Dua tahun yang lalu saya memiliki seorang murid perempuan yang pendiam, tetapi bila pulang sekolah selalu main dulu ke rumah temannya sampai sore sehingga kakaknya sering menanyakan keberadaan anak tersebut di grup WA.
Menjelang kelulusan, kakaknya meminta saya untuk mengajaknya ngobrol tentang rencana anak tersebut dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.Â
Orang tuanya menginginkan anaknya masuk ke SMK swasta yang dekat untuk menghemat ongkos karena hanya sekali naik angkot, tetapi anaknya ingin melanjutkan ke SMK Negeri yang lokasinya lumayan jauh sehingga harus naik angkot dua kali.
Saya bertanya kepada kakaknya mengapa orang tuanya tidak mengajak langsung anaknya untuk berbicara, kata kakaknya anak tersebut pendiam dan susah untuk diajak berkomunikasi.
Besoknya saya panggil anak tersebut untuk diajak ngobrol dari hati ke hati. Sebelum saya berbicara anaknya langsung menangis, saya pun heran dan mengatakan kepadanya alasan dipanggil bukan karena dia membuat masalah tetapi ingin menanyakan tentang rencana melanjutkan sekolah.
Kepada anak tersebut saya tidak mengatakan bahwa saya disuruh oleh kakaknya, kemudian saya menanyakan kemana akan melanjutkan sekolah dan seandainya orang tua tidak setuju apa yang akan dilakukannya.Â
Anaknya menjawab akan tetap melanjutkan ke SMK Negeri walaupun tidak disetujui oleh orang tuanya. Saya juga tidak bisa menggali lebih banyak informasi karena anaknya lebih banyak diam.
Saya pun menanyakan kepadanya apakah suka ngobrol dengan orang tuanya ketika berada di rumah, ternyata tidak pernah padahal ibunya selalu ada di rumah.Â
Makanya anak tersebut lebih nyaman bersama dengan teman-temannya, sehinga sepulang sekolah selalu main dulu sampai sore dan menjelang magrib baru pulang ke rumah.
Saya menasihatinya jangan seperti itu, lebih baik pulang dulu ke rumah untuk ganti baju sekolah.Â