Mohon tunggu...
Vyan Tashwirul Afkar
Vyan Tashwirul Afkar Mohon Tunggu... -

Kepala Dept. Kajian dan Aksi Strategis BEM FMIPA UI 2016 | Staff Dept. Kajian Strategis BEM UI 2015 | Penulis dan Pemikir | Mahasiswa Geografi FMIPA UI

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sebuah Pilihan: Islam dan Indonesia

23 Mei 2015   20:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:41 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pernah suatu kali saya ditanya oleh salah seorang sahabat, sebuah pertanyaan tiktok yang harus dijawab seketika tanpa berpikir lama-lama. Dalam kesempatan itu, teman saya menanyakan “Islam atau Indonesia?”. Mungkin karena kesempatan berpikir yang sangat singkat, waktu itu saya menjawab “Indonesia”. Jawaban tersebut muncul karena refleks. Sebagai hasil berpikir sepersekian detik–kalau tidak mau dibilang nggak mikir.

Hari ini, setelah saya memikirkan dan merenungkan pertanyaan itu kembali, saya menarik kesimpulan unik. ternyata berapapun waktu yang diberikan, sepertinya pilihan saya tetap pada “Indonesia”. Bukan karena Islam tidak penting buat saya. Bukan pula berdasarkan hadits yang katanya maudhu’ , tapi shohih maknanya: “hubbul wathan minal iman” (cinta tanah air sebagian dari iman). Tapi murni karena keberadaan Indonesia lah, umat Islam di nusantara mampu beribadah dengan khusyu’ dan khidmat.

Mari sejenak kita menelisik tragedi Rohingnya. Di tengah penolakan suaka berbagai negara, kelaparan, dan rasa sakit, mungkinkah muslim Rohingnya bisa sholat lima waktu di atas kapal dengan khusyu’ sebagaimana yang bisa dilakukan umat muslim di Indonesia? Tentu tidak.

Atau, mari kita lihat negara-negara Timur Tengah yang lebih ‘islami’ dibandingkan Indonesia. Ada sederet negara seperti Mesir, Libya, Yaman, Suriah, Irak, dan masih banyak lagi. Kesamaan di antara negara-negara tersebut yang patut kita garis bawahi, mengapa di negara tersebut terus terjadi konflik? dan ironisnya konflik-konflik tersebut justru terjadi antar umat Islam.

Di sinilah saya melihat bahwa Indonesia adalah negara yang sangat ideal. Mayoritas muslim tapi bukan negara Islam. Tercatat, 12,7 persen pemeluk Islam dunia berada di Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah manifestasi Islam itu sendiri. Cinta kasih, saling menghormati, dan toleransi. Indonesia mampu mengakomodasi berbagai suku, ras, dan agama dalam persatuan dan kesatuan. Kita tentu tahu pahlawan-pahlawan seperti Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Kapiten Pattimura dan Christina Masrtha Tiahahu. Ukhuwwah wathaniyah telah mengikat mereka semua ke dalam satu perjuangan untuk tujuan yang sama, Indonesia.

Jujur saya kecewa dengan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam, menuju khilafah islamiyyah dan sejenisnya. Yang katanya ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam kaffah. Apalagi yang terang-terangan menyatakan Pancasila dan UUD 1945 haram; Hormat pada Sang Merah Putih dikata syirik; dan lain sebagainya. Justru di mata saya gerakan-gerakan tersebut sangat berpotensi menebar permusuhan dan perpecahan. Bukankah Islam adalah rahmatan lil alamin?

Akhirnya, saya yakin bahwa kecintaan antara Indonesia dan Islam bukanlah dua hal yang akan saling mereduksi. Cinta kepada Islam harusnya mencintai ajaran-ajaran Allah yang disampaikan Muhammad. Termasuk di dalamnya persatuan, cinta, dan kerukunan. Sedangkan cinta kepada Indonesia, adalah wujud syukur karena negara adalah anugrah dari tuhan. Bukan sebagai pengingkaran eksistensi Islam.

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman. Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.“-QS. Ibrahim: 35. Sebuah bukti kedalaman cinta Ibrahim pada tanah airnya. (*)

seorang awam yang ingin menjadi Cendikiawan Muslim,
Afkar Vyan Tashwirul

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun