Menang atas ego kita sendiri, menang atas keterpurukan, menang atas ketidakmampuan kita bersatu padu dalam menghadapi "musuh". Ya, agar kemenangan itu bangkit, bukankah kita perlu besatu? Mengesampingkan ego pribadi dan menyelaraskan misi bersama? Â
Selain itu, frasa menggalang persatuan nasional' dalam pidato itu cukup menyentuh hati. Kita tentu tahu bahwa berselang dua bulan sejak didirikan, anggota Budi Utomo sudah mencapai 650 orang dari berbagai daerah. Ini dulu, saat telepon susah ditemukan, saat internet belum dicetuskan. Artinya organisasi ini memang mampu membangkitkan semangat persatuan nasional. Â
Bagaimana dengan kita hari ini?
Setidaknya, dalam sepuluh tahun terakhir, dunia perpolitikan kita benar 'berantakan'. Bagaimana kita yang terkenal 'gemah ripah loh jinawi' bisa terbelah berkubu-kubu. Saling sikut sana-sini, saling olok tak henti. Menebar kebencian dan caci maki pada sesama. Hoax dimana-mana.
Mengapa kita menenggelamkan "kemenangan" yang dulu telah dibangkitkan? Mengubur cita-cita untuk bersatu-padu melawan "musuh".
Dewasa ini musuh kita lebih beragam. Tak hanya yang kasatmata, yang tak terlihat menjadi musuh bersama jua. Dan kita benar masih belum membangkitkan "kemenangan" kita. Kita masih 'terpuruk', sadar atau tidak. Kemenangan sejati masih jauh untuk bisa kita raih, padahal hilalnya sudah lama terlihat.Â
Jika ada waktu yang tepat untuk kita kembali membangkitkan kemenangan yang sebenarnya, mungkin kini saatnya. Saat kita, bangsa Indonesia bernasib sama, saat kita semua sedang menunggu untuk berbahagia dan terlepas dari situasi sulit yang dihadapi bangsa ini.
Bangkitlah wahai kemenangan!
Semoga kita mampu mewujudkannya.
Dan untuk jadi pengingat, momentum kebangkitan nasional hari ini bersamaan dengan hari ke-27 ramadan. Artinya umat muslim di Indonesia akan merayakan idul fitri, hari penuh kemenangan.
Kini bagi umat muslim khususnya, kemenangan di depan mata. Menandai menangnya setiap hamba yang khusuk menjaga ibadah sebulan lamanya. Setidaknya berbahagialah, lebaran sebentar lagi.