Mohon tunggu...
Sutarno
Sutarno Mohon Tunggu... Pendidik -

Sedang belajar mencerdaskan anak bangsa | SMK Negeri 1 Miri Sragen | Alamat Sekolah : Jeruk, Miri, Sragen | Alamat Rumah : Harjosari RT. 02, Majenang, Sukodono, Sragen Jateng | E-mail : tarn2007@yahoo.com | Blog : tarn2007.blogspot.com | Facebook : Soetarno Prawiro | Twitter : @sutarno_rahmat.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Kedelai Menjerat Leher Pengrajin

24 Juli 2012   16:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:40 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1343146739354538499

[caption id="attachment_202418" align="aligncenter" width="680" caption="Tidak hanya sembako, kedelaipun mampu menjerat leher masyarakat | dok. pribadi"][/caption] SUTARNO. Tahu tempe, merupakan makanan khas Indonesia yang telah melanglang ke seluruh dunia. Makanan yang berbahan baku kedelai ini pada akhirnya ikut serta mengguncang kondisi nusantara melalui berita yang kurang menyenangkan. Berita buruk tahu dan tempe ini rupanya tidak mau ketinggalan dengan naiknya harga sembako yang telah lebih dahulu menjerat masyarakat. Ketika sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini hanya menikmati rasa gurih pada tempe dan tahu, mungkin untuk saat ini harus mulai gigit jari dan hanya akan merasakan kegetiran dan berita buruk tentang tahu dan tempe. Seperti yang keluarga kami rasakan, tempe adalah menu wajib yang harus disediakan oleh keluarga kami. Keberadaan tempe tahu saat ini juga dirasakan oleh istri ketika harus mondar-mandir di pasar hanya untuk mencari tempe dan tahu. Tak pelak, keluarga kamipun akhirnya merasakan pengaruh terhadap kenaikan kedelai yang tidak terkendali ini. Bahkan pada saat buka puasa hari ini, terpaksa kami harus membujuk anak-anak kami, karena keberadaan tempe tahu yang tidak muncul dalam menu buka puasa hari ini. Kedelai Nasional Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional produksi delai nasional dari tahun ke tahun terus menurun. Hal ini seperti diungkapkan, bahwa produksi kedelai nasional tahun 2011 hanya 870.000 ton. Produksi ini terjadi penurunan sekitar 4% jika dibandingkan dengan angka produksi tahun sebelumnya. Daerah-daerah penyumbang kedelai nasional selama ini adalah Jawa Timur sebagai pemegang rekor disusul daerah NTB. Angka produksinyapun tidak begitu signifikan dengan kebutuhan nasional. Oleh sebab itulah kekurangan ini harus didatangkan melalui impor. Faktor Kelangkaan Dari data tersebut kita dapat menganalisa bahwa hasil produksi kedelai nasional jika dibandingkan dengan kebutuhan nasional akan sangat jauh. Kebutuhan kedelai nasional tahun 2011 tercatat sebesar 2,6 Juta ton, sedangkan produksi nasional hanya 870.000 ton. Artinya jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan, produksi nasional hanya mampu memenuhi kebetuhan nasional sebesar 33% sedangkan 67% kita harus import dari negara lain. Negera-negara yang menjadi pengekspor kedelai ke Indonesia antara lain adalah USA, Kanada, China, Ukraina dan Malaysia. Tahun 2012 ini rupaya mencatatkan sejarah tersendiri untuk Negara-negara yang menggantungkan kedelai termasuk Indonesia. Pada saat kita membutuhkan, ternyata juga terjadi masalah pada Negara-negara penyuplai. Selain kekeringan yang melanda USA dan Kanada, rupanya China dilanda musim yang juga tidak bersahabat yaitu musim hujan yang tidak kunjung berhenti. Oleh sebab itulah, Negara-negara itu sendiri mengalami kegagalan dalam panen. Dari dampak kegagalan itulah pada akhirnya kita sebagai pengkonsumsi kedelai terbesar di dunia ikut merasakan dampaknya. Selain factor-faktor tersebut, rupanya penyempitan lahan yang terjadi di Indonesia menjadi penyebab utama mandegnya produksi kedelai nasional. Seperti yang kita ketahui, bahwa kedelai ini tipikal tanaman yang hanya mampu bertahan pada kondisi tanah kering tetapi juga mudah pengairan. Sehingga salah satu lahan yang tepat adalah perladangan. Kenyataan di lapangan berbeda dengan harapan, selain lading yang terus tergerus oleh pemanfaat lain, pola produksi dan tanam kedelai di masyarakat hanya satu setahun sekali. Itupun jika kondisi musim memenuhi. Di lain pihak masyarakat menganggap bahwa produksi kedelai tidak menguntungkan jika dibandingkan dengan produksi pada, sehingga masyarakat lebih memilih menanam padi. Langkah Pengrajin Kenaikan setiap hari harga kedelai adalah sekitar 10%. Hingga saat ini harga kedelai dipasaran telah mengalami perubahan sebesar 54% yaitu dari harga semula sekitar Rp. 4.500,- mejadi sekitar Rp. 8.000,-. Dan itupun barang dipasaran sangat langka. Tidak dipungkiri, jika pada akhirnya kedelai harganya jauh melambung di atas daya beli para pengrajin. Artinya jika harga kedelai tersebut naik, (misalkan dari Rp. 4.500,- menjadi Rp. 5.000,-) maka pengrajin tidak begitu khawatir untuk memproduksi tahu tempe. Karena para pengrajin bisa memprediksi produk dan nilai jual tahu tempenya. Tetapi yang terjadi saat ini adalah harga kedelai merangkak tanpa kendali. Jika bahan baku terus merangkak seperti itu, jika pengrajin saat ini membeli kedelai (1 kwintal) dan memproduksinya, maka hasil penjualan produknya tersebut tidak bisa digunakan untuk mengembalikan modal / tidak bisa untuk membeli kembali bahan baku 1 kwintal. Hal ini disebabkan karena harga kedelai setiap hari terus merangkak naik. Oleh sebab itulah tidak ada pilihan lain selain mereka harus menghentikan produksinya. Selama harga kedelai belum terkendali, jika pengrajin semakin memproduksi maka ia akan semakin bertambah kerugiannya. Jika pada akhirnya pengrajin tahu tempe pada tanggal 25 Juli 2012 akan menghentikan produksinya secara masal dan menyeluruh, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Kita hanya bisa prihatin dengan kondisi dan harus menyadari serta menahan diri jika di meja makan tidak ada menu tempe tahu seperti biasanya. Kita hanya sedapat mungkin untuk berharap, pemerintah segera turun tangan menangani permasalahan ini. Mestinya pemerintah harus cepat turun tangan mengatasi hal ini. Karena jika kita melihat lebih jauh, peran industry kecil pengrajin tahu tempe ini mampu menumbuhkan tenaga kerja yang luar biasa. Saya kira bukan waktunya lagi pemerintah memandang sebelah mata tahu dan tempe ini, tetapi perlu dilihat berapa juta penduduk yang menggantungkan mata pencarian dari produksi ini. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Salam | Blog Pribadi | Facebook | Twitter -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun