Mohon tunggu...
Vyan Tashwirul Afkar
Vyan Tashwirul Afkar Mohon Tunggu... -

Kepala Dept. Kajian dan Aksi Strategis BEM FMIPA UI 2016 | Staff Dept. Kajian Strategis BEM UI 2015 | Penulis dan Pemikir | Mahasiswa Geografi FMIPA UI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Catatan Seorang Pelajar yang ‘Gagal’ SNMPTN

23 Mei 2015   12:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:41 3066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Semua pelajar SMA pasti sangat mengidam-idamkan bisa masuk PTN melalui SNMPTN atau yang sering dikenal dengan ‘Jalur Undangan’ itu. Betapa tidak, kita hanya perlu mengentri nilai raport, mengupload ini-itu, finalisasi, lalu membiarkan sistem yang bekerja. Lalu berdoa dan tawakkal kurang lebih satu bulan, sebelum akhirnya muncul pengumuman “Selamat Anda LOLOS Seleksi SNMPTN”. Nikmat yang luar biasa bukan? Begitu juga yang sangat aku harapkan dulu.

Hari-hari menjelang pengumuman SNMPTN aku gunakan untuk sharing dengan kakak kelas. Menanyakan bagaimana dulu perasaan mereka saat melihat pengumuman dan mereka dinyatakan tidak lolos. Beberapa di antaranya bilang, dia langsung down dan tidak punya minat belajar; ada yang menangis tersedu-sedu; ada yang putus asa dan phobia dengan soal sekaliber SBMPTN. Fyi nih, menurut panitianya, soal SBMPTN itu lima kali lebih sulit dibandingkan soal UN. Siapa yang tidak bergidik membayangkan mengerjakan soal-soal sulit itu dalam dua jam, untuk menentukan masa depan?

Sobat, aku masih ingat bagaimana perasaanku pertama kali melihat pengumuman SNMPTN yang bertepatan pukul 12.00 tanggal 27 Mei 2014. Waktu itu seusai sholat dzuhur, aku membaca banyak sekali doa sambil berharap semoga setelah ini mendapat kabar gembira. Lalu melalui opera mini ponselku, aku buka situs pengumuman SNMPTN. Dan ternyata, AKU TIDAK LOLOS! Sensasinya luar biasa sobat. Antara sangat sedih, putus asa, takut, tapi bersyukur. Kenapa bersyukur? Sepertinya memang fitrahnya manusia lebih suka untuk dibuat kecewa daripada menunggu dan digantungkan pada sesuatu yang belum jelas. Belum rejekiku sepertinya. Sayang sekali nilai raportku belum cukup bagus untuk menembus Teknik Lingkungan UI, targetku saat itu. Kecewa? Jelas. Sedih? Tentu.

Satu hal yang aku syukuri, bahwa aku tidak putus asa. Kesedihan karena kegagalan SNMPTN yang merudung seniorku, sesuai yang mereka ceritakan, tidak terjadi padaku. Aku punya banyak sekali teman yang menyupport agar tidak lekas menyerah. Waktu itu, ibuku memberi nasehat ‘Allah tidak meloloskan kamu di SNMPTN karena Dia percaya kamu bisa mengerjakan soal SBMPTN’. Sedikit menghibur. Aku yakin, Allah punya rencana lain.

Selanjutnya, dengan tenggang waktu 21 hari menuju hari H SBMPTN, aku harus mempersiapkan semuanya. Rasanya sedih sekali, ketika aku sadar bahwa aku telah banyak menyia-nyiakan waktuku selama di SMA. Mengapa begitu banyak pelajaran dan materi yang belum aku kuasai? Ngapain aja aku selama tiga tahun ini? Kenapa materi-materi SMA, yang seharusnya sudah pernah diajarkan, masih begitu susah untuk dikerjakan?

Empat hari setelah pengumuman SNMPTN, akhirnya SPAN-PTAIN diumumkan. Semacam SNMPTN namun khusus untuk seluruh UIN, PTAIN, STAIN, dan sekolah tinggi agama islam lainnya. Alhamdulillah, aku diterima di Teknik Informatika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini justru menimbulkan kebimbangan. Aku berada di antara dua pilihan sulit. Pertama, aku mengambil TI UIN JKT sehingga tidak perlu susah-susah mengerjakan soal tes masuk. Atau kedua, TI UIN JKT aku lepas, kemudian kembali fokus belajar, berusaha lagi, susah-susah lagi, untuk meraih tujuan awalku, UI? Sayangnya aku masih cukup idealis untuk mengejar mimpi. Aku putuskan, ikut SBMPTN dan SIMAK. Sebagaimana yang sering aku katakan: Jangan menurunkan target,tingkatkan usaha!

Sobat, aku punya sebuah kisah nyata yang sangat memotivasi dan menginspirasi. Tentang bagaimana Allah dengan takdir-Nya memiliki rencana yang jauh lebih indah dari nalar kita. Tentang kakak tingkatku di SMA Darul Ulum 2 Jombang, Nanda Najih. Ia adalah salah satu putra terbaik sekolahku. Ia langganan peringkat paralel dan punya segudang sertifikat juara lomba tingkat Nasional. Tapi Allah menggagalkannya dalam SNMPTN dan SBMPTN. Waktu itu, tujuannya adalah Pendidikan Dokter Universitas Airlangga. Setelah melalui berbagai seleksi masuk, akhirnya ia berjodoh dengan UI, Unpad, dan UNS. Dan ia memilih Teknik Geologi Universitas Padjadjaran. Beberapa tahun kemudian, ia sudah berkunjung ke banyak negara, mendapat Unpad Awards, dan menjadi Mahasiswa Berprestasi Unpad. Luar biasa bukan? Coba kita pikirkan sejenak, seandainya waktu itu Allah memasukkannya ke Unair, belum tentu semua yang saat ini didapat di Unpad juga akan didapatkannya. Inilah secercah bukti betapa kuasa dan takdir Allah jauh sangat indah dari rencana manusia.

Setelah melalui beberapa hari yang singkat untuk bimbel, tutor sebaya dan belajar mandiri, akhirnya hari H SBMPTN tiba. Aku ikut tes di panlok 46, UGM Jogjakarta. Sedih. Sedih sekali. Soal SBMPTN sangat sulit, sobat. Apalagi kemampuanku lebih dominan di IPS daripada IPA. I’m numerophobia.Sehingga berlembar-lembar soal Saintek ini terlihat begitu seram. Aku cuma bisa mengandalkan kemampuanku di bidang Biologi, Bahasa, dan TPA. Dan beberapa soal kimia yang bisa aku kerjakan. Untuk mapel Matematika Saintek, Matematika Dasar, dan Fisika, aku hanya mengerjakan masing-masing 4 soal. Itupun gambling keseluruhan. Dengan asumsi, seandainya beruntung betul satu, aku masih punya skor 1 (note: betul +4, salah -1). Kalau ternyata jawabanku yang asal tebak itu belum beruntung, matilah aku! (note: berdasarkan info yang beredar, seandainya ada nilai per mapel nol atau negatif, maka secara otomatis gagal SBMPTN). Oke, aku keluar dari ruang tes dengan muka kusut dan takut. Walaupun ketika ditanya, selalu bilang “Alhamdulillah lancar.” Hehe, kita harus selalu berpikir positif kan?

Lima hari setelah SBMPTN di Jogjakarta, aku ikut SIMAK UI di Surabaya. Alhamdulillah, soal simak yang kata orang ‘lebih sulit dari sbmptn’ bisa aku kerjakan dengan lancar. Syukurlah kali ini Allah benar-benar memudahkan. Setidaknya 60% soal bisa aku kerjakan dan yakin benar.

Dalam masa penantian, aku mempersiapkan semuanya. Aku tawakkal penuh kepada Allah. Aku sharing dengan kakak-kakak kelasku yang dulu ‘menunggu’ setahun berikutnya untuk bisa masuk universitas. Mempersiapkan kemungkinan terburuk, seandainya aku seperti mereka, harus menunggu setahun dan ikut tes lagi tahun depan. Aku berusaha membesarkan hati. Ada dua kemungkinan yang akan kami terima. Antara gagal atau berhasil. Manusia mana yang tidak siap berhasil? Tapi untuk gagal, banyak yang tidak siap. Jadi ku putuskan untuk bersiap-siap gagal. Aku sudah punya rencana untuk ikut bimbel setahun seandainya gagal. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasa punya keikhlasan untuk gagal; untuk mengembalikan semua usaha pada Allah; dan untuk siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan.

Aku sangat minder, sobat. Mengingat betapa aku kesulitan mengerjakan soal SBMPTN dulu. Apalagi setelah aku tahu, bahwa pendaftar SBMPTN ke UGM (yang juga aku ikuti) sebanyak 71 ribu lebih. Di antara mereka, hanya 2003 yang diterima. Apalagi ITB, pilihan pertamaku, pasti akan lebih banyak. Rasanya kerdil dan tidak berdaya. Betapa tidak, mengalahkan 31 anak di kelas saja aku tidak bisa.

16 Juli 2014 tiba, SBMPTN diumumkan. Menurutku, seandainya tidak lolos, siapapun sangat wajar untuk menangis. Sangat wajar untuk putus asa. Mengingat kami, para pejuang SBMPTN, telah banyak berusaha dan berdoa untuk ini. Kami ikut bimbingan belajar, mengerjakan berbagai latihan soal, menghafal banyak rumus, belajar siang-malam, dan berdoa lebih lama dari biasanya. Pukul 17.00 situs pengumuman dibuka. Sayang, ponselku tidak bisa mengakses. Berkali-kali tidak connect. Dalam hati sudah terbersit semacam firasat buruk: apakah ini artinya aku gagal? Karena mulai jengkel, aku meminta temanku untuk melihatkan. Subhanallah, alhamdulillah, allahu akbar! Ia bilang, aku lolos di Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada. Ini jelas bukan karena aku pintar dan bisa mengerjakan soal SBMPTN. Tapi karena Allah Maha Baik. Allah Maha Menepati Janji. Allah Maha Mendengar Doa. Allah Maha Mengabulkan Doa. Aku tersungkur, bersujud, dan –ehem- menangis.

Satu minggu kemudian, 23 Juli 2014, Allah kembali menunjukkan kuasa-Nya. Alhamdulillah, kabar gembira juga datang dari SIMAK UI. Universitas impianku, yang aku gagal meraihnya dalam SNMPTN, akhirnya membukakan pintu untukku. Aku diterima di Jurusan Geografi Universitas Indonesia. Subhanallah, tentu aku tidak akan mendapat ini semua apabila dulu aku memilih menyerah, mengendurkan mimpi, dan berhenti berusaha. Sekali lagi Allah membuktikan bahwa rencana-Nya selalu baik.

Hari ini, ketika aku mengetik catatan panjang ini, Allah mengingatkan aku pada mimpi usang yang bahkan sudah aku lupakan. Tadi pagi ketika aku membongkar tumpukan buku SMA, aku menemukan buku diary key of dates milikku. Di sana, di lembar pertengahan, tertanggal 20 Juli 2012 (aku masih kelas XI awal), aku pernah menulis: “Pengen diterima di 3 PTN sekaligus? Dih, terlalu khayal. Wkwkwk”. Lucu sekali bahwa hari ini, Allah mengingatkan aku padanya. Sebuah keisengan. Ah, betapa dramatis dan indah Allah mengatur hidup. Hikmahnya, seandainya dulu aku berhasil di SNMPTN, tentu mimpi itu tidak akan pernah terwujud. Tapi Allah mengatur takdir sedemikian rupa supaya ia menjadi nyata. Allah sedang menunjukkan kebesaran-Nya.

Tentunya, aku berdoa kepada adik-adik supaya kalian diterima di jalur SNMPTN. Semoga kalian tidak pernah menjumpai soal SBMPTN, SIMAK UI, UTUL UGM, dan berbagai tes masuk lainnya. Semoga kalian tergolong orang-orang yang beruntung untuk menerima anugerah besar itu. Namun seandainya belum lolos, tenang kawan, kata pepatah: banyak jalan menuju Roma. SNMPTN bukan satu-satunya jalur masuk ke perguruan tinggi negeri.

Jadi, siapapun Kau, yang mungkin tahun depan atau kapanpun tidak ditakdirkan untuk berhasil dalam SNMPTN; siapapun Kau yang setelah berjuang begitu lama belum juga dipertemukan dengan rejekimu; siapapun Kau yang harus menunggu setahun untuk diterima di universitas; tenanglah sobat, Allah punya rencana dan kuasa. Doaku yang disampaikan melalui keisengan saja dikabulkan, apalagi doamu dan doa kedua orang tuamu yang selalu terpanjatkan siang dan malam? Percayalah, ada kemudahan dalam setiap cobaan. Inna ma’al usri yusro.Terus semangat dan kejar mimpimu, sebab Allah akan memeluk mimpi-mimpi itu. “Kalian adalah orang-orang luar biasa, yang ditakdirkan untuk masuk perguruan tinggi dengan cara yang luar biasa pula.”

Depok, 4 Agustus 2014

Penakluk Mimpi,

Vyan Tashwirul Afkar

Teknik Informatika - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Biologi - Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Geografi - Universitas Indonesia Depok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun