Mohon tunggu...
Taswin Munier
Taswin Munier Mohon Tunggu... -

masih optimis bahwa laut, nelayan & pemerintah dapat bersatu dengan semesta menyelamatkan ikan dan orang Indonesia dari kepunahan

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Romansa Inggris-Jerman Terulang di Senayan

21 November 2011   18:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:22 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

[caption id="attachment_144957" align="aligncenter" width="308" caption="supporter timnas dalam laga melawan Malaysia"] [/caption] Sorak sorai para hooligans pada 4 Juli 1990 di dalam dan di pelataran parkir Stadio Delle Alpi, Turin, Italia tidak terbentung lagi. Semi final piala dunia, dan Inggris telah menahan imbang tim panzer jerman 1-1 hingga di akhir babak perpanjangan waktu. Skuad Inggris sangat yakin akan mampu mempecundangi tim Jerman di adu penalti dengan kemampuan individu Gary Linneker cs serta kemahiran kiper sekaligus kapten mereka,  Peter Shilton dalam mengantisipasi bola. Namun nasib berkata lain. The Lion heart takluk pada Lothar Matheus dkk dengan skor tipis 3-4. Nasib baik memihak tim asuhan Der Kaizer, Frans Backenbauer itu Menyakitkan tentu saja. Enam tahun kemudian di Wembley stadium London pada 26 Juni di semi final piala Euro 1996, kembali  Inggris berhasil memaksa Jerman bermain  imbang dengan skor 1-1 hingga akhir babak kedua di 2x15 menit tambahan. Seakan mengulang sejarah, kedua tim rival ini terlibat kembali adu penalti, yang oleh Inggris saat itu diyakini sebagai anugerah dari Yang Kuasa untuk membalas dendam mereka di Piala Dunia 1990. Dukungan penuh publik fanatik Inggris dan aura Wembley stadium yang menggetarkan lawan, seakan memastikan gelar juara Eropa telah ada di tangan Paul Gascoigne dan kawan-kawan.  Namun sekali lagi dewi fortuna lebih berpihak pada tim asuhan Berti Vogt.  Inggris kembali takluk dengan skor adu penalti 5-6, setelah sebelumnya sempat imbang 5-5. Kekalahan sangat tipis yang disaksikan oleh publiknya sendiri, di stadion kebanggan mereka, Wembley. Hanya satu tendangan, yang mematahkan semua asa untuk membalas dendam mereka dan menjadi calon juara Eropa. Apa yang kita saksikan malam ini tidak lebih menyesakkan dada dari apa yang dialami oleh skuad Inggris dan diratapi oleh fans fanatik dan publik mereka  selama bertahun-tahun. Malaysia telah menang telak di final Piala AFF akhir tahun lalu, disaksikan langsung puluhan ribu pencinta bola di stadion Gelora Bung Karno, saat gairah dan cinta mereka ke tim PSSI sedang tinggi-tingginya. Saat kepiawaian mengolah bola dan ketampanan Firman Utina, Christian Gonzales, Irfan Bachdim dan lainnya mampu menyihir ibu-ibu dan remaja putri untuk berpaling dari sinetron dan tiba-tiba menjadi penggemar bola fanatik. Malam tadi, di final Sea Games XXVI, kembali harapan itu pupus dengan sangat menyakitkan, ketika melihat timnas Indonesia harus takluk dari Malaysia - lewat adu penalti dengan dengan skor tipis, 3-4, hasil perpanjangan waktu dari skor imbang 1-1. Sejarah pertemuan musuh bebuyutan Jerman-Inggris seakan terulang di Senayan malam ini. Tak kurang dari dua gol yang disarangkan ke gawang Malaysia oleh Titus Bonai (Tibo) dan Fredinand Sinagayang dianulir offside oleh wasit.  Berkali-kali shooting dari Andik, Egi dan Wanggai serta scrimmage di depan gawang Malaysia, tapi selalu melenceng atau gagal dieksekusi dengan baik Akhirnya, tendangan meleset Gunawan dan sapuan lambat Sinaga menyulap riuh rendah Senayan malam tadi menjadi keheningan, sekaligus memupuskan mimpi jutaan rakyat Indonesia melihat sang Merah Putih dikibarkan di lapangan hijau GBK setelah 18 tahun, Layaknya siaran ulang dari drama Wembley di Euro 1996, sakit yang sama kita rasakan. Namun entah ini sudah digariskan oleh Yang di Atas ataukah Dewi Fortuna yang seakan belum berpihak ke timnas, satu hal pasti, kekalahan timnas malam ini bukanlah karena skill yang kurang ataukah strategi yang salah. Layaknya sebuah cerita, ini adalah sepenggal tragedi atau konflik yang dengan alasan apapun, harus kita lewati -  sebelum menikmati akhir yang membahagiakan atau happy ending, where the prince and princess live happily ever after. Yakinlah bahwa kemenangan dan kekalahan akan datang silih berganti. Seperti Inggris yang kemudian dapat membalas kekalahannya atas Jerman di laga Euro dua tahun kemudian dan partai semi final Piala Dunia selanjutnya. Indonesia pun punya kesempatan yang sama untuk membalas dan membayar utang kemenangan yang tertunda- suatu hari nanti.Tentu saja, untuk mencapai itu setiap hati haruslah ikhlas dan yakin, bahwa kekalahan di suatu laga hanyalah drama satu babak dari sebuah serial panjang cerita kemenangan. So, tentu saja hanya waktu yang bisa membuktikan. Jakarta, 22 November 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun