Mohon tunggu...
Tarjum Sahmad
Tarjum Sahmad Mohon Tunggu... Administrasi - Sambil bekerja, menekuni dunia marketing dan jalani hoby menulis.

Suka sekali menulis di blog dan media online. Blog pribadi: Curhatkita.com Blog Kesehatan: Sentradetox.com. Akun Facebook: Tarjum Sahmad. WA: 0896-3661-3462 - Call/SMS: 0823-2066-8173. Menulis buku psikologi, bisnis & novel.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pengorbanan Cinta #5

24 Oktober 2013   07:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:07 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Oleh Tresya

Waktu terus berlalu dan tiba disuatu hari,di mana aku diajak dalam perjamuan makan malam di akademi mas Doni. Mereka biasa menyebutnya “Makrab” atau malam akrab. Makrab adalah suatu acara makan malam, pesta dansa, dan hiburan-hiburan lainnya yang diadakan oleh akademinya yang mengharuskan para siswanya mengajak teman wanita/pacarnya.

Aku senang, karena mas Doni punya etika yang sangat baik. Seminggu sebelum mengajakku ke acara itu, mas Doni ke rumah dan secara resmi dia meminta ijin kepada papa mamaku. Dia menyampaikan, kalau minggu depan di akademinya akan diadakan acara malam akrab, dan dia minta ijin sama papa mamaku buat ngajak aku ke acara itu.

Acaranya dilaksanakan pada malam hari. Jadi mungkin sore jam 17.00, mas Doni mau jemput aku ke rumah, kemudian kita berangkat. Biasanya acaranya berlangsung hingga lewat tengah malam. Tapi dia berjanji pada orang tuaku akan mengantarku pulang sampai di rumah. Dan orang tuaku dengan wejangan-wejangannya memberikan mas Doni ijin. Seneng deh, akhirnya besok bisa ikutan makrab juga.

Saat itu, aku bener-bener ngga tau sama yang namanya makrab. Kirain ya biasa ajalah, kumpul-kumpul, nyanyi-nyanyi, makan-makan biasa. Dan setelah kedatangan kakaku ke rumah dan dia bercerita lebih lanjut tentang makrab, ternyataaa oh ternyataaa, jauh dari dugaanku, makrab itu harus pake gaun, ngga boleh pake celana jeans, harus dandan, minimal pake make up lah, harus belajar dansa juga, karna di sana nanti kita diwajibkan berdansa. Harus tau tata cara makan yang bener, karna nanti di sana bakalan makan bareng di meja bundar. Buset dah, ribet amat sih ni acara. Kayak acara kepresidenan aja ada dansa-dansa segala.

Hari itu juga aku diajak kakakku ke salah satu boutique di kota sebelah. Aku diajak milih gaun, sepatu, tas dan juga dompet buat acara besok malam. Dari gaun pink, hijau pupus, merah dan kuning udah aku coba, tapi ngga pede. Pilihan kakakku terlalu mewah dan cenderung kayak gaun pengiring pengantin di gereja-gereja.

Aku lihat ada salah satu gaun hitam polos dengan sedikit lengan. Tanpa hiasan yang macem-macem. Aku coba dan bener aja, pas nempel di badan. Aku juga pede makenya, karena memang pada dasarnya aku suka sesuatu yang simple. Aku juga yakin mas Doni suka dengan pilihan gaunku ini. Kemudian, aku menemukan high hells gold setinggi 12 cm. Aku pilih hak tinggi untuk menyesuaikan tinggiku dengan mas Doni. Karena postur tubuhnya memang tegap dan tinggi banget, hamper 178 cm, sedangkan aku cuma 165. Ya minimal bisa enak diliat lah kalo pas jalan bareng. Nggak jauh-jauh amat, hehehe. Kemudian menyesuaikan sepatu, aku dapet tas dan dompet warna emas juga, sip lah, semua sudah siap.

Tiba di Sabeteu pagi. Duh, udah mulai deg-degan nih, ntar gimana yaaaa? Aku mesti gimana ya disana? Kebetulan hari itu tanggal merah dan sekolahku juga libur. Jam 09.00, kakakku datang ke rumah dan tiba-tiba langsung nyeret aku ngajakin ke salon, whuaduuuh, mau diapain lagi nih aku ma dia?

Tadinya aku nggak mau, “Aku mau yang sederhana aja lah kak, nggak usah macem-macem juga.”

Tapi kakakku ngotot aja dan dengan nada tanpa putus asa dia bilang, “Terakhir kali kakak ngajak kamu ke salon kamu juga ngotot nggak mau, nyesel kan waktu itu? Sekarang jangan sampe ya kamu nyesel kedua kalinya.”

Hehehe… bener juga sih, kakakku pasti mau yang terbaik untukku, dia ga bakal jerumusin aku n sebagai Persit dia juga pasti udah lebih berpengalaman tentang malam akrab yang nanti malam akan aku jalani. Okelah, pagi itu juga aku turutin semua kata kakakku.

Sampe di salon, rambutku langsung di acak-acak, dipijit-pijit, di hair mask. Badan juga dipijit-pijit, di massage sama di lulur. Trus wajah juga di facial dan di masker. Hhhmmm, enak juga kok, ,hehehe.

Setelah badan dari ujung rambut sampe ujung kuku dibersihkan, mulailah wajahku di make up. Aku pesen sama peñata riasnya, “Make upnya tipis-tipis aja ya mbak! Karena pada dasarnya cowokku ngga suka kalo aku dandan, jadi dibikin natural aja.” Beruntung chapturenya tau banget apa yang aku inginkan. Dan rambutku yang panjang hitam sebahu, dia bikin agak curly. Karena gaunku sederhana, tata rias wajah juga sederhana, makanya rambutku dibikin agak sedikit bergelombang untuk menambah aksen mewah, serta ngga terlalu polos.

Tibalah di pukul 15.00 sore. Eggak nyangka banget, kalo aku udah seharian di salon dan sampe di rumah, aku melihat diriku di cermin, aku menjadi sangat berbeda. Aku yang nggak biasa dandan, tiba-tiba jadi seperti ini, dengan gaun hitam, rambut bergelombang, dan sepatu hak tinggi, aku terlihat lebih dewasa.

Tiba-tiba mama masuk di kamarku. Mama membawa cepuk kecil ditangannya dan dia berdiri di belakangku sambil mengalungkan kalung kecil dengan liontin kecil yang bercahaya di leherku. Benar-benar aku kaget, mama bilang, “Kalung ini akan membuat adek menjadi lebih sempurna, anak mama yang paling cantik, sekarang jadi bercahaya.” Aku terharu banget, aku seneng tapi pengen nangis. Mama bilang jangan nangis, ntar mascaranya luntur ga jadi cantik lho, …wkwkwkwk. Aku bahagia banget sore itu.

Sekitar pukul 4 sore, aku sudah sangat siap menunggu kedatangan pangeran menjemputku. Tiba-tiba aja HP nya berdering, ternyata pangeranku menelfonku. Dengan nada terengah-engah dia bilang, “Adek ma’afin mas, mas nggak bisa jemput adek ke rumah.” Ternyata bis jemputan yang tadinya sudah direncanakan dia untuk menjemputku nggak bisa memasuki kawasanku.

Untuk naik angkot udah jelas nggak mungkin, masak aku pake gaun kayak gini mau dinaikkan angkot, belum lagi sepatu hak tinggiku. Dia panik, bisa aja aku datang ke akademinya naik mobilku sendiri, tapi dia nggak mau dianggap sebagai pria yang ngga bertanggung jawab di hadapan orang tuaku.

Melihat kekhawatiranku, tiba-tiba mamaku mengambil alih HP ku, mamaku bilang sama dia, “Udah mas, tenang aja, Icha biar tante sama kaka yang anter ke rumah. Nanti mas Doni tunggu di rumah mas Doni ya, bentar lagi tante ke rumah sama Icha.”

Dia terdengar sangat lega, sambil terus meminta maaf pada mamaku kalo ngga bisa menepati janjinya untuk datang menjemputku. Mama bergegas mengganti pakaiannya, kemudian berangkat mengantarku.

Di gerbang kita bertemu sama papa yang baru pulang dari kantor, matiii aku. Papa bakalan ngijinin gak ya, kalo mas Doni nggak jadi jemput aku. Mama mencoba menjelaskan situasi ini ke papa, kiraian papa bakal marah, eh papa malah bilang “Dah, ayok papa ikut nganter, biar bisa ngebut. ”Haahahaha…. Thank’s papa. I love u fuuuuul!”

Tancap gaaas paaaaaaaaaaaaaah, bruuum… bruuum! Aakhirnya kita ber 4 berangkat ke rumah pangeranku.

Duuuh, apaan lagi sih ni tiba-tiba aja hujan dating, gerimis sih, tapi lumayan deres juga. Sampai di depan rumah mas Doni, hujan semakin deras. Papa udah bunyiin klakson dengan harapan mas Doni keluar bawain aku payung, eh ternyata kakaknya mas Doni yang keluar. Aku Tanya, “Mas Doni mana sih?“

Kakaknya menjawab, “Doni nya masih di kamar mandi, dari tadi bolak balik kamar mandi mulu, mules katanya”

Hahahaa….

Papa, mama sama kakakku turun duluan dari mobil sambil lari-lari karna gak bawa paying. Nah aku sendiri nih yang rempong, dengan sepatuku yang setinggi langit, aku ngga bisa lari, alhasil aku jalan pelan-pelan kayak pengantin sama kakaknya mas Doni.

Sampailah kami di depan pintu, aku lihat mas Doni juga baru keluar dari dalem ke ruang tamu, ngga merduliin dia aku sibuk ngerapiin gaun dan rambutku. Setelah sadar, ternyata orang serumahnya, termasuk mas Doni, lagi pada melongo ngeliatin aku. Hihihi, aku cuma bisa tersenyum sambil mamerin gigiku. Aku kan malu diliatin kayak gini. Aku masuk rumah kemudian cium tangan ke papa, mama n kakaknya mas Doni. Kemudian mas Doni deh. Hehehe… mukanya terlihat memerah, ngga tau kenapa dia jadi gugup n malu banget.

Waktu itu masih sekitar pukul 17.00, aku masih bisa merapikan diriku lagi sambil menunggu bus jemputan dari akademi. Aku masuk ke kamar mas Doni untuk merapikan make up dan rambutku. Di sana mas Doni juga sedang merapikan seragamnya. Aku lihat hari ini dia nampak berbeda, seragam dan atributnya terlihat lebih banyak. Seragamnya memang memakai jas khusus, membawa ponyet (semacam sangkur dari kuningan) dan dengan rantai serta simbol-simbol yang aku ngga tau namanya. Dia terlhat lebih gagah dari biasanya.

Sebelum memakai jas, dia harus memakai dasi dulu, melihat dia gugup, mungkin karena aku juga berada di kamarnya, dia kesusahan memakai dasi itu. Aku dekati dia dan aku bantu dia memakai dasinya, lumayan lah, dulu diajarin mama gimana kalo makein dasinya papa, …hehehe. Mukanya terlihat memerah lagi, dia terlihat sangat gugup, karena jarak antara wajahku dan wajahnya jadi semakin dekat. Terlebih aku memakai sepatu hak tinggi yang jadi mensejajarkan tinggiku dengan tingginya.

Selesai memakaikannya dasi dan merapikannya, aku mau melangkah mundur untuk keluar dari kamarnya, tapi tiba-tiba saja dia menarik pinggangku dan memelukku dengan erat. Aku rasakan denyut didadanya. Sambil memelukku dia berkata, “Makasih ya sayang…”

Denyut didadanya mulai reda, sekarang giliran dadaku yang berdenyut tanpa ritme lagi, Aduuuh, beneran jadi mules ni perut, tubuhku panas, seakan mau pingsan karena bahagia. Kita sempat terhanyut menikmati pelukan ini, aku balas memeluknya dan aku benar-benar merasa nyaman serta bahagia ada dipelukannya.

Selang berapa menit, terdengar suara klakson yang begitu keras, ternyata bis jemputan dari akademi sudah datang. Kita berdua segera bergegas keluar, kita pamit dulu sama papa mamaku dan mas Doni. Papa mama bilang, hati-hati ya.

Papa bilang sama mas Doni, “Titip Icha ya mas.”

Ya ampun, dah kayak mau melepas aku bulan madu aja si papah nih… xixixixi.

Mas Doni membawa payung akademi, dia berjalan merangkul sambil memayungi aku. Sampai di dalam bis, dia membawakan tas ku, dan memilihkanku tenpat duduk. Kami duduk dan dia memintaku untuk membawakan Topi akademinya. Dia mengambil sapu tangan dan membersihkan percikan-percikan air di wajahnya serta bahunya, kemudian dia mencari sisi kering dari sapu tangannya, dan membersihkan percikan-percikan air yang membasahi gaun serta rambutku.

Bersambung…

Sebelumnya (#4)

Berikutnya (#6)

Awal (#1)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun