Dengan maraknya penjualan dan mudahnya proses kredit kendaraan bermotor, dunia perparkiran tidak lagi bisa dipandang sebelah mata, penghasilan daerah dari sektor parkir ini seharusnya mampu dialokasikan kembali untuk membuat parkir bertingkat, fasilitas parkir, bahkan membenahi sistem parkir. Ah that's still my imagine.
Fenomena ini terjadi di Kota Surabaya (~dan saya yakin ini juga terjadi di kota/daerah lain). Surabaya yang demikian apik, bahkan kapan hari mendapat pengakuan sebagai "City of the Future" di kondisi nyata alias di lapangan dalam hal perparkiran masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Pendeknya, masih saja terkecoh oleh para tukang parkir liar yang bahkan mematok harga jasa sesukanya.
***
Karcis Parkir di Surabaya | dok. pribadi
Foto diatas karcis lama, tahun 2012, itu terakhir kali saya mendapat karcis parkir di parkir dekat pasar Blauran Surabaya, atau boleh saya bilang itu kali pertama dan terakhir saya diberi karcis saat parkir di kawasan pasar ataupun taman. Dan hal tersebut sudah dianggap wajar. Yeah, WAJAR. Tarif di karcis tersebut memang tertulis Rp 500,- Tapi jika anda menyodorkan uang seribu jangan harap anda memperoleh kembalian. Pun tidak jarang karena sulitnya uang seribu dan anda membayar menggunakan uang dua ribu para tukang parkir itu tidak akan memberikan kembalian. Really.
Di event tertentu, seperti yang diselenggarakan di jalan Tunjungan, sebut saja Surabaya Culture, Dies Natalis ITS 2013, dan acara-acara lainnya, Tak jarang para tukang parkir yang sudah standby beberapa jam sebelum acara dimulai meminta uang parkir yang sangat tidak wajar. Sahabat saya pernah ditarik Rp. 5000,- untuk sekali parkir motor saat acara Dies Natalis ITS di jalan Tunjungan tahun lalu. Parah gak tuh! Padahal untuk parkir unconditional tetap mengikuti dong seharusnya, ah kalaupun naik ya gak setara parkir mobil gitulah. *Calm*
Mungkin diantara kita akan bilang halah uang seribu ini, atau uang lima ratus ini, udahlah sedekah aja. Saya sendiri pada akhirnya sering bilang seperti itu. Tapi percaya atau tidak dengan sikap seperti ini kita sudah memberi peluang 'curang' pada tukang parkir tersebut. Iya to? Jelas, karena yang masuk ke kas daerah hanya sesuai yang tertera di kertas itu.
Itupun kalau kasusnya anda mendapat karcis parkir. Kalau tidak? Ya syukur. Entah sekecil apa presentase yang di setorkan ke kas daerah. Sebagian apa yang di percayakan untuk si empunya wilayah (baca: preman), sisanya untuk si tukang itu sendiri pastinya. Ah tidak tidak, ada selisih lagi yang harus dibayarkan untuk sewa lahan. Sssst.. Lahan yang saya maksud bukan lahan sawah, lahan rumah atau lahan kebun milik mereka lhoo yaa, tapi lahan parkir yang ia gunakan sebagai lapak sehari hari. i'll write 'bout this someday, tapi belum bisa cepet nih hehe.
Okay. Ini baru parkir liar di sekitaran pasar, taman, atau event pada hari hari tertentu. Awal Januari lalu, Surabaya menengarai bahwa parkir mall yang dikelola secara resmi bisa bocor. Kabar tentang ini cukup santer waktu itu, kalau mau tahu banyak coba aja search deh.
Menyoal tentang ini, pemerintah kota Surabaya utamanya Dinas Perhubungan Kota sudah berupaya. Walaupun hingga sekarang belum mampu mengatasi penuh hal ini, setidaknya usahanya sangat saya hargai. Yaitu, dengan menerapkan parkir berhadiah. Dari kacis parkir yang saya dapet itu dibaliknya ada pengumuman bahwa karcis itu silahkan dimasukkan ke box box yang disediakan salah satunya disediakan di jalan Tunjungan (dulu, 2012) plus lengkap dengan perintah mengisi identitas diri, persis seperti yang dilakukan di undian hadiah minimarket.
Harapannya adalah dengan adanya kegiatan ini masyarakat diharapkan akan lebih peduli dengan selalu meminta karcis parkir pada saat selesai memarkir kendaraan. Hal ini juga untuk menghindari adanya kemungkinan penyimpangan penggunaan karcis parkir secara berulang-ulang oleh juru parkir. Sehingga kemungkinan adanya kebocoran dana dari karcis parkir dapat ditekan. Piye? Bagus kan? Satu kali pernah dipublish disini nih.