Â
seekor merpati berbulu putih
mematuk-matuk sunyi. depan pintu seribu,
jejak sejarah masih terbaca
dari masa lalu
lorong-lorong kosong memanjang
tanpa orang, seperti bebayangan seribu cermin
namun, pada yang tak tampak itu
konon ada kehidupan
di setiap ruang orang-orang lalu lalang
tak ada yang bercakap
bagaimana dahsyat perlawanan di sini,
hanya mematut-matut diri
dengan selfi
langkah-langkah pesiar berderap di antara
senyap. ruang-ruang gelap, pintu-pintu penjara
menyebar aura duka, kamar-kamar terkunci
oleh gembok rahasia
di lorong-lorong itu waktu membeku
tetapi angin melompat-lompat dengan riang
dari satu gedung ke gedung lain, berjalan
perlahan dari kursi taman itu ke kursi taman lain
di halaman, berputar sebentar di pohon besar:
menggoyang-goyangkan reranting
dan menjentik helai-helai daun
yang rimbun
sedang orang-orang Netherland itu
tak henti-hentinya mengajarkan
cara membuat bangunan dengan kecerdasan
seribu pintu, juga seribu tahun
Semarang, 3 Januari 2022
Puisi sebelumnya, Satu Episode, [Puisi Mbeling] Girli dan 55 Kelereng yang Dibuangnya,Â