Mohon tunggu...
Tasya Monica Pasaribu
Tasya Monica Pasaribu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Political Science Student University of Indonesia

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Referendum Brexit terhadap Dinamika Politik Inggris

18 Februari 2024   22:32 Diperbarui: 18 Februari 2024   22:35 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ABSTRAK

Pada 23 Juni 2016, merupakan hari dimana Inggris menyatakan untuk keluar dari Uni Eropa. Fenomena tersebut tertulis dalam Referendum Brexit yang merupakan kombinasi dari “Britain” dan “exit”. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh Britania Exit (Brexit) terhadap sistem politik Inggris. Hasil referendum yang merupakan suara mayoritas yang berbeda tipis sebanyak 51% mendorong Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris yang merupakan salah satu kekuatan dan berkontribusi besar bagi Uni Eropa kini telah memisahkan dirinya. Fenomena ini tentunya memberikan banyak dampak bagi Inggris terutama pada bidang politiknya. Pemicu diwujudkannya Brexit sebagian besar karena pengaruhnya pada politik Inggris saat itu. Mulai dari masalah birokrasi, tingginya tingkat imigran di Inggris, masalah keamanan dan ketentraman, menjadi pendorong diberlakukannya Brexit. Pemikiran skeptis Inggris yang menilai Uni Eropa hanya membatasinya dengan berbagai aturan dan akan merugikan Inggris, nyatanya hanya menghasilkan penyesalan. Masyarakat menilai harapan yang diberikan setelah Brexit hanyalah janj-janji yang belum dapat diwujudkan hingga sekarang. Masyarakat mengungkapkan keluh kesahnya dan menyalahkan pemerintah yang kurang sigap dan tanggap dalam mengatasi dampak Brexit. Tulisan ini dianalisis dengan menggunakan teori neorealisme dan konsep kepentingan nasional. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan berasal dari sumber data sekunder yang didapatkan dari jurnal, artikel, berita online, buku, dan sumber-sumber tertulis lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) dengan teknik analisis data yang dimulai dari reduksi data, penyajian data, hingga penarikan kesimpulan. Hasil referendum Brexit merupakan keinginan Inggris untuk menjadi negara independen terlepas dari dampak yang diterima. 

Kata kunci: brexit; Inggris; politik

PENDAHULUAN

Berita keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa merupakan suatu tonggak sejarah bagi masyarakat Inggris bahkan sejarah Eropa. Pernyataan keluarnya Inggris yang terjadi pada tanggal 23 Juni 2016 melalui referendum mengenai status keanggotaannya di Uni Eropa sontak menjadi perhatian seluruh media. Bagaimana tidak, Inggris telah menjadi anggota Uni Eropa selama 43 tahun lamanya sejak 1 Januari 1973 sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar. Fenomena Brexit ini tentunya mengundang perbedaan pendapat dari masyarakat Inggris. Pilihan terkait posisi keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa terbelah menjadi dua yakni pro dan kontra atas referendum tersebut (Hayes, 2021). 

Keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa yang menjadi persitiwa bersejarah ini tentunya terjadi bukan tanpa alasan. Alasan utama tercapainya Brexit disebabkan oleh berbagai regulasi yang terbentuk dalam Uni Eropa. Mulai dari aspek ekonomi yang menanyakan tentang kesejahteraan ekonomi masyarakat, lalu ide penghematan anggaran iuran Uni Eropa yang akan diahlikan untuk biaya kesehatan nasional Inggris (Stefanie, 2022). Kebijakan seperti pasar tunggal Eropa terkait dengan penggunaan mata uang tunggal yakni Euro yang nantinya akan dipakai semua negara anggota. Serta kebijakan terkait imigran yaitu Freedom of Movement (Stefanie, 2022). Kebijakan tersebut mewajibkan Inggris untuk membuka perbatasan keamanan negara dan imigran dapat dengan bebas masuk serta menetap di negaranya. Hal tersebut tidak dapat diterima Inggrip karena dianggap dapat mengancam keberadaan masyarakat asli Inggris. Selain itu, keinginan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa didukung oleh kelompok masyarakat yang merasa bahwa Uni Eropa telah melanggar kedaulatan Inggris dalam berbagai aspek kehidupan mereka (Stefanie, 2022). Perbedaan pendapat yang sering terjadi antara Inggris dengan Uni Eropa mengenai regulasi yang dibuat untuk mencapai adanya kesetaraan bagi negara-negara anggota Uni Eropa juga makin mendorong tercapainya Brexit. Inggris dengan tegas ingin menekankan batas-batas dalam wilayahnya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya banyak pergesekan pendapat antara Inggris dan Uni Eropa. 

Hasil pemilihan masyarakat Inggris yang melakukan referendum untuk memutuskan posisi keanggotaan nya dalam Uni Eropa terbelah menjadi dua. Masyarakat Inggris yang memilih untuk meninggalkan Uni Eropa berjumlah sebanyak 51,9% suara, sedangkan masyarakat Inggris yang memilih untuk tetap tinggal dalam Uni Eropa menghasilkan sebanyak 48,1% suara. Jumlah suara tersebut merupakan hasil referendum yang diikuti oleh 30 juta pemilih yang merupakan 71,8% penduduk yang memiliki hak pilih. Dengan jumlah suara tersebut dan disertai evaluasi serta peninjauan kembali, akhirnya Inggris resmi keluar dari Uni Eropa pada tanggal 31 Januari 2020. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa menandakan beralihnya regulasi pengganti untuk perjalanan, perdagangan, imigrasi, dan kerja sama keamanan di Inggris.

LANDASAN TEORI

Penulis melalui pembahasan landasan teori berusaha untuk menjelaskan paradigma teori yang terkait dengan topik makalah ini. Penulis menggunakan teori neorealisme sebagai dasar penyusunan hipotesis penelitian yang dapat membantu dalam proses penelitian makalah ini. Penggunaan teori neorealisme diharapkan dapat menjelaskan perspektif, konsep, analisa, dan teori yang relevan dengan topik pengaruh referendum Brexit terhadap dinamika politik Inggris. 

Teori neorealisme adalah teori yang berfokus pada struktur sistem internasional dan pengaruhnya terhadap perilaku suatu negara. Menurut neorealisme, sistem internasional yang anarkis dapat menjelaskan perilaku akumulasi power oleh suatu negara. Teori neorealisme ditemukan oleh Kenneth Waltz seorang ilmuwan politik yang berasal dari Amerika. Teori neorealisme menurut Waltz memberikan gambaran mengenai pandangan power sebagai sarana untuk mencapai tujuan negara atau kepentingan negara yaitu, keamanan, dan kelangsungan hidup negara. Kelompok neorealisme menggangap kerja sama dapat terwujud dengan melihat tingkat kepentingan akan power suatu negara (Pradana, 2022).

Teori neorealisme memandang setiap negara sama dalam konteks budaya, ideologi, dan konstitusinya, tetapi berbeda kapabilitas power yang dimiliki setiap negaranya (Suryanti, 2021). Makna power dalam teori neorealisme adalah sebagai aspek material. Menurut kaum neorealisme, terwujudnya keamanan nasional merupakan tujuan akhir dari semua negara. Power digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan cita-cita negara yaitu keamanan nasional serta keberlangsungan hidup negara (Pradana, 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun