Berdasarkan informasi yang beredar alasan kekhilafan hakim lebih mengemuka sebagai alasan mengajukan PK dibanding adanya bukti baru dan atau pertentangan putusan. Jika benar demikian alasanya, menarik untuk menyimak kelemahan putusan hakim versi YLBHI yang dipublikasikan di Majalah Tempo edisi 15-21 Mei 2017 sebagai berikut:Â
- Pertimbangan hakim soal niat jahat (mens rea) Ahok mengada-ada dan tidak bisa dibuktikan
- Hakim hanya membebankan segala kegaduhan dan keresahan publik kepada Ahok, bukan kepada kelompok intoleran yang melaporkan Ahok ke Polisi
- Perintah hakim untuk menahan Ahok tak disertai alasan yang jelas.
- Pengadilan mengabaikan prosedur penganganan kasus penodaan agama seperti diatur Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-X/2012:
- Pelaku terlebih dahulu harus diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya melalui surat keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.Â
- Bila setelah diberi peringatan keras pelaku terus melanggar, yang bersangkutan baru dibawa ke jalur pidana
Tanggal 26 Februari nanti tentu menjadi tanggal yang dinanti-nanti oleh banyak orang. Pada hari itu perjuangan hukum Ahok untuk membela diri kembali dimulai. Mereka yang selama ini berdiri di belakang Ahok tentu berharap hakim mengabulkan PK Ahok dan membebaskannya dari penjara. Sementara Mereka yang selama ini menentang tentu berharap sebaliknya.Â
Apapun hasil keputusan hakim, semoga semuanya bisa berlapang dada untuk menerimanya (tasbul).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H