Jurnalis Amerika Serikat Allan Nairn tiba-tiba muncul dan menghentak jagad politik Indonesia yang sedang demam Pemilihan Presiden.Pernyataannya yang kontroversial seperti dikutip oleh media nasional, adalah hasil wawancara off the record dengan Prabowo Subianto beberapa tahun lalu yang dimuat dalam blog pribadinya. Allan menuding mantan Danjen Kopassus tersebut dengan menghina salah satu presiden Indonesia.
Dalam blognya tersebut, Allan Nairn juga mengutip pernyataan Prabowo yang menyebut almarhum Gus Dur, yang saat itu menjabat sebagai presiden sebagai presiden buta yang memalukan.
Allan Nairn sendiri menyatakan, pernyataan Prabowo tersebut keluar dalam konteks off the record. Dan sebelum dimuat di blognya, Nairn pernah melayangkan surat ke Prabowo untuk meminta ijin membuka wawancara off the record tersebut. Namun, pernyataan Allan Nairn ini dibantah oleh salah satu timses Prabowo. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengatakan Prabowo tak pernah menerima surat permintaan mengungkap wawancara off the record dari Nairn. “Tidak pernah ada surat permintaan pembukaan off the record,” katanya saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2014 seperti dikutip dari Tempo.
Hingga saat ini, memang belum ada satupun tanggapan dari Prabowo. Namun, tim sukses Prabowo sendiri sudah membantah pernyataan Prabowo yang dimuat di blog Allan Nairn. Mereka pun balik mempertanyakan, apa sesungguhnya motif dari Allan Nairn dibalik penyebaran berita dan pernyataan yang menyudutkan Prabowo yang dirilis menjelang pilpres kali ini.
Allan Nairn adalah seorang jurnalis warga negara Amerika Serikat. Sebagai seorang jurnalis investigasi, Allan Nairn seringkali meliput berita tentang peperangan, khususnya di wilayah Indonesia. Selain investigasi di Timor Timur, tercatat Allan Nairn pun pernah meliput berita di Aceh saat wilayah paling barat Indonesia tersebut berstatus sebagai Daerah Operasi Militer, sekitar tahun 2009.
Nah, dalam kasus tulisannya tentang Operasi Militer di Aceh tahun 2010 inilah Allan Nairn memancing reaksi dari TNI. Dalam blognya yang berjudul “Breaking News: Indonesian Army, Kopassus, Implicated in New Assassinations. Forces Chosen By Obama for Renewed US Aid Ran ‘09 Activist Murders”, Allan Nairn menuliskan berita tentang adanya beberapa aktivis partai lokal Aceh yang menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh oknum anggota Kopassus TNI AD atas perintah petinggi dari Jakarta.
Menanggapi berita tersebut, TNI kemudian merilis pernyataan sikap. Dalam rilis berita yang dimuat di situs TNI, Kapuspen TNI saat itu, Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen menyangkal berita dari Allan Nairn dan menyebutnya sebagai berita bohong.
Berita Allan Nairn oleh TNI kemudian dibantah dengan adanya dua fakta, seperti yang dimuat di situs TNI yakni:
Pertama, bahwa sesuai dengan salah satu butir kesepakatan dalam MoU Helsinki, pasukan non organik TNI harus segera ditarik dari Provinsi NAD. Penarikan pasukan non organik dilaksanakan akhir tahun 2005 dan sejak tahun 2006 hingga sekarang tidak ada lagi pasukan non organik (termasuk Kopassus TNI AD) yang bertugas di Provinsi NAD.
Kedua, bahwa selama penyelenggaraan Pemilu tahun 2009, institusi TNI tidak pernah menerima laporan dari Polri atau Pengawas Pemilu yang menyatakan adanya prajurit Kopassus TNI AD yang melakukan pembunuhan terhadap rakyat sipil atau aktivis partai lokal di Provinsi NAD.
Bahkan kemudian TNI juga mempertanyakan, ada motif apa dibalik bidikan Allan Nairn terhadap Kopassus TNI tersebut.
Kalau dilihat dari jejak tulisan yang dimuat di blog Allan Nairn, banyak sekali tulisan-tulisannya yang memojokkan TNI, khususnya lagi terhadap satuan Kopassus. Maka, patut kiranya jika kemudian muncul pertanyaan, apa sebenarnya motif Allan Nairn?
Selain itu, terkait masalah pernyataan Allan Nairn yang berdasarkan bahan off the record yang bertendensi menyudutkan salah satu kandidat Presiden RI 2014-2019, salah seorang wartawan senior TEMPO (penulis buku “ Menentang Tirani Aksi Mahasiswa 77-78”) yang hampir 20 tahun menggeluti dunia jurnalistik menjelaskan tentang Code of conduct atau aturan etika seorang jurnalis, yang berlaku universal dan internasional tidak hanya di Indonesia saja, adalah bahwa seorang jurnalis tidak bisa membuka sumber off the record. Seperti yang diatur di dalam Code of Conduct Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bahwa wartawan diharuskan untuk menghormati narasumbernya. Seperti juga, yang ada dan diatur di dalam oleh IFJ (The International Federation of Journalists).
Pertama, karena sumber off the record mempunyai implikasi bahwa si wartawan lah yang bertanggungjawab atas kebenaran dan ketidakbenaran informasi tersebut. Karena narasumber yang memberikan informasi off the record, jika hendak di follow up melewati serangkaian penyelidikan untuk mengungkapkan hipotesis dari info tersebut apakah valid atau tidak.
Jika informasi itu tidak benar dan dibuka, sang narasumber bisa saja dengan mudah mengatakan bahwa ia tidak pernah menyampaikan informasi seperti itu. Karena kalau pun pernah diungkapkan biasanya lebih untuk sekedar informasi yang belum boleh disiarkan kepada publik.
Dalam kasus Allan Nairn, bisa terdapat sebuah kepentingan besar untuk membunuh karakter salah kandidat. Sebagai seorang jurnalis di bidang politik dan militer semua jurnalis tidak meragukan kemampuan Allan Nairn, akan tetapi ketika dia menyampaikan informasi yang bersifat off the record maka banyak pihak yang mulai meragukan kapasitasnya, apakah dia masih wartawan atau partisan politik?
Karena begitu banyak cerita wartawan dari berbagai negara yang memiliki kedekatan dengan intelejen negaranya. Bahkan, profesi wartawan hanya sebagai under cover. Seperti cerita agen Mossad Israel yang menyamar sebagai wartawan untuk mewawancarai tokoh Palestina di pengasingan, wawancara yang hanya kedok untuk memasukan bom untuk membunuh tokoh Palestina tersebut.
Indonesia memang kaya akan sumber daya alam dan menjadi incaran negara-negara besar termasuk Amerika Serikat, asal Allan Nairn. Dari sisi geopolitik tidak hanya Amerika, Cina dan negara tetangga terdekat seperti Singapura, paling suka dengan posisi Indonesia sebagai "raksasa tidur".
Jadi kita pun patut bertanya, haruskah orang asing ikut mencampuri urusan dalam negeri kita? Lantas, siapa dibalik Allan Nairn? Dia bukanlah wartawan melainkan intelijen yang menyusup ke Indonesia untuk memanaskan suasana politik Indonesia agar rakyat menjadi terpecah. Jika ia seorang wartawan maka sudah seharusnya dia menjaga kode etik seorang wartawan yang mestinya bersikap objektif. Sepantasnya kita awas, jangan sampai orang lain begitu mudah memasang "bom waktu" untuk "membunuh" bangsa ini sendiri.
Diplomat Dino Patti Djalal (mantan dubes Indonesia untuk AS) pun pernah menyatakan bahwa, “Tulisan Allan Nairn selalu anti terhadap Indonesia dan selalu digunakannya untuk komoditi kepentingan politiknya. Dia selalu mencari peluang untuk memecah belah Indonesia. Jangan kita terjebak dalam politik adu domba yang dilakukan pihak lain. Bangsa Indonesia harus menjaga kedaulatan politiknya sendiri.”
Selain itu kedatangan Bill Clinton ke Indonesia yang mendukung pasangan Jokowi-JK patut juga kita waspadai karena menimbulkan begitu banyak pertanyaan.
Apa sebenarnya tujuan Bill Clinton datang ke Indonesia?
Apakah ada perjanjian politik yang akan merugikan kedaulatan Indonesia ke depan? Oleh karenanya, kita sebaiknya bersikap kritis demi Indonesia yang lebih baik. Campur tangan asing dapat membawa bangsa ini ke zaman penjajahan lagi. Bukan dijajah layaknya Belanda (VOC) menjajah kita dahulu tapi kini mereka menjajah dengan cara baru, yaitu politik adu domba yang sangat berbahaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H