Regina memeluk indahnya langit sore ini dengan penuh pertanyaan, berjalan ditepi trotoar membuatnya semakin berfikir tentang kehidupan. Ingatannya menerawang jauh, tepat setahun yang lalu. Regina masih ingat betul apa yang keluar dari mulutnya, bagaimana rasa yang sedang ia rasakan, dan bagaimana angin menyapa kehadirannya kala itu. Ditemani alunan lagu merdu dari telepon genggam, semua rekaman kejadian yang ada diotaknya, berputar kembali. Lagu-lagu ini membantunya untuk menelusuri kenangan lalu. Kenangan bersama seseorang yang saat ini masih menanyakan kabarnya, masih menunjukkan sejumput perhatian, masih terasa hadir di depan matanya, namun terasa jauh untuk digapai.
Keadaan sudah berubah, seperti bola salju yang akan mencair saat musim semi. Kenangan rindu itu mengalir lagi, memasuki aliran darah menuju ke jantung, mendetakkan denyut nadi ketika samar-samar nama itu terucap di bibirnya.
Mengapa lelaki ini tidak bisa bersamaku saat ini? mengapa ia hanya datang dalam kesemuan? dalam ketidakpastian? begitulah yang ingin Regina katakan. Namun, mengingat ia sedang berjalan ditengah orang-orang yang sedang berlalu lalang, niatnya pun harus dipendam daripada ia harus menanggung malu dikatakan tidak waras, lebih baik ia katakan di dalam hati saja. Toh, kalaupun ia ungkapkan, siapa yang akan mendengarnya? siapa yang akan menjawabnya? kembali lagi hanya kebisuan yang akan ia dapatkan.
Kisah Regina dan pria itu sama seperti dongeng klasik kebanyakan manusia, bermula dari obrolan ringan seorang teman yang baru pertama kali bertemu. Lalu lama-lama merambah ke jenjang yang lebih tinggi, masuk ke dalam perasaan, menolak semua nalar yang sulit diterima logika. Bersamanya Regina sempat merasakan kebahagiaan. Bersamanya Regina merasa aman. Bersamanya pula Regina tidak pernah merasa bosan. Kadang mereka saling melontarkan senyuman, berbagi ciuman, dan bertukar kata-kata mesra. "Sungguh indanhnya dunia ini Tuhan," ucap Regina dalam hati.
Regina tidak pernah memikirkan kemungkinan terburuk, yaitu perpisahan. Dipikirannya hanya menjalani kebahagiaan hari ini bersamanya. Mereka pernah merasa saling memiliki, pernah merasa saling menginginkan. Namun Regina tidak pernah mengerti apakah cinta lelaki itu ada dan nyata untuknya. Regina selalu memaklumi ketika lelakinya tidak pernah datang menjemputnya, tidak pernah menanyakan kabarnya ketika ia sedang sibuk di kantor, tidak pernah membawakan makanan kecil ketika ia sedang kelaparan, tidak pernah berniat menonton film kesukaannya, tidak pernah ada disaat ia butuh dukungan. Cintanya hanya semu sama seperti raganya. Kadang hadir mengoyak senyuman, kadang menghilang mengundang kegelisahan.
Lelaki itu tidak pernah mau memperjuangkan sesuatu yang telah ia mulai, tidak pernah mengakui adanya Regina kepada semua orang. Lalu untuk apa Regina begitu dalam merindukannya? Regina bukan tipe wanita yang mengemis cinta, mengemis pengakuan, ia hanya ingin lelakinya memberikan sebuah penjelasan, dan apabila itu tidak dilakukannya berarti ia memang semu untuk Regina, jadi wajar kan bila Regina merindukan kebersamaannya?
Jangan pernah berfikir lelaki itu sepenuhnya semu, ia masih ada sampai sekarang. Masih bahagia bersama raga yang lain, bersama seseorang yang ia akui keberadaannya yang ia perjuangkan cintanya. Sekali lagi tak mengapa, asalkan dia masih menyapa Regina, masih saling bertegur sapa, masih ingat untuk berkomunikasi dengannya, seperti tak pernah terjadi apa-apa diantara keduanya.
Dan jika seseorang bertanya apakah rasa cinta itu masih ada?
Regina akan tegas menjawab, "Masih!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H