[caption id="attachment_233941" align="aligncenter" width="680" caption="Kegagahan Candi Prambanan yang Membanggakan |dok. Pribadi"][/caption] SUTARNO. Candi Prambanan, salah satu candi tertinggi di Indonesia sekaligus menjadi kebanggan bangsa bahkan dunia. Karena Candi prambanan merupakan salah satu peninggalan warisan dunia yang telah diakui oleh Unesco.Seiring dan sejalan dengan nama besar Candi Prambanan kita patut berbangga atas warisan budaya nenek moyang kita tersebut. Tetapi apakah kita hanya sebatas membanggakan saja ? Mungkin karena kita terlalu membanggakan inilah akhirnya kita terlena dan terbuai oleh rasa bangga tersebut. Di akhir liburan sekolah, saya bersama keluarga mengantarkan anak-anak untuk jalan-jalan sekedar menghilangkan kepenatan. Agar bermanfaat bagi anak-anak kami sekeluarga memilih Candi Prambanan sebagai tujuan kami. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah serta dapat memberikan pendidikan kepada anak-anak. Setelah 2 jam perjalanan, akhirnya kami sekeluarga sampai juga di tujuan. Karena lagi musim liburan, maka antrian di loket tiket sangat lumayan panjang. Akhirnya kami mendapat giliran untuk membeli tiket dan ternyata tiketnya lumayan mahal untuk ukuran daerah, Rp. 30.000,- untuk usia 6 tahun ke atas, mungkin karena liburan itu. [caption id="attachment_233943" align="aligncenter" width="680" caption="Pemandangan yang Menyejukkan di Lingkungan Candi Prambanan |dok. Pribadi"]
[/caption] Setelah mendapatkan karcis, kamipun bergegas untuk masuk melalui pintu yang dijaga petugas dengan menggunakan tiket masuk sebagai id untuk membukanya. Kemajuan yang luar biasa, mungkin untuk memudahkan pendeteksian pengunjung dan menghindari kong-kalikong petugas di lapangan. Setelah masuk pintu gerbang, ternyata semakin luar biasa lagi, penataan yang rapi, taman yang ditata bagus, sangat asri dan memang cocok untuk berwisata keluarga. [caption id="attachment_233944" align="aligncenter" width="680" caption="Anak-anakpun diwajibkan menggunakan kain / jarit |dok. Pribadi"]
[/caption] Di tengah jalan menuju candi sambil menikmati alam terbuka, kami disapa oleh petugas yang ramah, “Mohon maaf pak, ibu dan adik, tanpa mengurangi rasa hormat, pengelola Candi Prambanan berupaya melakukan pelestarian budaya, sehingga semua pengunjung diwajibkan untuk memakai kain batik untuk jarik (semacam sarung) bagi semua pengunjung candi. Mari pak, ibu dan adik kami akan membantu cara pemakaiannya, sapa petugas dengan ramah. Ini tambah luar biasa, gumamku. [caption id="attachment_233945" align="aligncenter" width="680" caption="Deretan Stupa yang sekedar ditata rapi | dok. Pribadi"]
[/caption] Akhirnya kamipun sampai pada pelataran candi. Anak-anak sudah nampak tidak sabar dengan menanyakan berbagai hal yang ada di benaknya. Ini namnya wisata pendidikan, begitu pemikiran saya pada anak-anak. Begitu sampai di area candi, anak-anak mengajak untuk masuk ke dalam candi. Akhirnya kamipun mengantarkan dengan susah payah masuk candi dengan menaiki tangga candi. [caption id="attachment_234244" align="aligncenter" width="680" caption="Deretan candi yang belum berhasil disusun | dok. pribadi"]
[/caption] Setelah puas berkeliling candi, ada beberapa hal yang mengelayuti pemikiran saya. Saya pertama kali datang ke Candi Prambanan sewaktu saya masih SD Kelas 4, kira-kira tahun 1984. Hingga saat ini walaupun banyak perubahan yang terjadi di lingkungan candi, terdapat hal pokok yang hingga saat ini tidak berubah yaitu jumlah candi yang berdiri dan gundukan-gundukan batu candi yang berada di sekitar candi utama. [caption id="attachment_234245" align="aligncenter" width="680" caption="Salah satu candi yang berhasil disusun berada di antara candi-candi yang butuh penanganan khusus | dok. pribadi"]
[/caption] Sayapun terbesit untuk menanyakan hal itu kepada petugas, mengapa batu-batu candi itu kok tetap dibiarkan begitu saja. “Oooo tidak mas ....... pihak kita tetap berusaha untuk melakukan penyusunan kembali batu-batu candi itu agar menjadi sebuah candi sesuai dengan strukturnya, begitu penjelasan petugas lapangan itu. Tetapi pak, kalau dilakukan usaha penyusunan candi kembali, kenapa jumlah candi sejak dulu sewaktu saya masih SD ke sini sampai sekarang kok tidak berubah, timpalku kemudian. Hmmmm .... memang tidak mudah mas, untuk menyusun batu sebnyak itu, makanya batu-batu candi ini semuanya digelar, bukan ditumpuk, untuk memudahkan dalam melihat bentuk yang dibutuhkan sesuai dengan strukturnya, begitu penjelasannya. Ok, saya terima penjelasan itu. [caption id="attachment_234247" align="aligncenter" width="680" caption="Batu-batu candi yang disusun ala kadarnya | dok. pribadi"]
[/caption] Apapun yang terjadi, pertanyaan itu masih menggelayuti pemikiran saya. Sederhana saja, pada saat Candi Prambanan terkena gempa Yogya kalau tidak salah tahun 2006, hamper semua candi-candi utama runtuh. Saat itu juga pihak pengelola berusaha sedemikian rupa untuk menyusun kembali kondisi candi seperti semula dan itu ternyata berhasil. Mengapa batu-batu candi yang masih teronggok itu tidak dilakukan dengan hal serupa, padahal hal itu sudah sekian lama teronggok ? Itu pertanyaan dalam benakku. [caption id="attachment_234248" align="aligncenter" width="680" caption="Hamparan reruntuhan candi yang berada di sekitar pintu keluar obyek | dok. pribadi"]
[/caption] Apakah karena kita terlanjur bangga dengan kondisi yang sudah ada ? ataukah karena teknologi dan kemampuan Bandung Bondowoso yang menciptakan candi tersebut lebih tinggi daripada kemampuan ahli saat ini ? Itulah Candi Prambanan, antara membanggakan dan menyesakkan dada. Mungkin itulah pekerjaan rumah kita semua pada umumnya dan PR pihak pengelola khususnya ? Bagaimana menurut saudara ?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Salam | Blog Pribadi | Facebook | Twitter -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya