Paling patah adalah mengenangmu. Membiarkanmu pergi tanpa rela. Menatap foto usang dilayar handphone. Mencari namun tak dapat menggapai. Ingatlah dengan segala drama yang ku perankan hanya semata-mata ingin menjadi yang terbaik untukmu.
Dari yang ku puja dan kumiliki sekejap. Terbaik dan terindah adalah kamu. Dari jatuh hati kemudian patah hati membuatku sadar mencintai memang tak harus memiliki. Dari segala yang ku pikirkan, kau akan tetap terus ku jadikan imajinasi.
Meski kita menjadi asing dan menjalani hidup masing-masing, fantasiku adalah kamu. Segala kesan, tak ada yang mampu menghapusmu dan menghapus kita. Terlalu lama berdiam selalu ku sesali, hingga kini semua penyesalan adalah konsekuensi yang ku tanggung sendiri.Â
Aku tak pernah berharap kau baca, namun segala yang ku tulis memang selalu untukmu. Aku akan berjuang untuk menyembuhkan hari-hari tanpamu, tanpa pesan singkat selamat tidurmu, tanpa luapan rindu dan cemburumu.
Aku ingat, saat di bandara kecupan manis setelah menghabiskan setengah malam berdua. Akan selalu terkenang bagaimana sedari dulu kau ku cari, selalu terbayang bagaimana kau selalu ku impikan, setelah bagaimana aku begitu mengecewakan. Untukmu, bagimu, dan kamu. Selamat berbahagia menjalani hari-hari tanpaku, selamat berjuang melupakan rasa sakit yang ku berikan.Â
Setelah pertemuan terakhir kemarin, semoga mudah menerima segala kejujuran dan kebodohanku. Terimakasih segala perhatian dan kasih sayang. Mungkin tidak mudah untuk saling melupakan, namun hidup tetap terus berlanjut. Jalani, meski nanti sosok yang kamu temui dipagi hari saat bangun tidur bukan aku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H