Paradigma interpretif dalam riset akuntansi hadir sebagai salah satu wujud dari kritik atas paradigma positif yang telah lama menjadi dominasi dalam penelitian atau riset akuntansi.
Paradigma interpretif merupakan paradigma yang me- mandang bahwa kebenaran, realitas atau kehidupan nyata tidak memiliki satu sisi, tetapi dapat memiliki banyak sisi, sehingga dapat dikaji dari berbagai sudut pandang. Sehingga tingkat subyektifitas dari paradigma interpretif sangatlah tinggi.
Paradigma Interpretif pada Penelitian Akuntansi Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperdalam pemahaman mengenai Penelitian Akuntansi Interpretif (PAI), memberikan penjelasan mengenai keunggulan dan keterbatasan PAI dan menelisik kurangnya PAI di Indonesia berdasarkan penelitian yang terbit pada SNA, SNAV, (2013-2015), dan jurnal akuntansi terakreditasi nasional (2012-2014). Penelitian menggunakan metode studi kasus. Penelitian menunjukkan bahwa praktik akuntansi yang berkaitan dengan manusia, budaya dan agama merupakan alasan bahwa paradigma interpretif merupakan metode penelitian yang tepat. Namun, jumlah PAI di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan dominasi penelitian positif.
Paradigma positif dianggap tidak dapat memberikan gambaran atau hasil secara nyata atas kejadian yang sebenarnya karena menganggap data sebagai value free padahal sarat akan nilai sosial dan menganggap hasil riset sebagai hasil yang umum atau general. Tantangan bagi peneliti akuntansi yang menggunakan paradigma interpretif adalah jangan sampai membahas ilmu sosial, budaya, ataupun psikologi lebih banyak daripada akuntansinya, terutama bagi peneliti pemula. Penulis memberikan opini bahwa sepuluh jenis klasifikasi pada akuntansi keperilakuan dapat dijadikan panduan bagi peneliti yang melakukan riset dengan paradigma interpretif agar tidak keluar jalur dari akuntansi
Paradigma memiliki sejumlah arti yang berbeda. Paradigma bisa diartikan sebagai daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut. Lalu, paradigma juga diartikan sebagai model dalam teori ilmu pengetahuan.
Dalam sains dan filsafat, paradigma adalah seperangkat konsep atau pola pemikiran yang berbeda, termasuk teori, metode penelitian, postulat, dan standar untuk apa yang merupakan kontribusi yang sah untuk suatu bidang. Paradigma dipandang sebagai suatu hal yang penting karena kemampuannya membedah realitas empirik dan keluwesannya dalam menyikapi persoalan yang akan dipecahkan. Dengan kata lain, paradigma adalah suatu sudut pandang yang dipakai untuk memahami suatu fenomena secara lebih lengkap.
Fungsi dari paradigma adalah untuk menjadi dasar bagi seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan tujuan paradigma sendiri, yaitu membentuk kerangka pemikiran dalam mendekati dan terlibat dengan berbagai hal atau dengan orang lain.
Ada dua paradigma yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah, yaitu paradigma ilmiah dan paradigma alamiah. Paradigma ilmiah merupakan keseluruhan sistem dalam berpikir yang mencakup pada asumsi dasar, pertanyaan yang harus dijawab atau puzzle/ teka-teki yang harus dipecahkan. Sedangkan paradigma alamiah metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi.
Perbedaan paradigma ilmiah dan alamiah yaitu, Penelitian ilmiah pada umumnya menggunakan proses logika-hipotetiko-verivikatif, sedangkan penelitian alamiah pada umumnya menggunakan proses sirkuler.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H