Barangkali oleh karena lamanya penjajahan di negeri ini, sekalipun usia kemerdekaan kita lebih dari tiga perempat abad, dan para kolonialis itu telah kita usir, nyatanya jiwa inlander kita tidak ikut hengkang.
Penjajahan selama 3,5 tahun oleh bangsa Asia yang Jepang itu mungkin tidak banyak meninggalkan bekas. Tapi, Belanda yang mengangkangi negeri ini selama 3,5 abad sepertinya telah menjadikan kita diam-diam mengagumi Ndoro Londo yang kita paksa minggat itu. Salah satunya adalah nama-nama menjadi keren bila ada unsur Eropanya. Dandanan juga terlihat lebih trendi bila berkiblat pada para bule. Lihat saja dasi kupu-kupu yang tidak jelas manfaatnya itu, juga dasi lain. Termasuk juga sepatu berhak tinggi, gaya rambut, dan mode nirfaidah lainnya.
Sebagian kita pun kayaknya terjangkiti hama itu. Salah satunya adalah dengan mengubah nama asli buah kita dengan nama asing. Di antaranya adalah pepaya Calina yang lantas diganti dengan California agar terkesan buah impor dari Amerika. Padahal, penemuan varietas baru pepaya Calina yang diresmikan pada 3 Oktober 2010 oleh Menteri Pertanian RI, Dr. Suswono, ini adalah buah jerih payah Dr. Sriani dan tim.
Ulah pedagang demi melariskan komoditi agar terkesan produk impor ini sempat membuat sedih dan jengkel sang penemu, Sriani Sujiprihati, yang memasyarakatkan varietas ini sejak 2009. Sukma, Calina, Carisya, dan Jene adalah pepaya lokal unggul hasil pemuliaan yang dilakukan dirinya bersama tim IPB. “Yang menamakan itu pepaya California bukan kami, tapi pedagangnya. Padahal itu adalah pepaya Calina hasil pemuliaan yang kami lakukan bertahun-tahun," kata kepala Divisi Pemuliaan Tanaman, Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB ini. “Menurut distributor dan pedagangnya,” lapornya, “kalau tidak dilabeli impor, buah itu tak laku dijual” (https://pepayacalinablog.wordpress.com/2017/03/08/sriani-sujiprihati-penemu-pepaya-calina/).
Kepala Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) itu juga mengungkapkan perasaan yang sama ketika pepaya Carisya, penemuannya bersama Pusat Kajian Buah Tropika IPB, tiba-tiba berubah menjadi pepaya Havana atau pepaya Hawai.
“Padahal, tak ada pepaya impor. Semua itu hasil pemuliaan yang dilakukan Pusat Kajian Buah Tropika,” papar wanita bergelar Prof., DR., Ir., M.S. yang menghabiskan tujuh tahun dan dana besar hingga sukses merilis pepaya yang tetiba berganti menjadi California itu.
"Terus terang saya sedih dan sakit hati dengan pengubahan nama tersebut, tapi kami tidak mungkin mengajukan tuntutan hukum karena nama buah ini tidak dipatenkan," keluhnya. “Secara etika, seharusnya pengusaha tidak mengganti nama buah tersebut meskipun alasannya agar menarik pembeli," lanjut wanita kelahiran Ponorogo, Jatim, 28 Oktober 1955 itu (https://republika.co.id/berita/trendtek/sains/11/07/27/loyssl-siapa-bilang-pepaya-california-dari-as-pakar-ipb-yang-merekayasa-kok).
Durian adalah sebutan nasional buah berkulit duri asli Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara sekitar. Beberapa daerah menyebutnya sebagai Duren. Masih terdengar sama, minimal dari satu akar kata. Saya khawatir nanti ada anak bangsa yang minder menyebut Durian/Duren dengan bahasa kita lantas menyebutnya Thorny atau Durant Durant? Hi…hi…
Di belahan lain, ada negara yang dengan bangga menamai varietas unggulnya dengan nama lokal. Thailand menamai durian unggulannya Monthong. Malaysia punya durian Musang King dan Duri Hitam, juga mangga Mahathir. Pun produk-produk tani lainnya dari Amerika, Eropa, China, dan negeri-negeri yang lain.
Syukurnya, masih ada anak negeri yang bangga dengan identitas dirinya. Sarno Ahmad Darsono, seorang guru SD, sekaligus pekebun dan penemu durian varietas unggul, menamai temuannya sebagai Bhineka Bawor.