Ungkapan tidak bisa dipungkiri dan tidak bisa dimungkiri, penggunaannya di masyarakat pengguna bahasa Indonesia cukup bersaing. Tidak bisa dipungkiri dan tidak bisa dimungkiri, keduanya sering kita dengar dalam penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat. Tidak hanya dalam bahasa lisan, dalam bahasa tulisan pun dapat kita temukan ungkapan dipungkiri dan dimungkiri.
Lalu, dari dua ungkapan tersebut, mana yang lebih tepat kita gunakan? dipungkiri atau dimungkiri? Untuk menjawab persoalan ini, ada baiknya kita merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi terbaru. Â Dalam KBBI Pusat Bahasa edisi keempat yang terbit pertama kali tahun 2008, lema atau entri yang ada adalah mungkir. Â Kalau kita mencari di entri pungkir, memang akan kita dapatkan, akan tetapi kita langsung dirujukkan kepada lema mungkir.
Pada lema mungkir kita akan mendapatkan penjelasan sebagai berikut;
mung.kir v 1 tidak mengaku(i); tidak mengiakan: ia tetap mungkir atas tuduhan yg ditimpakan kepadanya; 2 tidak setia; tidak menepati (janji); menolak; menyangkal: mungkir akan janjinya;
Berdasarkan kepada penjelasan KBBI di atas, dapat kita katakan bahwa lema yang diakui dan dianjurkan untuk digunakan adalah lema mungkir, bukan pungkir. Â Hal ini dapat menjawab persoalan yang kita hadapi, ungkapan tidak bisa dimungkiri lebih tepat digunakan, bukan dipungkiri.
Rujukan: Kemdiknas. 2008. KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H