Mohon tunggu...
Eta Rahayu
Eta Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Hidup tidak membiarkan satu orangpun lolos untuk cuma jadi penonton. #dee #petir etha_tata@yahoo.com | IG: @etaaray

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ekonomi Menyala, Lingkungan Terjaga, Dapur Ngebul: Babak Baru Partisipasi para Stakeholder dalam Transisi Energi Lokal yang Adil & Setara

20 Juni 2024   23:48 Diperbarui: 20 Juni 2024   23:59 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penunjang hidup kini juga nanti: transisi energi lokal dimulai dari dapur. | Sumber: Unsplash @clem-onojeghuo

Krisis energi yang menghantui dunia global, dewasa ini, bermuara pada gagasan energi terbarukan. Jika dirunut secara histori, embrio gagasan itu diyakini telah lahir ratusan tahun sebelum masehi, berwujud water-wheel. Pada abad ke-16, kincir angin populer di Belanda dan kian menunjang perkembangan industri juga budayanya.

Dua abad kemudian, sistem energi matahari dicetuskan oleh Augustin Mouchot. Terus diteliti hingga William Grylls Adams pada 1876 mendemonstrasikan penggunaan selenium untuk memanfaatkan sinar matahari menjadi listrik. Demikian seterusnya sampai gagasan itu lekat dengan SDGs yang dicetuskan sebagai pengganti MDGs pada pertemuan PBB Rio 2012.

Kini, kerangka transisi energi baru terbarukan (EBT) menemui babak baru. Pelan tapi pasti, gagasan ini semakin sering digaungkan seiring dengan meningkatnya ancaman bencana iklim. Edukasi mengenai EBT-pun terus digalakkan. Oxfam, organisasi nirlaba asal Inggris membuat video edukasi terkait transisi energi yang menarik dan mudah dipahami. Video itu diunggah di akun youtube resmi Oxfam in Negeria. Mari kita lihat bersama!


Konsep transisi EBT terdengar mudah dan sederhana. Memanfaatkan alam sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui dan tidak terbatas seperti matahari, angin, air, dan panas bumi. Secara bijak tentu saja. Namun, implementasinya, seperti yang kita lihat pada kondisi sekarang, sangat kompleks dan menyeluruh. Seperti yang disampaikan John Samuel, Regional Director of Oxfam in Asia:

“When we talk about decarbonizing energy transition, it involves technology, and it involves money. On top of securing access to these resources is the need to ensure that these fairly reach the poorest and marginalized sectors of the society.” –Samuel, 2023

Ya, saya sepakat bahwa prinsip ‘leave no one behind’ dalam mewujudkan pembangunan yang lebih lestari, termasuk dalam kerangka transisi ke energi yang baru dan terbarukan, harus dipegang dan diraih dengan sungguh-sungguh. Tidak bisa tidak! Miskin-kelas menengah-kaya; perempuan-laki-laki; kaum urban ataupun rural; semua punya hak yang sama terhadap akses ke sumber daya yang lebih aman. Dengan begitu, keadilan benar tercipta dalam proses maupun hasil akhir transisi EBT.

Perempuan & Transisi Energi Baru Terbarukan

Bicara soal keadilan dalam transisi EBT, beberapa jurnal sosial sains menyebutkan bahwa perempuan cenderung tidak menonjol dan dominan pada end-user level. Saya sempat menuliskannya disini, dimana pendidikan dan budaya konon berpengaruh besar terhadap ketidak-adilan yang masih terasa dalam proses transisi ke energi yang lebih bersih.

Kabar baiknya, perempuan-perempuan dalam proses transisi EBT lambat laun mulai muncul ke permukaan. Peran dan eksistensinya dalam kehidupan sehari-hari justru berjalan searah dengan proses transisi menuju energi ramah lingkungan. Karena menurut saya, proses transisi ini seperti ritual menciptakan dan mengemas budaya baru.

Misal, jika awalnya sampah hanya dibuang ke tong sampah dan berakhir di TPA, dalam proses transisi energi baru, sampah bisa lebih berguna seperti menjadi kompos, yang memerlukan perlakuan seperti pemilahan jenis sampah organik/non-organik hingga pengolahan pada komposter. Langkah itu tentu memerlukan penyesuaian, yang mempengaruhi laku, dan seiring berjalannya waktu mengubah kebiasaan juga budaya sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun