Mohon tunggu...
Tasya MonaNabhita
Tasya MonaNabhita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Aplikasi tiktok sebagai standarisasi hidup bersosial lingkungan

27 Desember 2024   10:45 Diperbarui: 27 Desember 2024   10:46 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Aplikasi Tiktok Sebagai Standarisasi hidup bersosial lingkungan
 
Aplikasi tiktok merupakan sebuah aplikasi platform media sosial yang memungkinkan penggunanya untuk membuat, menonton, dan berbagi video pendek. Video yang dibuat di TikTok bisa berdurasi hingga 30 menit dan didukung dengan fitur musik, filter, dan efek suara. Popularitasnya di dunia meningkat pesat, terutama di kalangan audiens yang lebih muda. Algoritme platform ini sangat efektif dalam menyusun konten yang dipersonalisasi untuk pengguna, membuat mereka tetap terlibat dengan menyarankan video yang sesuai dengan minat mereka. Salah satu kekuatan utama TikTok terletak pada kesederhanaan dan aksesibilitasnya, yang memungkinkan pengguna dari segala usia untuk membuat dan berbagi konten dengan mudah. TikTok memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri mereka secara kreatif, sering kali dengan cara yang lucu atau relevan, menjadikannya ruang tempat hiburan dan keterlibatan sosial bersinggungan.
Di sisi positifnya, TikTok dipuji karena kemampuannya untuk menumbuhkan kreativitas dan ekspresi diri. TikTok menyediakan platform tempat pengguna dapat menunjukkan bakat mereka, baik melalui musik, tari, memasak, komedi, atau bidang khusus lainnya. Bagi merek dan bisnis, TikTok menawarkan peluang pemasaran yang unik untuk menjangkau konsumen yang lebih muda dan paham teknologi. Sifat viral konten di TikTok memungkinkan kreator dan merek untuk mendapatkan visibilitas besar dalam waktu singkat, menciptakan peluang untuk tren viral, promosi produk, dan peningkatan pengenalan merek. Selain itu, TikTok telah menjadi platform untuk belajar, dengan tutorial dan video informasi yang tak terhitung jumlahnya yang mencakup berbagai topik, mulai dari kiat hidup hingga mata pelajaran akademis, yang memungkinkan pengguna untuk mendapatkan pengetahuan dalam format yang menarik dan mudah dicerna.
Namun, TikTok juga memiliki banyak aspek negatif. Salah satu masalah utama adalah dampaknya terhadap kesehatan mental. Paparan terus-menerus terhadap versi kehidupan yang dikurasi dan sering kali diidealkan dapat menyebabkan perasaan tidak mampu, membandingkan diri sendiri, dan kecemasan, terutama di kalangan pengguna yang lebih muda. Tekanan untuk mendapatkan like, pengikut, dan view dapat menyebabkan persaingan dan stres yang tidak sehat. Lebih jauh, algoritma TikTok, yang memprioritaskan konten berdasarkan keterlibatan, terkadang dapat mempromosikan video yang sensasional atau kontroversial, yang menyebabkan penyebaran informasi yang salah atau konten yang berbahaya. Masalah lainnya adalah potensi kecanduan aplikasi tersebut. Dengan fitur gulir tanpa akhir dan umpan video yang sangat personal, pengguna dapat menghabiskan waktu berjam-jam di platform tersebut, yang berpotensi mengabaikan tanggung jawab atau pengalaman di kehidupan nyata.
Dalam hal perannya di lingkungan sosial, TikTok telah memengaruhi tren dalam mode, musik, dan bahkan gerakan sosial secara signifikan. TikTok telah menjadi tempat di mana tantangan dan tarian viral dapat dengan cepat memengaruhi budaya populer, yang sering kali menyebar ke media arus utama. TikTok juga berperan dalam mendemokratisasi ketenaran, karena individu dari semua latar belakang memiliki kesempatan untuk menjadi viral, terlepas dari pengakuan publik mereka sebelumnya. Hal ini telah menciptakan bentuk selebritas baru, di mana para influencer dan kreator konten memperoleh pengaruh dan pengikut yang signifikan berdasarkan kehadiran mereka di TikTok. Selain itu, TikTok telah menjadi ruang untuk aktivisme politik dan perubahan sosial, dengan gerakan yang mendapatkan daya tarik melalui kampanye viral dan gerakan tagar yang mendorong kesadaran dan partisipasi sosial.
TikTok bahkan telah begitu mengakar dalam kehidupan sehari-hari banyak orang sehingga dipandang sebagai standar hidup bagi sebagian orang, terutama generasi muda. Platform ini telah menciptakan budaya digital baru di mana tren, bahasa gaul, dan perilaku dengan cepat diadopsi dan ditiru di seluruh kelompok sosial. Kemampuan aplikasi untuk mencerminkan sifat budaya internet yang serba cepat berarti bahwa TikTok terus berkembang, menentukan corak cara individu berkomunikasi, berbagi pengalaman, dan mendefinisikan identitas. Hasilnya, TikTok dapat membentuk norma dan ekspektasi budaya, terutama karena TikTok semakin terkait dengan gaya hidup, hiburan, dan keterlibatan sosial. Bagi banyak orang, aktif di TikTok bukan sekadar hobi, tetapi bagian penting dari identitas sosial mereka, yang memengaruhi segala hal mulai dari pilihan karier hingga minat dan hubungan pribadi. Hal ini menjadikan TikTok sebagai standar hidup, yang memengaruhi cara individu berinteraksi dengan media, budaya, dan satu sama lain di dunia digital modern.
Banyak dari masyarakat sosial saat ini sangat bergantung pada tiktok apalagi dalam berkehidupan sosial, dari banyaknya kalangan muda yang membuat menjadi inspirasi untuk mereka yang menonton. Kebanyakan kalangan muda terutama mahasiswa yang menjadi pasar platform TikTok. Bahkan mereka berlomba lomba untuk membuat video dengan views jutaan atau biasa disebut FYP. FYP atau kepanjangannya Four Your Page merupakan lama depan TikTok yang tentunya menjadi sorotan utama disetiap akun masing masing. Tentunya FYP ini berbeda beda tergantung kita sedang mencari apa dan sedang menonton apa maka algoritma TikTok akan berjalan selaras dengan apa yang kita inginkan. Mayoritas FYP golongan muda ini berupa fashion, lifestyle, ataupun gaya bahasa.
Pengaruh FYP ini mendapat dampak buruk bagi masyarakat terutama kawula muda dalam bersosialita. Seperti penggunaan smartphone iphone yang menjadi tolak ukur kekerenan seseorang, atau bahkan nongkrong menggunakan mobil, hingga cara berpakaian yang mengedepankan merk daripada fungsii. Hal tersebut menjadi peyimpangan yang tentunya berkaitan dengan norma dan standar pada masyarakat pada umumnya saat ini. Dampak negatif lainnya adalah potensi perundungan siber dan pengucilan sosial. Budaya popularitas dan kesuksesan viral TikTok dapat memperburuk perasaan terisolasi bagi mereka yang berjuang untuk mendapatkan pengikut atau keterlibatan pada konten mereka. Di Indonesia, di mana hubungan sosial dan reputasi sering kali sangat dihargai, kegagalan mendapatkan pengakuan di TikTok dapat menyebabkan pengucilan sosial atau stigmatisasi. Hal ini dapat sangat merugikan bagi kaum muda, yang masih dalam proses mengembangkan rasa harga diri mereka. Sifat viral platform ini terkadang juga mendorong perilaku yang merugikan, karena pengguna dapat terlibat dalam tindakan yang berlebihan dan mencari perhatian agar menjadi viral, mengabaikan potensi konsekuensinya terhadap reputasi dan kesehatan mental mereka.
Salah satu kekhawatiran utama adalah tekanan untuk mengikuti tren viral dan persona daring, yang dapat menciptakan ekspektasi yang tidak realistis. Banyak anak muda Indonesia mungkin merasa terdorong untuk berpartisipasi dalam tantangan viral, menggunakan musik yang sedang tren, atau mengadopsi gaya busana tertentu hanya untuk diterima atau mendapatkan validasi sosial. Hal ini sering kali menyebabkan kurangnya individualitas dan ekspresi diri, karena mereka mungkin lebih fokus meniru tren daripada mengekspresikan diri mereka yang sebenarnya. Perbandingan terus-menerus dengan versi kehidupan orang lain yang sangat dikurasi dan diidealkan juga dapat berkontribusi pada perasaan tidak mampu, masalah citra tubuh, dan harga diri yang rendah, terutama ketika pengguna tidak menerima tingkat perhatian atau persetujuan yang sama seperti influencer atau teman sebaya.
Selain itu, penyebaran konten yang meluas di TikTok telah menyebabkan normalisasi perilaku tertentu, beberapa di antaranya mungkin tidak cocok untuk audiens yang lebih muda. Misalnya, TikTok sering kali mempromosikan tren yang mengutamakan aspek yang dangkal, seperti penampilan dan popularitas, daripada pencapaian yang berarti atau pertumbuhan pribadi. Hal ini dapat memengaruhi nilai dan prioritas kaum muda Indonesia, yang mungkin menjadi lebih fokus untuk mendapatkan like dan pengikut daripada mengejar pendidikan, pengembangan karier, atau membina hubungan yang berarti. Seiring TikTok menjadi bagian dominan yang makin menonjol dalam kehidupan sosial, tekanan untuk mematuhi standar-standar sosial ini dapat memengaruhi pilihan dan perilaku kaum muda secara negatif, yang berujung pada generasi yang nilai-nilai virtualnya lebih mengutamakan pencapaian di dunia nyata dan kesejahteraan pribadi.
TikTok telah memainkan peran penting dalam menciptakan standarisasi sosial, khususnya di kalangan generasi muda. Algoritme platform tersebut menyusun konten berdasarkan minat pengguna, yang mengarah pada budaya global bersama di mana tren, tantangan, dan meme tertentu memperoleh status viral. Hal ini menciptakan pengalaman sosial terpadu di mana individu di berbagai wilayah dan latar belakang terlibat dengan konten yang serupa, yang berkontribusi pada rasa kesamaan. Hasilnya, TikTok telah menetapkan standar digital untuk hiburan, yang memengaruhi segala hal mulai dari mode dan musik hingga perilaku sosial dan bahkan bahasa. Tren di TikTok dapat dengan cepat menjadi arus utama, dan kemampuan aplikasi untuk menciptakan momen viral telah memperkuat perannya dalam membentuk budaya anak muda kontemporer.
Standarisasi ini melampaui hiburan, dengan TikTok memengaruhi cara orang berkomunikasi dan terlibat satu sama lain. Penggunaan tagar populer, tantangan viral, dan soundtrack atau tarian tertentu telah menjadi norma sosial di platform tersebut, dengan pengguna sering kali meniru tren ini agar sesuai dengan pengalaman pribadi mereka. Hasilnya, TikTok menumbuhkan rasa memiliki dan kohesi sosial di antara para penggunanya, karena individu merasa terdorong untuk berpartisipasi dalam tren ini untuk mempertahankan relevansi di masyarakat. Selain itu, platform ini telah mengembangkan bentuk identitas daring baru, di mana pengguna sering kali menyusun persona mereka berdasarkan tren dan tantangan populer, menyelaraskan kehadiran sosial mereka dengan apa yang sedang tren dan dapat diterima di aplikasi tersebut.
Standarisasi sosial yang diciptakan oleh TikTok juga meluas ke dalam budaya pemasaran dan influencer. Merek dan influencer kini mengakui TikTok sebagai ruang penting untuk menjangkau dan melibatkan audiens, yang mengarah pada keseragaman dalam cara produk dan pesan dipromosikan. Influencer sering kali membuat konten yang mencerminkan tren TikTok terkini, dan merek mensponsori tantangan viral atau menggunakan suara TikTok populer dalam kampanye iklan mereka. Hal ini semakin memperkuat gagasan tentang pendekatan standar terhadap keterlibatan media sosial, di mana perilaku, estetika, dan tren yang dipromosikan di TikTok membentuk ekspektasi budaya yang lebih luas. Dengan demikian, TikTok tidak hanya menjadi platform untuk hiburan, tetapi juga alat yang ampuh untuk mendefinisikan norma dan ekspektasi sosial di era digital.
 
KESIMPULAN
TikTok adalah platform media sosial yang memungkinkan penggunanya membuat, menonton, dan berbagi video pendek dengan fitur kreatif seperti musik, filter, dan efek suara. Popularitasnya yang pesat, terutama di kalangan generasi muda, didukung oleh algoritma yang mempersonalisasi konten sesuai minat pengguna. TikTok menjadi ruang untuk ekspresi diri, kreativitas, dan hiburan, serta menyediakan peluang unik bagi individu dan bisnis untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Selain itu, platform ini memengaruhi tren global dalam mode, musik, dan budaya, serta menawarkan konten edukatif dan inspiratif melalui format yang menarik.
Namun, TikTok juga memiliki dampak negatif, termasuk potensi kecanduan, tekanan sosial, dan risiko terhadap kesehatan mental akibat perbandingan sosial dan ekspektasi tidak realistis. Standarisasi konten melalui fitur FYP (For Your Page) sering kali mendorong pengguna untuk mengikuti tren demi validasi sosial, yang dapat mengorbankan individualitas. Selain itu, budaya popularitas di TikTok dapat memicu perundungan siber dan memperkuat nilai-nilai dangkal seperti penampilan dan popularitas dibandingkan pencapaian bermakna. Meskipun memiliki manfaat, TikTok memengaruhi cara individu berkomunikasi, membentuk identitas, dan berinteraksi dalam budaya digital modern.
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Andini, A. P. (2022). Hubungan Penerimaan Diri Dengan Body Image Pada Remaja Putri Yang Aktif Melihat Video Tiktok. Jurnal Penelitian Psikologi, 1-12.
Azizah, O. V. N., & Zahid, A. (2023). Identitas Diri Perempuan Muslim Generasi Z (Studi Kasus Pengguna Tiktok Mahasiswa Febi 2019 Uin Satu Tulungagung). Pute Waya: Sociology Of Religion Journal, 4(1), 42-62.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun