BMKG kembali memberikan warning yang berisi potensi cuaca buruk yang akan terjadi di wilayah Maluku dan Maluku Utara.
Pada rilis peringatan dini cuaca provinsi oleh BMKG untuk tanggal 21 April 2014, diprakirakan Angin Kencang > 30 Km/jam Berpeluang Terjadi Di Maluku Tenggara, Kepulauan Aru Dan Maluku Tenggara Barat. Meski peringatan dini cuaca ini diupdate setiap hari oleh BMKG, namun tidak menutup kemungkinan potensi cuaca buruk tetap ada untuk 2 hingga 3 hari ke depan.
Inilah alasan mengapa BMKG merilis pula prospek cuaca tiga harian untuk tanggal 21-23 April 2014. Dalam prospek cuaca ini BMKG memprakirakan wilayah yang berpotensi hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang / puting beliung adalah Maluku bagian Tenggara, serta hujan lebat diprakirakan akan mengguyur Maluku Utara. Hal ini disebabkan adanya daerah tekanan rendah di Samudera Pasifik sebelah Utara Papua (1006 hPa) dan di Laut Arafura (1007 hPa). Kondisi ini menyebabkan terbentuknya daerah pumpunan angin memanjang dari Laut Sulawesi hingga Laut Halmahera. Selain itu pola tekanan rendah ini menyebabkan terjadi penarikan massa udara, baik kering maupun basah, di sekitar pusat tekanan rendah tersebut yakni di sekitar Maluku, Maluku Utara serta Papua ke arah pusat tekanan rendah tersebut. Akibatnya kelembaban udara pada wilayah tersebut menjadi cukup tinggi (di atas 80%). Kondisi suhu muka laut di wilayah perairan Indonesia pun masih pada kisaran 29 o C hingga 32o C (hangat). Dari berbagai kondisi inilah potensi pertumbuhan awan hujan, seperti awan jenis Cumulus serta Cumulonimbus, sangat tinggidi sebagian besar wilayah Maluku.
Prakiraan BMKG ini ternyata juga senada dengan kondisi cuaca yang digamabarkan pada peta prakiraan interaktif cuaca dan gelombang (Interactive Weather and Wave Forecast Maps) milik Bureau of Meteorology (BoM) Australia. Pada berbagai macam peta prakiraan yang terdiri dari peta kelembaban relatif udara, kecepatan angin, potensi hujan, dan tekanan udara, menunjukkan indikasi bahwa prakiraan BMKG ini tingkat kemiripannya sangat tinggi dengan peta prakiraan BoM Australia ini. Artinya kemungkinan kebenarannya juga bisa dibilang tinggi, mengingat dua instansi yang bergelut di bidang meteorologi menunjukkan hasil prakiraan yang mirip.
Waspada Bencana Hidrometeorologis
Berdasarkan rekapitulasi data kebencanaan Indonesia yang dibuat oleh BNPB, pada bulan Januari-Maret 2014, peta multirisiko BNPB menunjukkan Maluku Utara berada pada kategori tinggi. Ini artinya masyarakat Maluku Utara memang harus selalu waspada terlebih untuk potensi bencana hidrometeorologis seperti hujan lebat disertai angin dan petir, banjir, longsor, serta angin kencang di atas 30 km/jam.
Jika sebelumnya telah disebutkan bahwa hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang / puting beliung berpotensi terjadi di Maluku bagian tenggara dan hujan lebat yang berpotensi mengguyur Maluku Utara, maka perlu dipahami terlebih dahulu pengkategorian intensitas curah hujan. Hujan dengan intensitas ringan adalah sebanyak sekitar 0,1-5,0 mm/jam atau 5-20 mm/hari. Hujan dengan intensitas sedang adalah sebanyak sekitar 5,0-10,0 mm/jam atau 20-50 mm/hari. Hujan dengan intensitas lebat adalah sebanyak sekitar 10,0-20 mm/jam atau 50-100 mm/hari. Sementara hujan dengan intensitas sangat lebat adalah sebanyak sekitar lebih dari 20 mm/jam atau lebih dari 100 mm/hari. Satu milimeter curah hujan sama dengan satu liter air per meter persegi.
Curah hujan yang tinggi inilah yang berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologis terjadi seperti banjir dan longsor.Banjir merupakan kejadian saat saluran drainase di suatu tempat tak mampu menampung air hujan di daerah tersebut atau air kiriman dari daerah yang posisi geografisnya lebih tinggi, sehingga menimbulkan genangan yang merugikan. Itulah alasan mengapa belakangan ini lokasi perkotaan paling sering dilanda banjir sebagai bencana mengingat kurangnya sistem drainase. Karena banjir ini sendiri merupakan sebuah bencana yang tentunya menyebabkan kerugian, maka perlu kewaspadaan selalu pada semua lapisan masyarakat ketika instansi pemerintah telah memberikan peringatan potensi bencana agar kerugian dapat ditekan. Sebagai contoh banjir Jakarta di awal tahun lalu, diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 20 triliun rupiah dari semua sektor dan ngka itu belum termasuk biaya modifikasi cuaca. Sementara itu bencana banjir bandang dan longsor di Sulawesi Utara menewaskan 19 orang dan menyebabkan kerugian mencapai sekitar 1,87 triliun rupiah.
Sebenarnya banjir disebabkan oleh banyak faktor, bukan ketika banjir melanda maka curah hujan dengan intensitas yang lebat adalah satu-satunya faktornya. Curah hujan dan adanya air pasang (rob) hanyalah faktor dari alam. Sementara banyak faktor dari manusia (antropogenik) yang dapat mempengaruhi terjadinya banjir. Faktor-faktor antropogenik itu berpengaruh terhadap bisa tidaknya air hujan mengalir dengan lancar. Secara alami, air hujan yang turun ke tanah akan mengalir sesuai kontur tanah yang ada ke arah yang lebih rendah.
Untuk daerah perkotaan pada umumnya kondisi topografi diatur sedemikian rupa dengan tujuan air hujan yang turun dapat dialirkan ke saluran-saluran air hujan. Namun sayangnya saluran ini tak selalu bersih dari sampah sehingga dampaknya air hujan tak dapat tertampung sempurna dan banjir pun melanda. Fenomena seperti ini adalah permasalahan yang terjadi di Jakarta, selain karena posisi dataran Jakarta yang memang lebih rendah dari wilayah sekitarnya.
Faktor-faktor antropogenik lain yang berpengaruh dalam terjadinya banjir yaitu perubahan tata guna lahan/daerah resapan, keberadaan kawasan kumuh di bantaran sungai, pengaruh dari penurunan tanah akibat tingginya jumlah penduduk dan pembangunan, serta tidak berfungsinya bendungan, waduk, kanal atau bangunan pengendali banjir lain. Faktor-faktor ini yang seharusnya menjadi perhatian lebih sebagai langkah penanggulangan bencana banjir.
Merujuk pada tulisan Dimas Salomo S., pengamat kebencanaan, tanah longsor dapat terjadi akibat adanya perubahan-perubahan yang mengakibatkan gangguan kestabilan lereng dimana saat kekuatan dari material yang membentuk lereng dilampaui oleh tekanan lereng bagian bawah. Meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau naiknya air tanah akan mengurangi daya tahan lereng.
Mitigasi Bencana
Pada masa pancaroba seperti saat ini memang perlu diwaspadai potensi hujan lebat disertai angina kencang dan petir. Kewaspadaan ini tentu harus dibarengi pengetahuan mitigasi/pencegahan resiko yang benar.
Terkait bahaya petir menurut Admiral Musa, seorang pengamat geofisika, perlu diperhatikan hal-hal berikut agar resikonya dapat dihindari.
Untuk bangunan tinggi di atas 10 m, wajib terdapat instalasi penangkal petir. Hal ini bertujuan agar ketika petir menyambar bangunan ini dapat langsung dinetralkan ke tanah. Selain itu hindari posisi yang dekat dengan kontak listrik, menjauh dari lokasi yang berair atau tanah yang basah, pintu, dan jendela. Matikan dan cabut kabel power dari stop kontak listrik semua barang elektronik terutama yang menggunakan arus AC, seperti televisi, radio dan komputer untuk mengurangi resiko tersambar petir. Kemudian hindari penggunaan telepon/HP. Selain penggunaan sandal rumah berbahan isolator juga penting sebagai upaya ‘memisahkan’ tubuh kita dari tanah.
Jika posisi tengah berada di luar ruangan, secepatnya dekati obyek yang lebih tinggi dengan jarak terdekat sekitar 2,5 m dari obyek tinggi itu atau usahan untuk mencari tempat berlindung dalam gedung atau mobil dan jangan gunakan pohon untuk berteduh. Petir yang menyambar pohon bisa meloncat ke tubuh orang sebab sulur-sulur pohon juga bisa menghantarkan petir ke tubuh.
Bagi pekerja bandara, jangan berlindung di bawah sayap pesawat dan dekat roda ketika hujan karena posisi ekor pesawat yang tinggi bisa tersambar petir dan langsung mengalir ke badan pesawat. Kemudian bila Anda berada di kapal, jauhi tiang layar.
Untuk bahaya banjir dan longsor merupakan pembahasan klasik yang sebenarnya ratusan solusi telah ditawarkan, dari mulai pengerukan sungai dan waduk hingga modifikasi cuaca, namun tak ada yang dilakukan secara terus-menerus. Sehingga seolah banjir ini menjadi bencana yang tak bersolusi.
Untuk mitigasi terhadap bencana angin kencang, ketika ada indikasi pembentukan awan Cb yang ditandai dengan adanya awan putih keabuan bergumpal-gumpal dengan ukuran yang sangat besar disertai kilat atau petir, itu merupakan pertanda bahwa potensi angina kencang bahkan puting beliung akan terjadi di daerah itu. Maka dari itu sebisa mungkin hindari konstruksi atau bangunan yang rentan terjatuh/ambruk, contohnya papan reklame, seng, atau pohon.
BMKG bekerja sama dengan instansi-instansi terkait akan memberikan pelayanan informasi cuaca, seperti peta-peta potensi bencana banjir, yang dapat diakses secara langsung melalui website resminya ( www.bmkg.go.id ). Selalu update informasi ke”meteorologi”an kita agar tidak terjadi lagi kerugian, baik materil maupun moril, yang tidak diinginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H