yang memberikan kesempatan untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus agar mendapatkan pendidikan dan kesempatan yang sama dengan anak-anak normal dalam mencapai pendidikan dan cita-cita yang mereka inginkan di masa depan. Peran guru sangat penting dalam membantu mengembangkan peserta didik untuk mewujudkan hidupnya secara optimal. Menurut Wexley (2005), peran adalah pola tingkah laku yang diharapkan seseorang yang menduduki posisi tertantu dalam organisasi maupun kelompok. Guru adalah pendidik yang berperan memberikan ilmu dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahlan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa sejak usia dini.
Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak yang membutuhkan pelayanan khusus untuk dapat menjalani kehidupan. Anak yang dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami permasalahan dalam tumbuh kembangnya baik secara intelegasi, inderawi, dan anggota gerak.
Layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus sangatlah penting. Hal ini dikarenakan setiap anak mempunyai kesempatan untuk mencapai kesejahteraan sosial dalam hidupnya, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus yang memiliki keistimewaan dan berbeda dengan anak normal lainnya. Pendidikan untuk anak brkebutuhan khusus juga dirancang untuk menghargai persamaan hak semua anak agar anak dapat mengenyam Pendidikan tanpa membedakan gender, usia, etnik, jenis kelamin, bahasa, maupun perbedaan fisik (Hidayati & Warmansyah, 2021).
Pemberian layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus memerluka strategi yang tepat. Guru sebagai fasilitator dapat melakukan identifikasi terhadap permasalahan anak dan perumusan langkah dalam penanganan permasalahan anak sehingga anak mampu mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Proses identifikasi kepada anak sebisa mungkin  dilakukan sebenar-benarnya. Karena jika proses identifikasi salah maka dapat menyebabkan kesalahan dalam memberikan penanganan.
Proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus dilaksanakan secara bersama dengan anak lainnya. Guru melakukan pendampingan sesuai dengan kebutuhan yang dialami anak pada saat proses pembelajaran. Untuk anak yang mengalami autis ringan, guru memberikan pendampingan dengan cara memberikan penjelasan yang berulang saat menjelaskan materi, mengajak anak berkomunikasi secara intens untuk melatih fokus anak, membimbingnya dalam berbicara dan mengenalkan berbagai kosa kata karena anak mengalami gangguan bicara, bantu dalam memahami perintah, jika anak mengalami kesalahan dalam mengucapkan kata dan kalimat guru memberikan pembetulan, dan pada saat tertentu misalnya pada saat emosi anak tidak stabil guru duduk disamping anak agar anak tidak menyerang temannya.
Kedua layanan pendidikan untuk anak tuna ganda. Anak dengan kebutuhan khusus tuna ganda adalah anak yang mengalami dua atau lebih kelainan dari segai jasmani, keindraan, sosial, dan emosi. Untuk menuju tercapainya perkembangan kemampuan yang optimal perlu diadakan pelayanan khusus untuk anak dengan tuna ganda yang mempunyai keterbatasan lebih berat jika dibandingkan dengan satu tuna. Pemberian pelayanan pendidikan untuk anak tuna ganda, tuna rungu ringan, dan tuna wicara ringan adalah dengan adanya arahan dalam perbuatannya. Awalnya dengan isyarat karena anak memasuki Lembaga anak dalam keadaan tidak bicara sama sekali. Namun dengan adanya pelatihan kosa kata sambil memberika isyarat membuat anak mulai mengerti dengan beberapa kosa kata dengan maksudnya. Sama seperti anak autis, guru memberikan pembenaran saat anak salah mengungkapkan kalimat maupun kata.
Anak tuna rungu adalah anak yang memiliki gangguan dalam sistem pendengaran. Kebutuhan anak tuna rungu sama dengan anak normal pada umumnya, yaitu kebutuhan anakn hal yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan kebutuhan mental, spiritual, kebutuhan diakui, aktifitas, Kesehatan, kebebasan, dan kebutuhan berekspresi. Dalam pembelajaran terhadap tuna rungu yang dapat diberikan adalan pelayanan sesuai karakter anak.
Dukungan untuk anak tuna wicara adalah alat peraga atau media yang dapat dijadikan sebagai pemahaman yang baik. Karena anak tuna wicar lebih cenderung paham dengan segala sesuatu praktek dibandingkan yang bersifat teori.
Pengembangan kemampuan sosialisasi untuk anak berkebutuhan khusus tidak dirancang secara khusus. Guru memberikan stimulus agar antara anak normal dan anak berkebutuhan khusus berkembang secara maksimal dalam kemampuan bersosialisasi. Guru memberikan pemahaman kepada anak normal agar anak memahami kebutuhan khusus yang dimiliki temannya.
Tujuan lembaga dalam memberikan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus sejalan dengan tujuan pendidikan inklusif. Tujuan pendidikan inklusif untuk memberikan intervensi pada anak berkebutuhan khusus mulai waktu sedini mungkin. Tujuan tersebut dijelaskan secara rinci meliputi meminimalisasi keterbatasan keadaan pertumbuhan dan pengembangan anak dan memaksimalkan peluang anak untuk ikut serta dalam aktifitas normal, diupayakan untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam perkembangannya yang tidak teratur sehingga anak dapat tumbuh dengan memiliki kemampuan, mencegah perkembangan keterbatasan kemampuan lainnya sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya.