Mohon tunggu...
Tata Danamihardja
Tata Danamihardja Mohon Tunggu... -

I'm a man, smart, but neglected by the system. Managing several blogs, including http://tatapedia.blogspot.com and http://tataberpuisi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

KLEPTOKRASI

18 Oktober 2013   09:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:23 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda pasti familiar dengan istlah kleptomania, julukan untuk orang yang suka ngutil alias mencuri kecil-kecilan. Dan itu bisa dilakukan di mana saja. Di toko, di rumah, di kantor, di bis, atau bahkan di mesjid.

Pelakunya biasanya memiliki kelainan dari sisi kejiwaan, sebab mereka mencuri bukan karena butuh. Mereka mencuri karena memang ingin mencuri. Ada dorongan tak terkendali dalam jiwanya untuk melakukan itu. Mungkin seperti keinginan untuk merokok.

Benda-benda yang dicuri juga tidak harus barang berharga. Bisa saja berupa barang atau benda yang bagi orang lain justru dianggap tidak berharga. Intinya, mereka mencuri karena mereka sakit secara psikologis.

Lalu hubungan kleptomania dengan kleptokrasi? Hubungannya sih baik-bak saja :) Maksudnya, pada dasarnya sama-sama mencuri. Hanya saja kalau kleptomania bersifat individu, sedangkan kleptokrasi ini mengacu kepada suatu sistem. Maka efeknya tentu jauh lebih berbahaya, karena menyangkut urusan orang banyak.

Menurut Wikipedia,kleptokrasi berasal dari bahasa Yunani: klepto+kratein yang berarti "diperintah oleh para maling". Tegasnya, istilah ini mengacu kepada sebuah bentuk administrasi publik yang menggunakan uang yang berasal dari publik untuk memperkaya diri sendiri (yang umum disebut sebagai penguasa dan antek-anteknya). Administrasi publik ini umumnya tidak jauh dari praktik-praktik kronisme, nepotisme dan makelarisme.

Persamaan lain dari kleptomania dan kleptokrasi adalah keduanya sama-sama penyakit. Yang pertama karena penyakit psikologis, sementara yang kedua karena penyakit psikologis dan penyakit serakah. Yang pertama kecil-kecilan, yang kedua besar-besaran, bahkan raksasa-raksasaan.

Jika melihat apa yang terjadi saat ini, rasanya tidak salah jika kita menyebut Indonesia sebagai negara kleptokrasi. Indikasinya jelas terlihat dari maraknya fakta soal praktik korupsi yang tersebar dari lingkungan birokrasi terbawah sampai yang tertinggi. Jika istilah korupsi terlalu halus, ada baiknya saya pertegas istilahnya menjadi perampokan oleh penyelenggara birokrasi.

Negara ini memang sakit. Menahun dan akut pula. Sayangnya tidak pernah diobati dengan benar, sehingga penyakitnya terlanjur menyebar ke mana-mana. Mungkin bahkan sudah ada bagian-bagian yang membusuk. Dan yang seperti ini jelas tidak bisa dipertahankan. Harus diamputasi. Itu pun kalau mau sembuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun