Mohon tunggu...
Tasya ALDIANI
Tasya ALDIANI Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Halo, saya Tasya Aldiani. Saya adalah seorang mahasiswa dari Universitan Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan sejarah Peradaban Islam. Saya memiliki minat dalam dunia literasi dan perjalanan. Saya suka menjelajahi tempat - tempat baru dan membagikan pengalaman serta kisah - kisah inspiratif melalui tulisan. Saya juga aktif dalam mengajar, di mana saya mengajar anak - anak untuk suka membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

DARI SURAU KE HARVARD: Perjalanan Moderasi Islam HAMKA Yang Terlupa

17 Desember 2024   22:27 Diperbarui: 17 Desember 2024   22:39 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inilah Surau tempat dimana Buya Hamka kecil menimba ilmu : https://images.app.goo.gl/EEx59zqwWJSf9FxS6

Ketika berbicara tentang moderisasi Islam di Indonesia, nama Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) seringkali terlupa di tengah hiruk pikuk perdebatan kontemporer. Padahal, perjalanan intelektual ulama kelahiran Maninjau ini menawarkan blueprint yang sempurna tentang bagaimana Islam moderat dapat berdialog dengan modernitas tanpa kehilangan akar tradisinya.

Inilah Surau tempat dimana Buya Hamka kecil menimba ilmu : https://images.app.goo.gl/EEx59zqwWJSf9FxS6
Inilah Surau tempat dimana Buya Hamka kecil menimba ilmu : https://images.app.goo.gl/EEx59zqwWJSf9FxS6

Bermula dari surau kecil di Minangkabau, HAMKA muda menunjukkan bahwa keterbatasan formal bukanlah penghalang untuk bermimpi besar. Autodidak yang tekun ini bahkan berhasil membuktikan bahwa khazanah Islam klasik dapat berdialog secara setara dengan pemikiran modern di level internasional. Karya monumentalnya, Tafsir Al-Azhar, yang ditulis di masa penahanan politik, justru menjadi bukti bagaimana moderasi Islam dapat lahir pergulatan prsonal yang mendalam.

Yang menarik, HAMKA tidak pernah menempuh pendidikan formal di Harvard. Namun, pemikirannya tentang Islam yang moderat, inklusif, dan berkemajuan telah membawa karyanya dikaji di berbagai universitas terkemuka di dunia, termasuk Harvard. Ini membuktikan bahwa kearifan lokal yang dipadukan dengan keterbukaan pemikiran dapat menghasilkan perspektif yang universal.

Moderasi Islam ala HAMKA tidak sekedar kompromi kosong antara tradisi dan modernitas. Melalui karya-karyanya seperti "Tasawuf Modern" dan "Islam dan Modernisasi", ia menunjukkan bahwa spritualitas Islam justru dapat menjadi pondasi kokoh untuk menghadapi tantangan zaman modern. Ia membuktikan bahwa seorang muslim bisa sekaligus menjadi ulama tradisional, sastrawan modern, dan intelektual publik tanpa harus kehilangan identitasnya.

Di era dimana ekstremisme dan liberalisme saling tarik menarik, pembelajaran dari HAMKA menjadi sangat relevan. Ia mengjarkan bahwa moderasi bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan. Moderasi adalah kemampuan untuk tetap teguh pada prinsip sambil tetap membuka diri pada pembaruan yang konstruktif. 

Sayangnya, aspek moderasi dalam pemikiran HAMKA sering terlewatkan dalam diskursus Islam kontemporer. Padahal formulanya sederhana namun mendalam : teguh dalam prinsip, luwes dalam pendekatan, dan selalu mengedepankan kemaslahatan umat. Inilah moderasi Islam yang tidak terjebak pada simbolisme kosong atau atau libelarisme tanpa akar.

Perjalanan HAMKA dari surau ke pengakuan Harvard mengjarkan kita bahwa moderasi Islam bukanlah konsep impor, melainkan telah mengakar dalam tradisi keilmuan nusantara. Di tengah maraknya radikalisme dan ekstremisme, sudah saatnya kita menengok kembali warisan intelektual HAMKA sebagai peta jalan menuju Islam yang moderat, berkemajuan, namun tetap berkarakter keindonesiaan. 

Moderasi Islam ala HAMKA adalah moderasi yang hidup, yang lahir dari pergulatan nyata antara teks dan konteks, antara idealisme dan realitas. Inilah warisan yang perlu kita gali dan kembangkan untuk menjawab tantangan zaman, dimana agama dituntut untuk tidak sekedar menjadi pedoman ritual, tetapi juga panduan dalam menghadapi kompleksitas kehidupan modern. 

Dari surau kecil di Maninjau hingga ke ruang - ruang diskusi di Harvard, HAMKA telah menorehkan jejak moderasi Islam yang patut kita telusuri kembali. Sebab dalam jejaknya, tersimpan kunci untuk memahami bagaimana menjadi muslim modern tanpa kehilangan akar, bagaimana menjadi global tanpa kehilangan identitas lokal, dan bagaimana menjadi moderat tanpa kehilangan prinsip.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun