SEPOTONG RENUNGAN RINGAN: PENYERANGAN TERHADAP USTAD YANG BERCERAMAH
    Penyerangan pada ustad yang sedang berceramah terjadi lagi. Yang terakhir di Masjid Baitusysyakur di Sei Jodoh, Batam, saat Ustad Abu Syahid Chaniago menyampaikan ceramah pada Senin 20 September 2021, sekitar pukul 11.15 siang hari. Peristiwa seperti ini untuk yang kesekian kali. Setelah terjadi berkali-kali sejak beberapa tahun terakhir ini. Terjadi di berbagai tempat di wilayah Republik Indonesia yang kita cintai. Fenomena yang sungguh sangat mengherankan sekali. Apakah yang sebenarnya sedang terjadi?
    Marilah kita telusuri dengan bermain logika. Pola tindakan selalu sama. Ketika ustad tengah berceramah agama. Seseorang berdiri dari duduknya, lalu berlari menghampiri dan mendekatinya. Dengan tangan kosong atau bersenjata. Tanpa bicara apa-apa langsung melakukan tindakan kekerasan terhadapnya. Memukulnya. Menusuknya. Mencederai atau lebih dari itu adalah tujuannya.
    Siapakah para pelaku yang berbuat sejahat keji kejam itu? Tak ada yang tahu. Juga, tidak pernah diberitahu. Sehabis ditangkap dan dilaporkan pada aparat:  penyerang adalah orang gila, orang dengan gangguan jiwa, informasinya selalu begitu. Benar seperti itu atau pura-pura begitu agar terbebas dari hukuman, kita tidak pernah tahu. Yang terjadi selama ini kemudian pelaku melenggang bebas tanpa kaki tangan dibelenggu.
    Ustad di manapun adalah tokoh masyarakat. Sosok yang dipandang berilmu, mulia, dan terhormat. Bahkan jauh sejak sebelum kemerdekaan: membangun pesantren, mendidik santri, mengajarkan beragam ilmu yang bermanfaat. Untuk kepentingan dan bekal dunia hingga akhirat. Kepadanya para santri berkhidmat. Karena itu pelaku penyerangan bukan orang dekat. Pun pelaku tidak pernah dikenal dan tidak berperkara dengan ustad, juga mustahil santri yang berkhianat.
    Lebih masuk akal pelaku adalah orang titahan. Barangkali karena gelap mata demi upah yang disodorkan. Oleh tangan-tangan tak kelihatan yang punya uang dan kekuasaan. Mereka yang senang menebar teror dan ketakutan. Dengan skenario baku yang disiapkan. Sesudah kejadian pelaku bicara melantur tak keruan. Itu trik ampuh agar ada alasan untuk dibebaskan.
    Anehnya terhadap kejadian ini, tak pernah ada pemuka yang peduli. Sekadar menunjukkan simpati, apalagi lebih jauh berempati. Serupa mengucapkan turut prihatin atau ikut berbela sungkawa atas kejadian ini. Apatah lagi murka karena alim ulama diperlakukan tidak manusiawi. Seolah-olah kejadian ini perkara kriminal yang sehari-hari biasa terjadi.
    Banyak pihak yang dirugikan. Ustad yang mengalami penganiayaan. Jemaah yang sedang khusyu mendengarkan. Komunikasi yang terjalin mendapat hambatan. Kegiatan tolabul ilmi yang cenderung tidak dilanjutkan. Masyarakat yang didera kehawatiran.
    Siapapun dalang di balik penyerangan kepada ustad, mestilah mereka yang tidak menyukai ulama, agama, dan umat beragama. Juga hendak menampik sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa". Beserta pasal dan ayat-ayat kebebasan menjalankan ibadah agama dalam UUD 1945 sebagaimana yang tertera.Â
    Itu artinya mereka tidak hanya membenci agama tetapi juga membenci Pancasila. Sebab agama dan Pancasila berkelindan tidak terpisahkan, senantiasa seiring sejalan, seia sekata.