Buat kamu yang berasal dari Jawa atau berdomisili di Jawa pasti sudah tidak asing lagi terhadap beragam tradisi yang dilakukan oleh orang jawa setiap momennya. Dibalik kata tradisi tentunya ada beragam kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat Jawa, sehingga tradisi ini terus dilakukan atau turun-temurun saat hendak membangun rumah.
Yuk, simak apa saja sih rangkaian tradisi yang dilakukan oleh orang jawa ketika membangun rumah dan bagaimana penjelasannya:
Pada tahap awal membangun rumah yaitu membuat pondasi. Prosesi ini sering disebut dengan istilah "Nduduk Pondasi". Nduduk berasal dari bahasa jawa yang memiliki arti "menggali", maksudnya yakni menggali tanah untuk keperluan pondasi (tempat rumah akan didirikan). Adapun tradisi yang dilakukan oleh masyarakat jawa pada umumnya ialah mereka mengawalinya dengan acara selametan. Selametan berakar dari bahasa arab Salamah, yang artinya selamat atau bahagia.
Biasanya ada juga makanan khusus yang dihidangkan pada saat acara selametan, antara lain seperti:
1. Jenang Sengkolo adalah bubur beras yang ditengahnya diberi gula merah. Sesuai dengan namanya, jenang ini digunakan sebagai perlambangan tolak balak (penangkal keburukan).
2. Sego Gureh. Sesuai dengan namanya sego gureh ini merupakan nasi putih yang memiliki rasa gurih karena dimasak dengan santan kelapa. Nasi jenis ini menjadi simbol kehidupan dan kesejahteraan.
3. Lodho (ingkung) adalah masakan ayam utuh yang hanya diambil isi perutnya. Ini melambangkan keutuhan wujud, maksudnya segala harapan dan keinginan bisa terwujud atau tercapai.
4. Gedang Rojo (Pisang Raja) dipilih karena kata "gedang" memiliki pelafalan yang dekat dengan kata "padang" (terang). Sehingga keberadaan gedang rojo pada acara selametan ini diharapkan agar segala prosesi yang dijalankan menjadi terang.
5. Pala Kependem adalah semua jenis umbi - umbian yang termasuk didalamnya telo rambat, suweg, bote, ganyong, uwi, dan lainnya. Jika dilihat dari kenyataannya, polo kependem merupakan sebuah akar dari tumbuhan. Analogi akar erat kaitannya fondasi rumah yang terpendam (kependem).
Perlu diketahui bahwa selametan merupakan tradisi yang sering kali dilakukan oleh masyarakat jawa jika dibandingkan dengan tradisi lainnya. Hal ini dikarenakan tujuan dari pelaksanaan selametan yakni diharapkan agar segala bentuk keselamatan dan kebahagian selalu mengiringi kehidupan. Biasanya ketika acara selametan buka hanya ada suguhan, namun warga juga akan diberi bingkisan saat pulang.
Tahap kedua yakni ada tradisi "Munggah Molo." Munggah molo merupakan upacara adat yang namanya terdiri dari dua kata dalam Bahasa Jawa yakni 'Munggah' yang berarti naik/menaikan dan 'Molo' yang berarti kerangka atap. Seperti namanya, Upacara Adat Munggah Molo ini dilakukan ketika proses pembangunan sebuah rumah akan memasuki tahap pemasangan kerangka atap.
Dalam rangkaian pelaksanaan tradisi Munggah Molo, biasanya pemilik rumah harus menyiapkan beberapa alat dan bahan sebagai syarat khusus, yang mana kemudian akan dipasangkan pada pusat atap/cungkup rumah. Adapun alat dan bahan tersebut seperti:
1. Tebu yang dicabut dari pangkalnya. Pemasangan tebu ini memiliki makna sebagai harapan dan doa agar keluarga yang nantinya menempati rumah senantiasa beristiqamah dalam melakukan kebaikan layaknya pangkal tebu yang tegak menopang batang tebu.
2. Pari Sak Wit (satu ikat padi berwarna kuning). Layaknya padi yang semakin menguning dan berisi semakin menunduk (tawadhu') tidak sombong. Memiliki makna sebagai harapan dan doa agar keluarga dapat menggapai kejayaan dan kemakmuran kemudian setelah mencapai kemakmuran tersebut.
3. Kelapa. Seperti halnya pohon kelapa yang memiliki banyak manfaat dari setiap bagian tubuhnya, Â keberadaan kelapa pada tradisi munggah molo ini berharap agar keluarga yang menempati rumah baru ini juga diharapkan dapat menjadi keluarga yang kuat dan dapat bermanfaat untuk sesama (rahmatan lil 'alamin).
4. Bendera Merah Putih. Keberadaan bendera merah putih pada tradisi munggah molo ini sebagi wujud nasionalisme dari masyarakat Jawa sekaligus ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang telah menganugerahkan kemerdekaan sehingga dapat memiliki tanah air sebagai tempat tinggal.
5. Duit Kricik (bahasa jawa=uang koin). Dalam masyarakat zaman dahulu, bentuk uang yang digunakan masih berbentuk uang koin logam, sehingga adat ini masih terpelihara sampai sekarang dengan menggunakan uang koin sebagi syarat dalam tradisi munggah molo, sebagai harapan agar Tuhan senantiasa melimpahkan rizki yang berkah kepada keluarga.
6. Jajanan Pasar, ayam panggang, dan pisang. Sebagai ungkapan rasa syukur, Â pemilik rumah baru juga diharuskan untuk berbagi jajanan pasar, ayam panggang, dan pisang kepada tetangga disekitar. Sama halnya dengan yang dilakukan ketika tradisi selametan pada saat nduduk pademi. Selain untuk menyambung silaturahmi dengan tentangga, nilai saling berbagi dan berkomunikasi dengan tetangga yang sangat kental dalam adat Jawa juga dapat terus dilestarikan dengan membagikan makanan tersebut.
7. Pakaian keluarga. Keberadaan pakaian keluarga dalam tradisi munggah molo ini melambangkan setiap anggota keluarga harus selalu menjaga akhlaqul karimah dengan menutup aurat, selain itu juga diharapkan Tuhan selalu memberkahi kelurga dengan kecukupan kebutuhan sandang.
8. Selanjutnya yakni Kendi , Pakumas (paku warna emas), kayu salam dan daun salam yang diwadahkan dalam kendi. Hal ini bermakna dalam bentuk harapan agar keluarga pemilik rumah baru senantiasa diberikan keselamatan.
9. Terakhir yakni, payung. Payung identik dengan peneduhan bermaksud agar tuhan semesta alam dapat melindungi dengan rahmat Nya.
Nah, setelah mengetahui tradisi orang jawa ketika membangun rumah, semakin bangga ngga nih jadi orang jawa. Keberagaman tradisi sekaligus variasi makna yang terkandung didalamnya tentu memiliki daya tarik tersendiri mengapa orang jawa masih melestarikan tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu.
"Muda, Berkarya, dan Melestarikan Budaya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H