Bahasa Indonesia terkenal dengan bahasa yang memiliki banyak imbuhan. Kita mengenal awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan gabungan awalan-akhiran (konfiks). Setiap jenis imbuhan tersebut memiliki jenis dan variasi yang bisa jadi tidak sedikit.
Tidak salah kalau ada orang asing yang mengatakan, belajar bahasa Indonesia, awalnya gampang, lama-lama jadi susah. Bisa jadi, salah satunya gara-gara imbuhan ini. Apalagi masuk ranah bahasa baku. Penutur jati bahasa Indonesia sekalipun belum tentu menguasai seluk-beluk imbuhan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Salah satu jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia adalah awalan semu. Sekilas nampak seperti awalan, padahal bukan.
Contoh awalan semu adalah tetamu, tetangga, dan tetanaman. Â Sekilas kita melihat ketiga kata tersebut menggunakan awalan te(r). Padahal tidak demikian. J.S. Badudu (1981) menjelaskan, tetamu berasal dari tamu-tamu, lalu menjadi tatamu, lalu menjadi tetamu (gejala reduplikasi). Tetanaman berasal dari tanam-tanaman. Tetangga berasal dari tangga-tangga atau setangga.
Dalam KBBI VI Daring, kita dapat menemukan awalan semu ini.Â
bebuahan: pelbagai macam buah
setanggi: kemenyan berbau wangi
Sekilas kita akan melihat bebuahan berimbuhan awal be(r)- dan setanggi berawalan se-. Padahal, bebuahan dan setanggi memiliki makna seperti di atas dan dikategorikan ke dalam awala semu.
Apakah Kompasianer ada yang menemukan contoh awalan semu lainnya?
ReferensiÂ