Momen pertanggungjawaban itu adalah, "Tak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat, hingga ditanyakan padanya: umurnya, untuk apa ia habiskan; ilmunya, apa yang telah diperbuat dengannya; hartanya, dari mana ia mendapatkannya dan ke mana dibelanjakannya; dan badannya untuk apa ia pergunakan" (HR At-Tirmidzi (2417), Ad-Darimi (554), Al-Bazzar (1435), dan yang lain. Dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 126).
Anda yang pandai menjaga amanah, selain mendapat pahala besar di akhirat dan penghargaan tinggi dari masyarakat, juga akan mendapatkan bonus lain, yaitu keturunan Anda akan dijaga Allah. Sebaliknya, siapa yang tidak pandai menjaga amanah, selain beroleh dosa besar dan cela di antara manusia, juga akan mendapatkan buntut dosa yang terlihat dari keturunannya. Sebagai bukti, selain kisah ayahanda Abdullah bin Al-Mubarak di muka, mari simak kisah dua keadaan di atas pada penggalan akhir biografi Umar bin Abdul Aziz.
 Dia adalah khalifah yang memenuhi dunia dengan keadilan. Kemanahannya kondang di seluruh jagat. Tak sepeser pun harta umat yang ia korupsi demi keluarganya. Bahkan, ia rela menanggalkan kekayaannya demi kesejahteraan rakyatnya. Bukan hanya kekayaan dirinya, kekayaan keluarganya pun ia sumbangkan. Ia pernah memberikan pilihan kepada istrinya, Fatimah bin Abdul Malik, yang merupakan putri khalifah terdahulu, antara menyerahkan permata hadiah ayahandanya ke baitul mal ataukah dirinya sebagai suami.
 "Kau serahkan permata itu ke baitul mal, atau perkenankan aku menceraikanmu? Aku tidak sudi bila aku, kau, dan perhiasan itu ada bersama di dalam satu rumah."
 "Saya memilih Anda daripada perhiasaan itu, bahkan berkali-kali lipat daripada perhiasaan itu bilapun ada" (Hilyah Al-Auliya',5/283 dan Ath-Thabaqat Al-Kubra, 5/307).
Sedangkan anak-anak perempuannya, mari simak dalam kisah berikut, sebagaimana termaktub di dalam Sirah Umar bin Abdil Aziz (Hilyah Al-Auliya', 1/54). Â Penulis menuturkan, sehabis salat isya' ia pulang dan ingin menemui anak-anak perempuannya. Ia uluk salam kepada mereka. Mendengar sang ayah hendak menemui mereka dan merasa mulut mereka berbau tidak sedap, seketika itu mereka menutup mulut dengan tangan dan segera menutup pintu.
"Ada apa dengan mereka," tanyanya kepada sang pengasuh.Â
"Malam ini mereka tidak punya makan malam, selain adas dan bawang merah sehingga mereka tidak mau Anda mencium aroma itu dari mulut mereka," terangnya.
Umar seketika menangis lalu berkata, "Putri-Putriku, apa gunanya kalian makan malam dengan berbagai macam hidangan bila ayah kalian diseret ke dalam neraka oleh karenanya?" Seketika itu mereka menangis keras dan Umar pun beranjak.
Dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir menuturkan situasi ketika sang khalifah tergolek lemah menjelang ajal.
 "Anak-anak Anda, tidakkah Anda beri mereka bagian? Mereka termasuk orang-orang miskin," saran seseorang padanya.