Beberapa waktu yang lalu, muncul beberapa berita yang mengatakan bahwa kualitas udara di dunia memburuk. Kualitas udara yang memburuk disebabkan oleh perubahan iklim global yang ekstrem, pembakaran bahan bakar fosil dan polusi karbon. Seperti yang dilansir The Guardian pada Kamis, 15 Juni 2023, seorang ilmuan iklim dari University of Pennsylvania, Michael Mann, juga mengatakan "Anomali suhu permukaan global saat ini berada pada atau mendekati level rekor, dan 2023 hampir pasti akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah".
Lalu bagaimana kenaikan gelombang panas dapat mempengaruhi kualitas udara di dunia? Berdasarkan artikel IQAir, saat suhu udara meningkat maka polusi udara juga dapat meningkat. Kemudian peningkatan gelombang panas dan melonjaknya tingkat ozon saling beriringan. Dikatakan bahwa "ozon yang berada di permukaan tanah adalah polutan kimiawi yang dihasilkan dari reaksi antara sinar matahari, oksigen, dan dua partikel polusi udara: nitrogen oksida dan senyawa organik yang mudah menguap", salah satu cara pencegahan meningkatnya kualitas udara buruk karena kadar ozon yang tinggi dapat dilakukan dengan cara mengurangi nitrogen oksida dan senyawa organik yang mudah menguap. Pada situasi ini dapat dilakukan dengan membatasi atau menyingkirkan sumbernya, terutama pembakaran kayu dan bahan bakar fosil.
Berdasarkan data Air Quality Index (AQI), Jakarta menduduki peringkat 2 dengan kualitas udara tidak sehat bagi kelompok yang sensitif, sedangkan kota yang menduduki peringkat pertama adalah Riyadh, Arab Saudi dengan kategori kualitas udara tidak sehat per pukul 12.00 WIB, Rabu, 21 Juni 2023.
Hari ini Indonesia dengan kategori kualitas udara tidak sehat bagi kelompok yang sensitif, maka masyarakat perlu berhati-hati dengan polusi udara tersebut. Beberapa upaya melindungi diri dari polusi udara, dalam website AQI menyarankan masyarakat untuk sebaiknya menggunakan masker saat di luar ruangan, melakukan pembersihan atau penyaringan udara seperti menggunakan air purifier di dalam ruangan, disarankan untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan, dan tutuplah jendela untuk menghindari udara luar yang kotor.
Walaupun masyarakat di belahan dunia telah memakai masker selama kurang lebih 2 tahun lamanya saat pandemi covid-19, urgensi dalam pemakaian masker pada saat ini juga dibutuhkan. Akibat polusi udara yang buruk dapat mempengaruhi kesehatan paru-paru dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Selain pemakaian masker sebagai bentuk preventif dari terkenanya penyakit akibat polusi udara, untuk menekankan polusi udara di Jakarta, saat ini pemerintah sedang melakukan upaya untuk peralihan kendaraan dari bahan bakar minyak ke energi listrik untuk mengurangi emisi karbon. Dalam siaran press Direktur Utama PT PLN (Persero), penggunaan kendaraan listrik dipercaya dapat mengurangi emisi 56 persen.
Maka dari itu, ayo bersama-sama lindungi bumi dari pemanasan global dengan cara mengurangi pembakaran bahan bakar fosil dan polusi karbon. Lundungi juga keluarga dan orang yang anda cintai dari polusi udara dengan cara memakai masker saat di luar ruangan dan beralih ke kendaraan listrik guna mengurangi emisi karbon di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H