Mohon tunggu...
Eta Rahayu
Eta Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Hidup tidak membiarkan satu orangpun lolos untuk cuma jadi penonton. #dee #petir etha_tata@yahoo.com | IG: @etaaray

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bicara Backlog Rumah Dan Land Banking: Sebuah Harapan Dari Kelas Menengah

15 Januari 2025   10:02 Diperbarui: 15 Januari 2025   10:02 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harga rumah meningkat di tengah keterbatasan lahan | Foto: Filipe-nobre-Unsplash (cropped)

Sandang. Pangan. Papan. Di antara ketiga kebutuhan dasar ini, papan alias rumah relatif lebih susah didapatkan. Bukan hanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), namun juga bagi masyarakat kelas menengah. Terlebih lagi bagi generasi milenial juga Gen Z yang kini "memulai" kehidupan dewasanya. Mereka bertarung untuk memiliki tempat bernaung.

Berbagai tantangan muncul. Harga rumah semakin meroket, bahan bakunya mahal, pun lahan semakin terbatas, terutama di perkotaan. Padahal, kepemilikan rumah layak huni menjadi salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan masyarakat, menurut Badan Pusat Statistik.

Tentang Backlog Rumah dan Kelas Menengah

Lahan semakin terbatas | Foto: Dokpri
Lahan semakin terbatas | Foto: Dokpri

Di Indonesia, backlog atau krisis kepemilikan rumah menyentuh angka 12,7 juta (pembiayaan.pu.go.id, 2023). Data terbaru belum tersedia, namun secara empiri, backlog rumah diyakini masih tak terkendali.

Sejumlah penelitian menyatakan jika tingginya backlog menjadi challenge dalam penyediaan rumah layak huni. Tanpa rumah, masyarakat akan terlantar.

Ditambah lagi, fakta bahwa satu rumah dihuni oleh beberapa keluarga sekaligus membuat rumah tidak sesuai standar. Badan Standar Nasional melalui SNI 03-1733-2004 menstandarkan luas rumah minimal adalah 36m2/KK atau 9m2/jiwa.

Jika dibiarkan, situasi ini akan menambah carut marut sektor lain. Seperti menurunnya kesehatan masyarakat, akses sanitasi serta air bersih tidak tercapai, dan sederet panjang efek negatif lainnya.

Muaranya tentu kesejahteraan masyarakat stagnan atau bahkan menurun. Maka jelas, pengadaan rumah yang layak dan terjangkau menjadi hal krusial, dan memerlukan perhatian serius.

Secara data, kebutuhan akan rumah lebih menonjol pada kelas MBR. Kementerian PUPR pada 2022 mendata setidaknya 93% backlog rumah berasal dari MBR. Namun jika melihat jumlah riil, tidak sedikit kelas menengah yang belum tinggal dengan aman dan nyaman.

Kelas menengah Indonesia adalah kelompok masyarakat berpenghasilan antara Rp 3,6 juta hingga Rp 14,4 juta per bulan. Berpendidikan tinggi dan memprioritaskan pengeluaran untuk hiburan, hobi, dan pendidikan anak, sambil bercita-cita memiliki rumah, kendaraan, dan teknologi. ~ Dokumen Brefing RPK I No. VI-Agustus 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun