[caption id="attachment_325249" align="aligncenter" width="579" caption="foto: http://pasunik.blogspot.com"][/caption]
Salah satu artikel saya di Kompasiana mengulas soal penomena “Tongki” (perempuan yang kelaki-lakian) atau di perkotaan populer dengan istilah lesbi.
Karyawan perempuan tapi penampilan dan gayanya seperti laki-laki dan menyukai perempuan, mereka inilah yang oleh warga desa kami disebut “Tongki”. Tongki sebenarnya sebutan untuk hasil perkawinan silang antara Bebek dengan Entog. Perempuan yang kelaki-lakian disebut Tongki, mungkin karena dianggap perpaduan antara perempuan dengan laki-laki.
Reporter ANTV Tertarik Cerita Tongki
Di antara pembaca artikel tongki ini adalah Beeta, seorang kru program “Cakrawala: Topik Kita” ANTV. Program ANTV yang khusus meliput penomena sosial di masyarakat. Beeta menghubungi saya via pesan facebook. Dari halaman facebook pembicaraan berlanjut via HP.
Beeta yang baru mendengar istilah Tongki, dengan nada penasaran menanyakan apa dan bagaimana penomena Tongki ini terjadi sampai menjadi bahan perbincangan warga di sekitar lokasi pabrik. Setelah saya jelaskan sekilas tentang Tongki ini, Beeta dan kru program Cakrawala tertarik untuk meliput penomena Tongki ini. Dia juga meminta kesediaan saya untuk diwawancara terkait cerita Tongki.
Singkat cerita, Kami membuat janji untuk bertemu sekaligus meliput sepak terjang Tongki di desa saya. Beeta menjadwalkan akan meliput cerita Tongki mulai hari Kamis sore (6/2/2012), Jum’at dan Minggu. Hari Sabtu, Beeta dan kru ada liputan di Cirebon.
Kru Program Cakrawala Tiba di Desa Kami
Kamis siang, Beeta ngabarin sudah sampai di Subang, istirahat dulu di salah satu hotel di kota Subang. Baru akan meluncur ke desa saya sore harinya. Sekitar jam 17:30 Beeta dan kru Cakrawala (3 orang dan seorang driver) sudah sampai di rumah saya. Setelah saling memperkenalkan diri, kami ngobrol soal Tongki yang akan menjadi topik liputan. Beeta dan rekannya, mengaku tertarik meliput cerita Tongki karena terbilang unik dan baru mendengar istilah Tongki.
Selepas magrib, Beeta mewawancarai saya dan istri, untuk sesi wawancara pertama. Istri saya sebelumnya menolak diwawancara karena khawatir ada orang-orang yang tak suka atau tersinggung terutama Tongki yang pernah tinggal di kosan kami. Namun saya yakinkan istri bahwa liputan ini bukan untuk mendiskreditkan atau menghakimi Tongki, tapi menjelaskan penomena Tongki apa adanya. Dan diharapkan liputan ini bisa meluruskan kesimpag-siuran dan salah pemahaman tentang Tongki. Setelah sya beri pengertian, akhirnya istri mau diwawancara.
Sebelum syuting sesi wawancara, Beeta dan kru Cakrawala memberi arahan kepada kami berdua, apa saja yang akan ditanyakan dan apa yang harus kami jelaskan. Kami berdua diwawancara sebagai pemilik tempat kos yang pernah ditempati beberapa orang Tongki. Saat wawancara saya dan istri menceritakan pengalaman-pengalaman unik selama bergaul dengan para Tongki.
Saya sarankan ke Beeta, jika mau melihat para Tongki lebih jelas dan lebih dekat, pagi-pagi saat karyawan pabrik masuk kerja. Karena aktivitas pabrik dimulai jam 7:00. Karena itu Beeta dan kru dari jam 6:30 pagi harus sudah berada di depan gerbang pabrik. Setelah sesi wawancara dan obrolan seputar Tongki selesai, sekitar jam 21:00 Beeta dan kru kembali ke hotel.
Membantu Kru ANTV Mencari Narasumber Untuk Wawancara
Hari Jum’at (7/2/2014), jam 06:00, Beeta ngabarin, dia dan kru sudah berada di depan gerbang pabrik. Beeta cerita, ternyata dengan pengamatan sekilas saja memang banyak Tongki yang lalu-lalang. Mereka (Tongki laki-laki) mudah dikenali dari gerak-gerik, potongan rambut dan gaya berpakaiannya yang mirip laki-laki.
Sesi selanjutnya adalah mewawancarai Kepala Desa, sebagai wakil pemerintahan. Sehari sebelumnya saya sudah memberitahu Pak Kades bahwa kru ANTV akan mewawancara Pak Kades terkait penomena Tongki di desa Wanakerta. Dan Pak Kades bersedia diwawancara. Sekitar jam 8:00 Beeta dan kru sudah berada di kantor desa dan sudah bertemu dengan Pak Kades.
Selesai wawancara Pak Kades, kru ANTV langsung meluncur ke lokasi pabrik garment tempat saya bekerja untuk sesi wawancara dengan Manager HRD, 2 orang perwakilan karyawan dan perwakilan warga. Sebelumnya, Manager HRD sudah menyatakan kesediaanya untuk diwawancara. Wawancara dilakukan di pos security, karena ada aturan dari managemen, pihak-pihak yang tak berkepentingan dengan urusan produksi dilarang masuk ke area pabrik. Wawancara dengan Manager HRD berjalan lancar. Selanjutnya kru ANTV meminta 2 orang karyawan perempuan untuk diwawancara setelah jam makan siang.
Saya mencari 2 orang karyawan perempuan yang bersedia diwawancara. Beberapa orang karyawan yang saya minta kesediaanya, menolak dengan alasan khawatir ada pihak yang tersinggung dengan pernyataanya.
[caption id="attachment_297808" align="aligncenter" width="582" caption="Kru Cakrawala ANTV sedang mawawancara warga"]
Saya yakinkan bahwa program yang mengulas soal Tongki ini tak bermaksud menyudutkan, menyalahkan atau menghakimi para Tongki, tapi sekedar menayangkan sebuah realitas sosial di sekitar area pabrik yang karyawannya mayoritas perempuan. Akhirnya 2 orang karyawan ang saya kenal baik, bersedia diwawancara. Wawancara dilakukan di luar gerbang pabrik di pinggir jalan raya.
Tak Mudah Mencari Tongki yang Bersedia Diwawancara
Sesuai rencana, beberapa pihak dari latar belakang sosial dan kedudukan yang berbeda sudah diwawancara terkait penomana Tongki ini. Sesi terakhir adalah mewawancarai Tongki-nya sendiri. Kru ANTV meminta 2 orang Tongki (Tongki laki-laki dan perempuan) untuk diwawancara.
Saya minta tolong kepada dua orang teman yang kenal baik dengan beberapa orang Tongki untuk memcari Tongki yang bersedia diwawancara. Mereka berdua menyanggupi. Ternyata sampai sore bahkan sampai menjelang malam, sang teman belum berhasil mendapatkan Tongki yang mau diwawancara. Alasan mereka menolak diwawancara karena malu membuka aib sendiri, khawatir dengan pandangan negatif orang dan khawatir dimusuhi teman-teman Tongki-nya.
Karena hari itu sampai jam 9 malam belum juga menemukan Tongki yang mau diwawancara, kru ANTV memutuskan untuk menunda sesi wawancara dengan Tongki sampai hari minggu, sepulang mereka dari liputan di Cirebon.
Hari Minggu (9/2/2014) pagi, saya dan istri berembuk untuk berbagi tugas mencari Tongki yang mau diwawancara. Istri akan coba menemui Tongki yang pernah tinggal di kosan kami. Dia juga menghubungi beberapa Tongki yang dia kenal namun sudah pindah kerja ke tempat lain.
Saya mengontak seorang teman yang kenal Tongki dan menyatakan sanggup membawa 2 orang Tongki untuk diwawancara. Sampai jam 9, saya dan istri belum juga menemukan Tongki yang mau diwawancara. Sang teman yang saya minta mencarikan, juga belum ada kabar.
Beberapa saat kemudian, istri saya datang dengan seorang Tongki yang katanya bertemu dijalan dan diajak mampir. Istri menjelaskan maksunya ngajak dia ke rumah untuk wawancara dengan kru ANTV terkait penomena Tongki. Ternyata dia bersedia di wawancara. Tak lama berselang, sang teman yang tadi pagi saya minta mencarikan Tongki, juga datang dengan membawa sepasang Tongki. Jadi sudah ada 3 orang Tongki yang siap diwawancara.
Saya segera menghubungi kru ANTV yang masih berada di Subang kota, agar segera meluncur ke rumah saya untuk wawancara Tongki yang sudah menunggu. Mendengar kabar itu, mereka langsung berangkat menuju rumah saya.
Syuting dan Mewawancarai 3 Orang Tongki
Sekitar jam 11:00, kru ANTV sampai di rumah saya. Setelah berkenalan dan ngobrol dengan 3 orang Tongki, mereka mempersiapkan tempat dan properti untuk wawancara. Sesuai dengan yang ceritakan, wawancara dengan tongki dilakukan di dalam dan di depan kamar kos. Yang kebagian wawancara pertama adalah Tongki yang dibawa istri saya, sebut saja namanya JO.
Saya ikut mendampingi saat JO diwawancara Beeta. Saat wawancara, wajah JO tidak disorot kamera, yang disorot hanya bagian dada kebawah. Ada dua kamera yang mengarah ke JO, yang satu kamera kecil yang dibawa Beeta, satunya lagi kamera besar yang merekam JO agak jauh dari arah samping belakang dari dalam mobil. Sengaja dari dalam dan terhalang kaca mobil agar sosok JO tidak terlihat jelas.
JO menjawab pertanyaan-pertanyaan Beeta dengan cukup lugas tanpa terkesan ragu atau khawatir. JO menjelaskan, awal mula dia masuk ke dunia hubungan sejanis (istilah mereka “Belok”) karena sakit hati sama sang pacar. Dia dikenalkan oleh teman Tongkinya ke komunitas hubungan sejenis. JO mengaku, menjalani hubungan sejenis lebih aman ketimbang hubungan lawan jenis, karena orang-orang gak akan nyangka mereka menjalani hubungan sejenis. Walaupun mereka tinggal sekamar dengan pasangannya, tak ada warga yang menggerebek, begitu menurut JO.
Diakhir wawancara Beeta bertanya, apakah dia punya niat untuk kembali menjalani hubungan yang normal, berumah tangga dan punya anak? JO menjawab, bahwa niat itu memang ada, tapi tidak sekarang katanya. Suatu saat nanti jika sudah menemukan laki-laki yang baik dan menyayanginya, dia akan menikah dan berkeluarga. Demikian pengakuan JO.
Sesi berikutnya wawancara dengan sepasang Tongki, sebut saja KEN (Tongki laki-laki) dengan pasangannya SIN (Tongki perempuan). Di sesi wawancara ini saya tidak ikut mendampingi. Wawancara dilakukan di salah satu kamar kos.
Alasan SIN menjalani hubungan sejenis, hampir sama dengan JO, karena disakiti sang kekasih. SIN menjalani hubungan sejenis dengan KEN berjalan lebih lama ketimbang hubungan dengan mantan kekasih normalnya. SIN menegaskan, jika menjalani hubungan dengan lawan jenis belum tentu bisa bertahan lama seperti yang dia jalani dengan KEN.
Selesai wawancara dengan 3 orang Tongki, untuk melangkapi alur cerita, Beeta dan kru membuat ilustrasi tentang bagaimana awalnya saya dan istri mengenali para Tongki yang pernah tinggal di kamar kos kami.
Pengambilan gambar, sesi wawancara dan pembuatan ilustrasi baru selesai sekitar jam 16:00. Setelah semua dirasa cukup, Beeta dan kru Cakrawala ANTV, sore itu juga pamit pulang.
[caption id="attachment_297810" align="aligncenter" width="555" caption="Foto bareng kru ANTV selesai syuting dan wawancara untuk program Cakrawala "]
Sebuah pengalaman baru, menjadi bagian dari program acara televisi yang memotret penomena sosial di desa kami. Senang juga bisa membantu sekaligus belajar bagaimana para kru membuat sebuah acara televisi. Untuk membuat satu acara yang hanya berdurasi 30 menit, ternyata butuh waktu tak kurang dari tiga hari. Belum lagi untuk mengolah dan mengedit hasil pengambilan gambar, video dan audionya, tentu butuh waktu lebih lama lagi.
Menyaksikan Tayangan “Cakrawala: Topik Kita” Bersama Keluarga
Pada hari Senin (24/2/2014) jam 24:00, kamisekeluarga menonton tayangan acaranya. Hasil kerja keras berhari-hari Beeta dan kru Cakrawala ternyata hasilnya sangat apik dan menarik. Kami sekeluarga, terseyum, tertawa namun juga termenung, menyaksikan kisah Tongki, sebuah realitas sosial yang terjadi di sekitar kami.
Dari awal menulis cerita tentang Tongki ini, saya tak bermaksud mendiskreditkan, memojokan atau menghakimi para Tongki atau siapa pun. Saya hanya berusaha memotret dan mengangkat sebuah cerita keseharian yang terjadi di sekitar kami. Cerita yang begitu dekat bahkan menjadi bagian dari kesaharian kami sekeluarga, karena beberapa orang Tongki pernah tinggal dan bergaul dengan kami.
Saya hanya berharap para pembaca tahu dan memahami apa dan bagaimana penomena Tongki ini terjadi. Setelah tahu dan memahami semoga akan muncul kepedulian. Selanjutnya kita bersama-sama mencari solusi terbaik untuk menanganinya.
Salam bahagia dari desa.
Baca juga serial Cerita Tongki sebelumnya :
Cerita Tongki Episode ke-1 : Dilema Cinta Sejenis
Cerita Tongki Episode ke-2 : Seorang Karyawati Nekad Bunuh Diri
Cerita Tongki Episode ke-3 : Banyak “Tongki” Masuk ke Desa Kami
Cerita Tongki Episode ke-4 : Mengenal “Tongki” Lebih Dekat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H