Senja sudah berangkat meninggalkan siang ketika saya sampai di lokasi ini. Setelah menempuh perjalanan cukup melelahkan dengan sepeda motor melalui jalan raya Semarang-Solo, tengara yang diberikan seorang teman akan lokasi ini saya dapatkan selepas jembatan Tuntang. Sebuah papan nama besar, menunjuk arah Tlogo Plantation Resort Jl. Raya Tuntang-Beringin Km.2, mengantarkan saya di sini. Sebuah areal perkebunan tua peninggalan kolonial Belanda yang kelola ulang oleh pemerintah provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan PT. Batavia Graha Cipta Utama.
Di hadapan saya berdiri kokoh sebuah bangunan pendopo yang kelihatannya menjadi icon resort ini. Beranda depan pendopo tua itu bernuansa eropa dengan tiang-tiang penyangga berwarna putih yang besar dan kokoh, berpadu dengan arsitektur khas local Jawa yang sangat harmonis dengan pendar lampu-lampu temaram yang menciptakan suasana anggun.
Ya, pendopo itu merupakan bagian dari bangunan utama Tlogo Plantation Resortyang berada di Dusun Delik, Tuntang, Ambarawa. Pendopo ini digunakan untuk acara-acara penting atau makan malam. Saat memasuki ruangan ini, beberapa meja bundar dikelilingi kursi bertebaran di atas ubin berwarna kuning bergaris diagonal. Kursi kayu dan lampu gantung menambah suasana klasik ruangan.
Suasana tempo dulu memang menjadi nafas bangunan di sini. Seakan ingin menyesuaikan dengan bangunan pendopo tadi. Cottage pun dibangun dengan menampakkan batu bata merahnya. Taman di depan cottage membuat suasana menjadi teduh di tempat berketinggian antara 400 – 675 mdpl ini. Di teras terdapat kursi bambu yang bisa digunakan untuk rebahan. Pas buat menyandarkan tubuh yang lelah setelah seharian berjalan-jalan menikmati panorama di perkebunan kopi, karet dan cengkeh seluas 414 hektar. Sebuah pengalaman wisata perkebunan yang bernuansa pegunungan nan elok dan sejuk membuat nyaman.
Sungguh jangan lewatkan kunjungan kita tanpa bermalam di sini. Ada 22 cottage dan 15 kamar superior yang siap memanjakan kita. Cottage itu dibangun tersembunyi di balik kerimbunan pohon. Jarak antar-cotatge lumayan jauh. Jalan setapak dari tatanan batu merah berundak-undak menjadi penghubungnya. Sementara untuk jalan yang lurus menggunakan paving block. Jalan lain ditutup menggunakan batu kali. Semua memberikan kesan alami. Kesan yang tak akan pernah terlupakan adalah nuansa malam yang sangat khas perkebunan, dengan harum semerbak kembang kopi yang tengah mekar ditingkah bisik jangkrik yang saling bersahutan. Oh sungguh, sejenak kita layak melupakan penat hidup keseharian.
Menurut sejarahnya, perkebunan ini dibangun oleh perusahaan Belanda, NV Cultuur Matschappy, tahun 1838. Awalnya komoditas yang ditanam adalah cokelat. Mandor pertamanya adalah Tuan Van Drill yang tinggal di rumah Pendopo bersama keluarganya. Akan tetapi bangunan pendopo yang ada saat ini bukanlah bentuk asli. Letusan Gunung Merapi tahun 1872 telah merusakkan bangunan pendopo.
Tahun 1901 dibangun kembali saat dipimpin Van Baasgeul, yang mengubah nama menjadi Budiman yang menikah dengan wanita Indonesia. Agustus 1954 diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Kemudian diambil alih oleh pemerintah Jawa Tengah yang menambahkan fasilitas penginapan di perkebunan ini. Tanaman yang awalnya cokelat pun berganti. Sekarang, lahan seluas 414 ha itu terbagi atas 233 ha tanaman karet, 97 ha kopi, 64 ha cengkeh, 20 ha tanaman pala dan kayu manis. Masih ada tanaman yang memberikan nilai lebih: kapuk randu yang merupakan tanaman pembatas. Pohon randu ini setiap tahunnya bisa menghasilkan 25 – 30 ton glondhongan kapuk.
Selain menginap, kita bisa mengikuti plantation tour. Dipandu oleh seorang karyawan senior, tur ini akan memberikan wawasan kita dalam hal budidaya tanaman karet dan kopi. Banyak hal bisa kita ketahui dari kegiatan ini. Seperti mengapa penyadapan karet memiliki pola tertentu. Dijelaskan juga bahwa tanaman karet diperbanyak melalui biji yang dikombinasikan dengan sistem okulasi. Ada perbedaan pola penyadapan antara tanaman yang muda (tanaman karet bisa disadap mulai umur 6 tahun) dan tua. Saat mendekati usia tak produktif sehingga harus ditebang, dikenal istilah sadap sosok. Intinya getah karet disedot habis-habisan dengan menyadap batangnya satu lingkaran penuh. Berbeda dengan tanaman yang masih produktif, hanya setengah lingkaran.
Mengikuti plantation tour kita dibawa melihat proses pengolahan karet dari getah sampai menjadi lembaran-lembaran lateks yang siap diekspor. Ada trik khusus yang dipakai pengelola perkebunan Tlogo agar lateks yang terbentuk tidak berbau.
Fasilitas yang disediakan pihak pengelola resort bisa menjadi aktivitas yang menarik. Ada flying fox, naik jip ke puncak Gunung Rong, atau sekadar bersantai di kolam renang.
Tlogo Plantation Resort juga sangat cocok untuk menyelenggarakan berbagai acara dengan kapasitas 40 sampai lebih 200 orang. Misalnya rapat, seminar, pesta pernikahan dan sebagainya. Resort ini dikelolala dengan Konsep back to nature, dengan pelengkap kuliner yang pastinya membuat pengunjung betah, misalnya gurami bakar, bakmi jawa, tengkleng, gecok kambing khas tuntang.(Taryadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H