Perlahan-lahan burung itu terbang tidak jauh dari permukaan air. Ia dengan leluasa merasakan arah angin yang berlawanan dengan sayapnya. Mengawasi mahkluk hidup lain yang berada di bawahnya adala hal yang saya bayangkan ketika melihat Pterodactyl,patung kinetik karya Septian Hariyoga.
Dipamerkan bersama 31 karya seniman lainnya di pameran SKALA TRIENAL PATUNG INDONESIA #3yang diadakan di Galeri Nasional Indonesia (07 September- 26 September 2017), karya yang berdimensi 160x60x60 cm ini mempunyai sayap burung Pterodactyl, burung purba sebagai fokus utama dalam karyanya.
Saya menatap karya Septian dengan kagum karena perbedaan yang ditawarkan Pterodactylsebagai satu-satunya patung kinetik di ruang pamer. Tidak hanya itu saja yang membuat karyanya terasa spesial, jiwa perupa pun terasa.
"Kepakan sayap PTERODACTYLyang lamban itu sendiri adalah wujud meditasi bagi saya," Â katanya. Karya itu terkesan elegan namun meditatif lewat kepakan sayap patung mekanis tersebut yang lamban.
Material yang dipakai seperti dural, kuningan, gir besi dan motor listrik DC 9V ini merefleksikan kepribadian Septian Hariyoga yang keras, tangguh namun lembut. Karakter itu menantang pengunjung untuk tetap tenang dan sabar dalam mengamati karyanya yang kontradiktif ini.
Barangkali ini yang dimaksud Septian Hariyoga dengan tindakan meditasi, pernyataan yang ia upayakan dengan cara memindahkan emosinya menjadi suatu karya seni.
Sinkroniasi media Pterodactyldengan musik juga dirasakan perupa Sunaryo saat karya itu dipajang di acara musik bertajuk OBLIVIONdi Wot Batu pada hari Minggu, 17 September 2017.
Lahir pada tanggal 4 September 1977 di Kota Jakarta, Indonesia,minatnya pada seni muncul setelah diajak ayahnya berjalan- jalan ke Pasar Seni. Aneka karya seni yang dipajang menginspirasinya untuk menjadi seniman.
Ia mulai berkarya padai tahun 1980-an, saat mengikuti kontes taah liat, ia membuat figur seekor kambing. Sementara peserta lomba yang lain kebanyakan membuat asbak rokok. "Setiap tahun pasti mereka selalu membuat asbak rokok. Padahal tidak ada larangan membuat figur yang lain" uangkap ayah dari 2 anak ini.
Kontes tanah liat itu membuat Septian Hariyoga berikhtiar untuk menjadi seniman, menjadi seorang yang mampu mengkondisikan diri dengan berbagai macam keadaan, berbagai macam lapisan masyarakat, seorang yang berbeda dari orang lain.
Mengikuti keinginan berkeseniannya, Septian melanjutkan jenjang pendidikan tingginya ke Institut Teknologi Nasional (ITENAS). ia memilih  jurusan Desain Produk sambil kuliah ganda di jurusan Seni Patung di Institut Teknologi Bandung (ITB). Perkuliahan menjadi maasa yang sangat sibuk. Dosen jurusan Desain Produk banyak memberi tugas."Tapi saya tetap ingin menjadi seniman, makanya pada saat yang sama saya juga belajar seni patung di ITB, jadi tidak ada waktu untuk main- main." katanya. Kerja keras selama menempuh pendidikan tingginya itu menjadikan Septian Hariyoga sebagai sosok yang mandiri, cerdas dan teratur.