[caption id="attachment_205620" align="aligncenter" width="680" caption="Pilkada Serempak, Mampukah Membawa Perubahan ? | dok. Pribadi"][/caption] SUTARNO. Masih ingatkah kita sewaktu dulu masih duduk di bangku SMP, ketika bapak / ibu guru menerangkan masalah demokrasi di Indonesia ? Mengapa demokrasi di Indonesia dilaksanakan demokrasi tidak langsung ? Karena Indonesia adalah negara yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan terdiri dari pulau-pulau, sehingga Indonesia menerapkan demokrasi tidak langsung. Itulah alas an saat itu yang diberikan oleh bapak / ibu guru kita dulu. Tetapi seiring dengan perkembangan jaman dan arah politik bangsa Indonesia, semua alasan itu bukan lagi sebuah harga mati. Sejalan dengan berjalannya reformasi dan otonomi daerah dan UU Pemilihan Umum, maka system demokrasi di Indonesia dilaksanakan secara langsung dengan memilih wakil-wakil rakyat dan pemimpin dari kepala negara hingga kepala daerah. Ini sebuah bukti perkembangan jaman dan tuntutan yang diinginkan masyarakat. Setelah berjalan kurang lebih 14 tahun, ternyata hal itu masih terdapat banyak kekurangan sehingga perlu adanya sebuah perubahan demi terciptanya kondisi yang diinginkan masyarakat luas. Maka pemerintah melalui Mendagri Gamawan Fauzi melontarkan sebuah pemilihan umum serentak. Pemerintah melalui mendagri merencanakan bahwa pemilihan kepala daerah serentak ini dimungkinkan untuk pilkada yang jatuh tempo mulai tahun 2014. Bagi kepala daerah yang masa jabatannya habis 2014 rencananya akan dimajukan menjadi 2013 atau bahkan diundur tahun 2015. “Kalau nanti dimajukan, jabatannya tetap 5 tahun. Pemilihannya saja yang dimajukan, pelantikannya tetap sesuai jadwal sehingga masa jabatan tetap 5 tahun, karena sesuai aturan tidak boleh mengurangi masa jabatan”, kata Mendagri, (8/8/12). Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Kemendagri, dalam kurun waktu tahun 2014 ini terdapat 43 daerah kabupaten dan 9 kota yang akan dilakukan pengunduran pelaksanaan pilkada. Bukan suatu keputusan jika semuanya pro terhadap keputusan ini. Kontra adalah hal yang biasa. Karena dengan adanya rencana keputusan ini pasti ada pihak yang diuntungkan maupun yang dirugikan. Karena sebaik apapun rencana itu pasti ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan. Tetapi mestinya jika kita smeua berfikir tentang satu nusa satu bangsa, apalah artinya sebuah kepentingan pribadi / golongan. Bagaimanakah Tanggapan Masyarakat ? Salah satu kritikan tentang perlunya pelaksanaan Pilkada serempak datang dari Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. Ray khawatir ide tentang pilkada serempak yang telah wacanakan sejak tahun 2004 ini hanya sebuah wacana semata. "Saya tidak habis pikir ide seperti ini, sebenarnya sudah lama berkembang. Bahkan sejak 2004, kita telah mendiskusikan ide pembagian pemilu dengan dua tahapan. Saat itu lebih mengemuka adalah pemilu nasional dan pemilu lokal. Ide ini mentok karena tak ada keberanian melakukan reformasi sistem pemilu," kata Ray. Sementara itu Ketua DPP PKB Abdul Malik Haramain mengatakan bahwa pilkada serempak secepatnya untuk dilaksanakan setelah RUU-nya disahkan, karena menurut Abdul Malik hamper semua fraksi DPR mendukung penuh ide pilkada serempak ini. "PKB sependapat dengan Kemendagri dan bisa segera diberlakukan setelah RUU Pilkada disahkan, idealnya pilkada memang seharusnya dilakukan secara serentak karena, memiliki banyak keutungan didalamnya”, kata Abdul Malik. Salah satu dukungan diberikan juga oleh partai pemerintah. Melalui kadernya, Partai Demokrat mendukung penuh langkah pemerintah dalam melaksanakan Pilkada serempak ini. “Kami mendukung Kemendagri, karena hal itu bagus dan memiliki banyak sisi positif,” ujar wakil Ketua Umum Demokrat Saan Mustapa. Selangkah lebih maju telah ditunjukkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat yang telah merencanakan pilkada gabungan untuk 3 kabupaten / kota, yaitu Kabupaten Sumedang, Kota Cirebon dan Kota Sukabumi. Bahkan pihak Pemprov telah melakukan penandatangan MoU berdasarkan atas SK Ketua KPU Jabat Nomor 556/KPU-011/VIII/2011 yang tertanggal 23 Agustus 2011 masalah rencana dan tanggal pelaksanakan pilkada gabungan 3 kabupaten dan kota tersebut. Adapun dasar hukum yang digunakan pilkada gabungan ini adalah Permendagri Nomor 57 Tahun 2009 tentang perubahan atas Permendagri Nomor 44 Tahun 2007 tentang pedoman pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam satu daerah yang sama dan diselenggarakan dalam hari dan tanggal yang sama sehingga pelaksanaan Pemilu dilakukan dengan pendanaan bersama. Alternatif Pemilihan Dengan adanya wacana pemilihan serentak inipun, pemerintah telah menyiapkan berbagai alternative yang akan digunakan nantinya guna mendapatkan formula yang terbaik.
- Adanya tahapan pemilu nasional yang diperuntukkan memilih presiden, DPR dan DPD. Berikutnya adalah pemilu lokal yang digunakan untuk memilih kepala daerah.
- Membedakan antara pemilu legislatif (memilih angora DPR, DPR dan DPRD) dan pemilu eksekutif (memilih presiden, gubernur, walikota dan bupati).
- Sedangkan alternatif terakhir adalah pemilu serempak satu propinsi untuk memilih gubernur, walikota dan bupati.
Harapan Adapun harapan dengan diadakannya pilkada / pemilu serentak ini adalah untuk menekan biaya penyelenggaraan yang selama ini dipandang sangat tidak masuk akal. Dengan adanya biaya pilkada yang sangat besar inilah dipandang sebagai bentuk titik awal kepala daerah melakukan berbagai tindakan korupsi sebagai usaha pengembalian modal yang telah dikeluarkannya. Dengan adanya pilkada / pemilu serempak ini diharapkan akan adanya sebuah penghematan dan mampu menyederhakan system yang ada selama ini dalam penyelenggaraan pemilu / pilkada. Selain hal ini, pilkada yang selama ini dilaksanakan di setiap daerah dengan alokasi waktu yang berbeda-beda dipandang sebagai sumber utama konflik horizontal yang terjadi di masyarakat. Dengan melihat semua hal itu, apalah artinya jika semua pihak tidak mempunyai willing untuk memperbaiki diri. Sebagai pemimpin yang telah diberi amanat oleh rakyat mestinya bisa menjalani falsafat “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” (di depan bisa menjadi panutan, di tengah bisa bekerjasama, di belakang bisa mendukung). Bukan malah menjalankan falsafah "ing ngarso mbangun wismo, ing madyo numpuk bondho, tutwuri hanggrogoti” (di depan membangun padepokan, di tengah mengumpulkan harta, di belakang malah merongrong) atau bahkan menjalankan politik memelas dan memeras (memelas pada saat pemilihan dan memeras pada saat menjabat). Begitu juga masyarakat luas, juga perlu belajar banyak apa arti sebuah demokrasi. Kemenangan bukan segalanya dan kekalahan bukan kiamat. Rakyat butuh teladan bukan hanyan sebatas omongan doang. Salam .................. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Salam | Blog Pribadi | Facebook | Twitter -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H