[caption id="attachment_229369" align="aligncenter" width="680" caption="Pintu Utama Keraton Surakarta Hadiningrat | dok. pribadi"][/caption] SUTARNO. Mungkin apa yang saya tulis ini tidak mempunyai arti sama sekali untuk pembaca Kompasiana.com, tetapi saya berharap apa yang saya tulis ini mampu memberikan inspirasi kepada pihak lain dalam melestarikan budaya daerah masing-masing sehingga akan memberikan kelangsungan budaya nasional. Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat (Pendidikan Budaya Keraton Surakarta). Mungkin bagi sebagian orang merasa asing terhadap istilah tersebut, karena istilah tersebut merupakan Bahasa Jawa. Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat merupakan salah satu sumber budaya Jawa, satu-satunya yang ada di Indonesia. Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat sebenarnya mempunyai 2 cabang di tempat lain yaitu Tulung Agung dan Semarang.Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat merupakan salah satu lembaga non formal yang berbasis budaya Jawa yang didirikan oleh Keraton Surakarta. Seperti halnya pendidikan non formal lain, Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat mengajarkan budaya-semua budaya Jawa selama 6 bulan. Para peserta pada umumnya atas dasar kesadaran diri sendiri untuk mengikuti kegiatan tersebut. Para peserta mulai dari mahasiswa, pegawai pemerintahan, TNI, Polri atau masyarakat umum. Mereka datang / mengikuti pendidikan budaya Jawa ini rata-rata atas dasar kesadaran diri sendiri dengan pertimbangan sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa. Setiap angkatan rata-rata jumlah peserta sekitar 60 orang. [caption id="attachment_229372" align="aligncenter" width="680" caption="Suasana Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat | dok. Pribadi"]
- Kabudayan Jawi (Budaya Jawa),
- Basa Jawi (Bahasa Jawa),
- Tatakrama – Kasusilan / Subasita (Tatakrama – Kesusilaan),
- Kawruh Gendhing (Pengetahuan tentang lagu (Jawa)),
- Kawruh Beksan (Pengetahuan tentang pra pernikahan),
- Pancasila,
- Seratan Jawi (Tulisan Jawa),
- Tatabusana Jawi (Tatabusana Jawa),
- Tatacara & Upacara Manton (Tatacara & piranti / hal-hal yang dibutuhkan dalam pernikahan),
- Gladhen Hamicara (Latihan Berbicara (Dalam Bahasa Jawa)),
- Gladen Macapat (Latihan Menyanyi (Bahasa Jawa)).
Dari semua materi yang telah ditentukan tersebut terdiri dari 30 SKS atau sekitar 150 jam (1 SKS = 5 Jam pembelajaran) untuk kurun waktu 6 bulan. Dari 150 jam pembelajaran ini dibagi menjadi 2 yaitu sesuluh (teori) 55 jam dan gladhen tumindak (praktek) selama 95 jam.Adapun misi utama dalam pelaksanaan pendidikan budaya Jawa yang didirikan oleh Keraton Surakarta ini adalah mencetak generasi yang berbudaya Jawa atau “pambiworo ingkang hajiwo budoyo Jawi”. Mungkin bagi semua orang dalam kehidupan sehari-hari berbicara dengan lawan bicara / berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia / bahasa lain adalah hal yang lumprah dan sangat biasa. Tetapi jika kita mau jujur, bagaimana jika kita berkomunikasi dengan bahasa ibu terhadap pihak lain, misalkan dengan bahasa Jawa. Atau mungkin kita mendapatkan kesempatan untuk memberikan sambutan dengan bahasa Jawa ? Apa yang terjadi ! Hal itu adalah bagian terkecil yang dipelajari dalam Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat. Apakah kita tertarik ? Sudah sewajarnya jika kita harus berfikir ulang, siapakah yang akan melestarikan budaya kita sendiri kalau bukan kita sendiri. Apakah kita akan rela jika budaya kita di ambil alih oleh pihak lain. Sesekali kita perlu merenungkan hal ini. Apakah yang telah saya perbuat, selain kita marah-marah terhadap pihak lain yang mencaplok budaya kita ? ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Salam | Blog Pribadi | Facebook | Twitter -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H