Kamu pernah ketemu macet? Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, macet bisa dijumpai di hampir semua sudut kota. Dia menyapa siapa saja tanpa memandang usia dan kasta. Dari yang masih bayi sampai aki-nini. Dari yang kaya raya sampai yang jelata. Dari anak sekolah sampai yang kuliah. Dari yang menggunakan motor murah sampai mobil mewah. Bahkan sampai mereka yang sudah (maaf) meninggal sekalipun, punya peluang yang sama untuk "berduel" dengan macet. Jadi bisa dikatakan, macet akan dijumpai sejak kita masih dalam kandungan sampai menjuju ke pemakaman.
Kawan, macet itu jahat. Banyak waktu terbuang sia-sia dibuatnya. Macet membuat momen kebersamaan kita bersama keluarga berkurang. Berangkat kerja pagi buta dan tiba di rumah sudah tak lagi senja. Akibatnya tak banyak waktu tersisa untuk beraktivitas bersama anak atau anggota keluarga.
Tidak hanya soal waktu, Macet juga bisa membuat orang terkuras energi dan emosinya. Jangan heran jika suara klakson lebih sering terdengar sahut-sahutan diperempatan jalan. Juga teriakan dan makian. Dan jangan pula heran bila ditengah jalan ada yang baku hantam. Macet bisa membuat orang semakin stress. Kesehatan fisik dan jiwa pun menjadi taruhannya.
Di Jakarta, pembenahan itu sudah terlihat hasilnya. Sekarang sudah tidak dijumpai lagi penumpang kereta berbaris-baris duduk manis di atap gerbong. Atau bus kota yang penumpangnya berjubel-jubel seolah punya nyawa dobel. Atau calon penumpang berlarian mengejar Metromini.
Fakta itu semakin menegaskan bahwa persoalan macet tidak bisa diselesaikan hanya dari satu sisi. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri sementara masyarakatnya tidak peduli. Penambahan infrastruktur jalan dan pembenahan moda transportasi bukanlah solusi jika pada saat yang sama pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi di jalan justru meningkat tinggi. Menurut laporan tahun 2016, pertumbuhan kendaraan bermotor ada dikisaran 7% sampai dengan 9% sementara pertumbuhan infrastruktur jalan hanya 0.1%. Jelas tidak seimbang.
Tidak hanya macet, penggunaan mobil pribadi juga menimbulkan persoalan turunan yakni kurangnya ketersediaan lahan pakir. Tidak hanya di gedung perkantoran, lahan parkir juga susah didapatkan ketika kita berkunjung ke rumah sakit, menghadiri resepsi pernikahan, menonton konser musik, atau menghadiri prosesi pemakaman.