Mohon tunggu...
Tatang Tox
Tatang Tox Mohon Tunggu... -

Seorang kawulo alit sekaligus abdi negara yang cinta Indonesia. Silahkan baca juga tulisan saya di https://cagakurip.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Media Sosial Mendadak Pancasila

4 Juni 2017   06:07 Diperbarui: 15 Juni 2017   10:56 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: artikelister.com

Beberapa hari terakhir tiba-tiba kita melihat banyak sekali teman dan saudara kita yang memasang profile picture-nya dengan menambahkan gambar Garuda Pancasila lengkap dengan tulisan #SayaIndonesiaSayaPancasila.

Apakah ada yang salah dengan itu?

Sebelum melangkah lebih jauh, izinkan saya bercerita sedikit. Saya termasuk generasi 90-an, di mana pada saat itu masih digalakkan program pemerintah yang namanya Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pada waktu itu, setiap akan memulai tahun ajaran baru di sekolah, terutama buat siswa baru harus mengikuti yang namanya Penataran P4. Jika ada yang tidak mengikuti atau jumlah jam yang diikuti kurang memenuhi standar kelulusan, maka dia harus mengulang di tahun berikutnya dengan adik-adik kelasnya.

Lantas apa saja sih yang dipelajari dalam Penataran P4 tersebut? Di dalamnya kita akan belajar mengenai Pancasila, sejarahnya, butir-butir yang terkandung di dalamnya, dan hal-hal yang terkait dengannya, seperti Wawasan Nusantara, UUD 1945, dan GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).

Nah, pasca reformasi, Penataran P4 ini dihapuskan karena dianggap peninggalan Orde Baru. Pokoknya pada waktu itu yang berbau Orde Baru diharamkan, mau itu baik atau jelek. Saat itu bangsa kita sedang euforia untuk mencari jati dirinya kembali. Menurut saya pribadi, jati diri itu sebenarnya sudah ada dari jaman dahulu, hanya perlu digali kembali.

Maka jangan heran kalau kita tanya kepada anak jaman sekarang apakah itu Pancasila, mereka akan bingung menjawabnya. Atau bila disuruh menyebutkan sila-sila dalam Pancasila masih belepetan, apalagi 45 butir yang ada di dalamnya. Padahal katanya itu dasar negara dan jati diri bangsa lho.

Jika kita menengok sejarah, Pancasila telah menjadi sebuah resolusi bersama terhadap permasalahan bangsa. Lihat saja ketika negeri ini diberi cobaan dengan terjadinya kasus G 30 S PKI pada tahun 1965 (walaupun masih terdapat berbagai perdebatan di dalamnya). Bangsa ini tetap kokoh berdiri karena kembali lagi kepada nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, yang kini diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober.

Terlepas dari berbagai kontroversi yang ada, Pancasila juga merupakan sebuah pilihan saat para founding fathers kita akan merumuskan bentuk negara Indonesia ketika merdeka. Pemilihan Pancasila sebagai dasar negara ini tentunya telah melalui sebuah proses pemikiran, perdebatan, diskusi, dan musyawarah di antara para pendahulu kita, baik dari elemen cendikiawan, ulama, perwakilan dari umat beragama lain, dan elemen kedaerahan lainnya.

Melihat sejarah kebangsaan dan fakta sosiologis serta geografis bangsa Indonesia, para founding fathers kita memandang bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan, dengan berbagai macam keanekaragaman yang ada di dalamnya. Keanekaragaman tersebut diikat oleh sebuah nilai yang bersifat nasional dan berasal dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu akhirnya disepakati bahwa Pancasila menjadi Dasar Negara.

Akhir-akhir ini Pancasila juga kembali menjadi solusi atas permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Munculnya konflik horizontal dan isu intoleransi di tengah masyarakat, akhirnya membuat orang untuk melirik kembali Pancasila sebagai sebuah jalan keluar.

Dapat dipahami jika akhirnya pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila (meskipun masih terdapat berbagai perdebatan tentang hal tersebut) dan menetapkan Pekan Pancasila pada awal bulan Juni mengingat momentum yang sangat pas untuk mengajak bangsa ini kembali pada nilai-nilai luhur yang dimilikinya.

Karena sebab itulah, banyak sekali teman dan saudara kita yang mengganti profile picture mereka dengan menambahkan gambar Garuda Pancasila disamping foto mereka lengkap dengan hashtag #SayaIndonesiaSayaPancasila.

Bagi saya pribadi, hal tersebut sah-sah saja dilakukan. Karena merupakan salah satu bentuk kebanggaan kita terhadap Indonesia dan dasar negara kita, Pancasila.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, "Sudah sampai sejauh mana rasa cinta terhadap tanah air dan bagaimana pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari?"

Apakah sikap Pancasilais kita hanya dibuktikan sebatas foto profile picture semata? Tentu tidak, bukan? Apakah kita sudah benar-benar memahami dan mampu mengamalkan butir demi butir yang terdapat di dalam Pancasila?

Layakkah kita disebut berjiwa Pancasila ketika kita tidak mampu menghormati kebebasan beribadah pemeluk agama lain? Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain? Mampukah kita bekerja sama dengan orang lain tanpa memandang agama dan kepercayaannya?

Apakah pantas kita mengklaim diri sebagai #SayaPancasila, namun tidak mau mengantri? Membuang sampah sembarangan? Merusak dan tidak bisa memelihara fasilitas umum? Memaksakan kehendak dan pendapat kepada orang lain?

Hanya Anda sendiri yang mampu menjawabnya.

Melihat krisis kepribadian yang dialami bangsa ini terutama generasi mudanya, maka saya sangat setuju apabila Penataran P4 kembali digalakkan. Hal tersebut merupakan salah satu cara untuk memupuk rasa nasionalisme dan cinta tanah air.

Kalau ada yang berpendapat itu merupakan sebuah proses doktrinasi, ya, itu memang sebuah proses doktrinasi namun untuk hal yang baik. Dan proses doktrinasi ini dilakukan oleh semua negara. Di Singapura misalnya, semenjak Kindergarten (TK), setiap pagi anak-anak menyanyikan lagu kebangsaan mereka Majulah Singapura. Mungkin pada saat itu mereka belum mengerti artinya, tapi paling tidak lagu tersebut melekat dalam ingatannya. Dan setelah beranjak besar baru mereka akan memahami maknanya.

Lantas apakah hal tersebut dapat diterapkan di Indonesia? Bagaimana pendapat Anda? 

Dari celotehan saya di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecintaan terhadap tanah air dan dasar negara kita, Pancasila tidak hanya ditunjukkan dengan mengganti profile picture semata. Namun harus diejawantahkan ke dalam kehidupan sehari-hari kita. Bagaimana sikap kita terhadap tetangga, rekan kerja, teman sekolah, dan lingkungan di sekitar kita yang penuh dengan keragaman ini.

Intinya: JANGAN MENGAKU PANCASILAIS JIKA BELUM MENGAMALKAN NILAI-NILAI YANG ADA DI DALAMNYA!

Sebagai bonus, di bawah ini saya bagikan 45 butir dalam Pancasila sesuai dengan Ketetapan MPR no. I/MPR/2003. 

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa

  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

Sila ketiga: Persatuan Indonesia

  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

  1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  9. Suka bekerja keras.
  10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam memahami kembali isi dari Pancasila.
 

Salam hangat selalu.

Ditayangkan juga di: cagakurip.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun