Mohon tunggu...
Taschiyatul Hikmiyah
Taschiyatul Hikmiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jadilah kamu dengan versi terbaik dari dirimu sendiri dan bermanfaat bagi orang lain. Instagram: @taschiyaa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rangkaian Tradisi Orang Jawa Ketika Membangun Rumah

10 Januari 2023   06:38 Diperbarui: 10 Januari 2023   07:31 11518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buat kamu yang berasal dari Jawa atau berdomisili di Jawa pasti sudah tidak asing lagi terhadap beragam tradisi yang dilakukan oleh orang jawa setiap momennya. Dibalik kata tradisi tentunya ada beragam kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat Jawa, sehingga tradisi ini terus dilakukan atau turun-temurun saat hendak membangun rumah.

Yuk, simak apa saja sih rangkaian tradisi yang dilakukan oleh orang jawa ketika membangun rumah dan bagaimana penjelasannya:

Pada tahap awal membangun rumah yaitu membuat pondasi. Prosesi ini sering disebut dengan istilah "Nduduk Pondasi". Nduduk berasal dari bahasa jawa yang memiliki arti "menggali", maksudnya yakni menggali tanah untuk keperluan pondasi (tempat rumah akan didirikan). Adapun tradisi yang dilakukan oleh masyarakat jawa pada umumnya ialah mereka mengawalinya dengan acara selametan. Selametan berakar dari bahasa arab Salamah, yang artinya selamat atau bahagia.

Biasanya ada juga makanan khusus yang dihidangkan pada saat acara selametan, antara lain seperti:

1. Jenang Sengkolo adalah bubur beras yang ditengahnya diberi gula merah. Sesuai dengan namanya, jenang ini digunakan sebagai perlambangan tolak balak (penangkal keburukan).
2. Sego Gureh. Sesuai dengan namanya sego gureh ini merupakan nasi putih yang memiliki rasa gurih karena dimasak dengan santan kelapa. Nasi jenis ini menjadi simbol kehidupan dan kesejahteraan.
3. Lodho (ingkung) adalah masakan ayam utuh yang hanya diambil isi perutnya. Ini melambangkan keutuhan wujud, maksudnya segala harapan dan keinginan bisa terwujud atau tercapai.
4. Gedang Rojo (Pisang Raja) dipilih karena kata "gedang" memiliki pelafalan yang dekat dengan kata "padang" (terang). Sehingga keberadaan gedang rojo pada acara selametan ini diharapkan agar segala prosesi yang dijalankan menjadi terang.
5. Pala Kependem adalah semua jenis umbi - umbian yang termasuk didalamnya telo rambat, suweg, bote, ganyong, uwi, dan lainnya. Jika dilihat dari kenyataannya, polo kependem merupakan sebuah akar dari tumbuhan. Analogi akar erat kaitannya fondasi rumah yang terpendam (kependem).

Perlu diketahui bahwa selametan merupakan tradisi yang sering kali dilakukan oleh masyarakat jawa jika dibandingkan dengan tradisi lainnya. Hal ini dikarenakan tujuan dari pelaksanaan selametan yakni diharapkan agar segala bentuk keselamatan dan kebahagian selalu mengiringi kehidupan. Biasanya ketika acara selametan buka hanya ada suguhan, namun warga juga akan diberi bingkisan saat pulang.

Tahap kedua yakni ada tradisi "Munggah Molo." Munggah molo merupakan upacara adat yang namanya terdiri dari dua kata dalam Bahasa Jawa yakni 'Munggah' yang berarti naik/menaikan dan 'Molo' yang berarti kerangka atap. Seperti namanya, Upacara Adat Munggah Molo ini dilakukan ketika proses pembangunan sebuah rumah akan memasuki tahap pemasangan kerangka atap.

Dalam rangkaian pelaksanaan tradisi Munggah Molo, biasanya pemilik rumah harus menyiapkan beberapa alat dan bahan sebagai syarat khusus, yang mana kemudian akan dipasangkan pada pusat atap/cungkup rumah. Adapun alat dan bahan tersebut seperti:
1. Tebu yang dicabut dari pangkalnya. Pemasangan tebu ini memiliki makna sebagai harapan dan doa agar keluarga yang nantinya menempati rumah senantiasa beristiqamah dalam melakukan kebaikan layaknya pangkal tebu yang tegak menopang batang tebu.

2. Pari Sak Wit (satu ikat padi berwarna kuning). Layaknya padi yang semakin menguning dan berisi semakin menunduk (tawadhu') tidak sombong. Memiliki makna sebagai harapan dan doa agar keluarga dapat menggapai kejayaan dan kemakmuran kemudian setelah mencapai kemakmuran tersebut.

3. Kelapa. Seperti halnya pohon kelapa yang memiliki banyak manfaat dari setiap bagian tubuhnya,  keberadaan kelapa pada tradisi munggah molo ini berharap agar keluarga yang menempati rumah baru ini juga diharapkan dapat menjadi keluarga yang kuat dan dapat bermanfaat untuk sesama (rahmatan lil 'alamin).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun