Mohon tunggu...
Tati AjengSaidah
Tati AjengSaidah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 2 Cibadak Kab. Sukabumi

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menantikan Kehadiran Buah Hati

17 Januari 2021   05:54 Diperbarui: 17 Januari 2021   06:44 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki anak adalah dambaan dari setiap orang tua, dan biasanya orang tua menginginkan memiliki anak lebih dari satu bahkan ada yang menginginkan anak dengan jumlah yang banyak. Bagaimana bila anak yang dinanti-nanti ternyata belum hadir juga?

Kami ingin berbagi pengalaman tentang usaha yang dilakukan sampai berhasil memiliki seorang buah hati, yang hadir setelah 4 tahun menikah. Bermacam-macam usaha kami lakukan dan saran apapun yang diberikan oleh orang lain kami coba walaupun terkadang tidak masuk akal, karena begitu kuatnya keinginan kami untuk memiliki seorang buah hati.

Cara pertama yang kami lakukan adalah konsultasi dan berobat ke dokter kandungan setelah enam bulan menikah. Dari hasil USG saya dinyatakan sehat saluran reproduksinya dan oleh dokter diberikan obat penyubur.

Selama 6 bulan kami konsultasi dan berobat ke dokter yang sama, tapi belum membuahkan hasil dan hanya berat badan saya yang bertambah  beberapa kilogram karena mengkonsumsi obat penyubur.

Cara kedua yaitu dengan melakukan pijit kepada dukun beranak untuk menaikkan posisi rahimnya, istilah bahasan sundanya yaitu "disangsurkeun". Saya lakukan sampai 3 bulan berturut-turut walaupun rasanya sakit ketika dipijit, bahkan saya pernah mencoba lagi dipijit oleh orang yang berbeda tetapi cara ini belum berhasil juga.

Baru baru ini saya membaca tentang pijit rahim sebenarnya tidak boleh dilakukan karena bisa menimbulkan gangguan saluran pencernaan, memar serta gangguan otot dan ligamen bila pijat dilakukan oleh orang yang tidak professional.

Cara ketiga adalah dengan meminum madu dan minum obat herbal. Saya meminum madu sampai habis beberapa botol, sedangkan obat herbal saya dapatkan dari seorang teman kuliah sewaktu di lampung. Beliau mengirim obat yang namanya "Thibun Nabawiyyah" yang terbuat dari jintan hitam.

Cara keempat yaitu kami kembali berobat ke dokter yang berbeda. Selain di beri obat penyubur sayapun disarankan untuk melakukan Histerosalpingografi (HSG) yaitu pemeriksaan dengan sinar rontgen (sinar-X) untuk melihat kondisi rahim, dan suami juga harus diperiksa spermanya di laboratorium.

HSG dilakukan oleh dokter radiologis dengan cara memasukan suatu alat ke dalam rahim dan saluran telur kemudian hasilnya di rontgen. Hasil foto rontgen menunjukkan bahwa saya tidak mengalami penyempitan pada saluran telur, begitupun hasil laboratorium menunjukkan bahwa suami saya  sehat dan tidak mengalami gangguan apapun.

Pada saat menunggu sebelum di HSG saya mengobrol dengan istrinya dokter, beliau mengatakan kepada kami ada pengobatan alternatif yang dilakukan oleh seorang Ajengan di sebuah pesantren yang terletak di daerah Cibeureum Sukabumi dan sudah banyak yang berhasil memiliki anak setelah berobat ke situ, bahkan ada seorang perempuan yang usianya di atas 40 tahun akhirnya bisa memiliki seorang anak setelah menunggu lama.

Saya mencari informasi tentang pengobatan alternatif tersebut, dan berhasil mendapatkan nomor telepon rumahnya dari seorang teman. Pendaftaran harus dilakukan lewat telepon rumah dan dimulai setelah sholat shubuh sampai pukul 06.00.

Setiap selesai sholat shubuh saya mencoba terus daftar, tetapi suara telepon tersebut selalu sibuk dan baru seminggu kemudian saya bisa daftar. Kami disuruh ke sana siang hari, karena kebagian nomor pendaftaran dua puluh lebih. Pada saat itu saya berangkat langsung sepulang dari sekolah sedangkan suami berangkat dari Cianjur dan kami bertemu di tempat pengobatan alternatif tersebut.

Orang yang mengobatinya biasa dipanggil dengan sebutan Ajengan atau Aang Yahya, pasien yang datang berobat bukan hanya dari daerah Sukabumi saja tetapi ada dari luar kota, bahkan ada yang datang dari Pulau Sumatera sehingga setiap hari selalu ramai. Tujuan pasien yang datang berobat bukan hanya yang ingin memiliki anak saja termasuk mereka yang ingin diobati penyakit lahir maupun batin.

Untuk mengobati penyakit, beberapa pasien dipanggil ke dalam sehingga kami yang datang bisa melihat orang lain yang sedang diobati sedangkan yang masih lama harus bersabar menunggu di luar. Pengobatannya dengan cara dipijit refleksi, dan setelahnya akan diberitahu obat apa yang harus dimakan biasanya berupa bahan alami yang mudah ditemukan.

Tibalah giliran kami, Ajengan Yahya menanyakan tentang tujuan kami dan dijawab ingin punya anak. Suami saya dipijit terlebih dahulu dari arah belakang dan hanya dibagian-bagian tertentu saja, kemudian saya yang kebagian dipijit dibagian kiri dan kanan perut.

Setelah kami dipijit, beliau mengatakan bahwa kami sama-sama memiliki kekurangan, saya harus dipijit lagi dua kali pada minggu depannya sedangkan suami cukup hanya sekali dipijit pada saat itu saja.

Beliau juga menyebutkan makanan yang tidak boleh dimakan oleh saya yaitu tidak boleh memakan bakso dan sejenisnya, daging ayam negeri, mie instan dan bila memasak tidak boleh menggunakan MSG. Kamipun sebelum pulang harus meminum air kepala hijau yang dijual oleh santri di teras rumah dan membeli minyak untuk dioleskan pada bagian perut yang telah dipijit.

Ketika sampai di rumah bagian perut kiri dan kanan saya terlihat berwarna hijau bekas pijitan dan rasanya sakit sampai beberapa hari padahal waktu dipijitnya tidak terasa apa-apa.

Sayapun mengikuti anjuran beliau dengan tidak memakan makanan yang dipantang, dan minggu depannya kamipun ke sana lagi. Sebenarnya saya tidak bisa daftar pada hari itu karena teleponnya sibuk terus, tetapi kami tetap datang ke sana setelah dhuhur. Sayapun dipijit kembali setelah menunggu dulu yang lain selesai. 

Minggu depannya kami ke sana lagi untuk dilakukan pemijitan terakhir pada saya agar pengobatannya tuntas, sedangkan suami hanya mengantar saja. Pengobatan alternatif ini merupakan cara terakhir yang kami lakukan dalam berusaha mewujudkan keinginan untuk memiliki seorang anak, disertai dengan selalu berdoa kepada Allah SWT agar kami segera diberi keturunan. 

Sebulan kemudian saya hamil, kami bersyukur sekali pada saat itu tetapi kehamilannya tidak berlangsung lama hanya 8 minggu saja karena saya mengalami keguguran. Pada saat keguguran itu kami konsultasi  ke dokter kandungan yang pertama kali dikunjungi dan dilakukan kuret untuk membersihkan rahim.

Kamipun sedih pada saat itu, ada perasaan menyesal pada diri saya karena tidak menjaga kandungan dengan baik tetapi kami juga sadar bahwa ini adalah takdir yang diberikan oleh Allah SWT kepada kami.

Dua bulan kemudian saya hamil kembali, sebagai ungkapan rasa syukur saya selalu membaca Al Qur'an setiap hari satu juz, dan kami terus berdoa agar kehamilan yang sekarang bisa berjalan lancar.  Saya masih beraktivitas mengajar seperti biasa, hanya lebih berhati-hati lagi dalam menjaga kehamilan dengan tidak melakukan pekerjaan yang berat di rumah.

Setiap bulan saya selalu konsultasi ke dokter, dan pada tanggal 2 Juli 2009 saya melahirkan ke Rumah Sakit melalui operasi caesar karena posisi bayinya yang sungsang sejak usia kandungan 7 bulan. Kami sangat bersyukur sekali memiliki anak laki-laki yang sehat dengan berat badan ketika dilahirkan 3,4 kg dan panjang 50 cm.

Hari-haripun yang dulu sepi menjadi ramai dengan canda, tawa dan celotehan anak. Pada tahun ini usia anak kami akan menginjak 12 tahun, sudah duduk di kelas 6 SD dan wajahnya sama seperti ayahnya bagaikan pinang di belah dua.

Kamipun tidak menyangka akan memiliki anak tunggal, setelah melahirkan saya tidak ikut program KB  agar bisa secepatnya memiliki anak kembali dan kamipun pernah berobat lagi Ajengan Yahya ketika anak berusia 4 tahun. 

Salah satu penyebabnya karena suami bekerja di luar kota bahkan pernah bekerja di luar pulau Jawa yang menyebabkan kami hanya bisa berkumpul pada waktu-waktu tertentu saja, dan semangat kami untuk  berobat tidak seperti dulu ketika belum punya anak. Apalagi sekarang usia saya sudah di atas 40 tahun, yang tidak memungkinkan untuk hamil kembali karena memiliki resiko yang tinggi.

Bagi kami memiliki seorang anak merupakan anugerah terbesar dari Allah SWT, apalagi bagi saya yang sering ditinggal oleh suami dengan kehadiran seorang anak bisa menemani hari-hari dengan penuh keceriaan dan penuh semangat. 

Untuk pasangan suami isteri yang sudah lama menikah tetapi belum memiliki buah hati tetaplah bersabar, banyak melakukan ikhtiar dan janganlah putus asa. Ketika melakukan pengobatan baik secara medis ataupun ke alternatif harus dilakukan bersama-sama dan jangan menganggap hanya salah satunya saja yang mengalami kekurangan karena terkadang ada anggapan bahwa istri yang mengalami kemandulan. 

Berobat juga harus disertai pula dengan doa, karena manusia hanya bisa berusaha sedangkan yang menentukan berhasil atau tidaknya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun