Mohon tunggu...
Muhammad Tarobin
Muhammad Tarobin Mohon Tunggu... -

Insan sederhana, yang lahir dari keluarga sederhana. "Senang berkenalan dengan Anda."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah lagu untuk Ibuku

9 Desember 2009   20:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Mother..I'm lost without you"

Kutipan di atas merupakan baris yang sering kudengarkan dari bait dan suara indah Sami Yusuf; vokalis  Muslim asal Iran yang sekarang bermukim di London. Mendengar baris ini dengan nada-nadanya; terasa seperti baru kemarin aku kehilangan Ibuku. Padahal itu telah terjadi beberapa tahun yang lalu, tepatnya Nopember 2004. Ibuku wanita sederhana; lahir kira-kira tahun 1952; sehingga sampai wafat kira-kira berusia 52 tahun.

Meski lahir di era kemerdekaan; pendidikannya tidak bisa ditempuh secara "merdeka". Ia hanya sampai Sekolah Rakyat (SR), tamat ataupun tidak aku juga kurang tau. Karena sekolah dasar waktu itu tidak ditempuh 6 tahun seperti sekarang; kemungkinan ia hanya sampai kelas 2 (dua). Karena kelas berikutnya harus pindah ke lokasi yang jauh, maka ia pun tidak melanjutkan. Saudara-saudaranya pun "dirasa olehnya cemburu dan akan marah jika ia tetap melanjutkan," karena mereka sebelumnya juga tidak tamat SR.

Berikutnya ia hanya belajar "ngaji" pada ustadz yang ternyata jatuh hati padanya; meski ia mengira yang jatuh hati adalah "adik ustadz" tersebut. Kemudian di tahun 1967 dia menikah dengan guru ngaji itu, duda tanpa anak, yang "terpaksa" meninggalkan dua bekas istri karena tak memberinya keturunan. Sampai sekarang pun tak memiliki keturunan, setelah menikah juga dengan orang lain.

Meski belum tamat SR, spirit Ibuku untuk belajar sesungguhnya amat tinggi, dan secara rasional, ia mengaku mampu untuk melanjutkan studi. Tapi keadaan memaksanya untuk berhenti. Semangat itulah, yang ia tularkan kepadaku, anaknya, mungkin juga anak-anaknya yang lain. Meski ia tak "yakin" pernah bermimpi anaknya sampai ke sarjana. Karena ia juga tahu, keadaan ekonomi keluarga tak mendukung.

Aku teringat saat aku ingin mendaftar kuliah di IAIN Jakarta (Sekarang UIN Jakarta); waktu itu aku hanya memiliki uang 40-an ribu. Karena suatu alasan Ayah tak mau menambahi. Kemudian entah uang dari mana; Ibuku menambahi hingga 80-an ribu. Waktu itu pendaftaran di IAIN Jakarta sekitar 30 ribu. Akhirnya, aku jadi mendaftar dan itu adalah hari terakhir. Lima tahun berikutnya akhirnya aku lulus juga dari UIN Jakarta."

Menjelang akhir usianya, cita-cita dan keadaan menjadi beban bagi Ibuku. Hal itu membuat keadaan fisiknya sangat menurun, dimulai setelah monopause. Penyakit melemahkan fisiknya setahun sebelum wafatnya. Ia wafat sebelum saya sempat menyelesaikan kuliah. Innaa li Allahi wa innaa ilaihi raji'uun. Semoga kesabarannya dalam merasakan sakit, membuahkan ampunan dari Allah SWT atas segala dosa-dosanya. Ia pun wafat meninggalkan pesannya..."tentang cita-cita yang harus dijunjung tinggi; tentang ilmu sebagai awal kesuksesan, tentang ilmu sebagai strategi membangun keluarga dan masyarakat...dan "tentang cintanya yang tak terhingga kepada anak-anaknya."

Mother I'm Lost without You.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun