Oleh Tresya
Dari jauh sudah terlihat ada 7 bus pariwisata yang berderetan di sekitar sekolahku.
Mas Doni bilang, “Semua perlengkapan udah dibawa sayang? Baju-baju? Alat tulis? Obat-obatan? Bekal? Uang? Hp? Dompet? Kunci? Carger? camera?”
Semua dia sebutin dengan nada penuh kekhawatiran jika nanti ada sesuatu yang tertinggal. Aku cuma meringis aja ke arahnya,hehehe. Di dalem mobil aku sempet sedih, melihat temen-temenku dengan penuh keceriaan berfoto di depan bus dan dengan koper mereka berlari-lari untuk mencari bus dan mempersiapkan kelengkapan mereka.
Aku masih di dalam mobil, mas Doni sudah parkir dan bergegas turun mengeluarkan koper serta tas ku. Hhhmmmm, melihat pacarku yang sangat manis dan sayang sama aku, angan-angan buat ke Bali langsung sirna gitu aja. Aku berpikir, ke Bali ma temen-temen mah bisa kapan aja. Besok setelah lulusan juga kita bisa ke sana bareng-bareng lagi.
Tapi kalo ma mas Doni, belum tentu seletah lulus dari akademi aku bisa berduaan kayak gini lagi. Bisa aja dia ditugaskan di luar jawa, yang membuatku berkesempatan buat ketemu sama dia mungkin cuma setahun sekali.
Aku langsung bergegas turun menghampiri mas Doni yang sudah membawakan tas dan koperku. Aku langsung jalan ke arah sahabat-sahabatku berkumpul di halaman sekolah. Temen-temenku langsung memelukku, “ Ichaaaaaaaaaaa……” serentak mereka berteriak.
Mas Doni terlihat heran melihat kelakuan temenku, mungkin dipikirannya, “Ni anak-anak SMA lebay banget sih, tiap hari ketemu juga, abis ini juga bisa seminggu penuh main sama Icha, masih aja peluk-pelukan kayak gitu! Aku aja yang nggak pernah ketemu n abis ini mau ditinggal biasa aja!” xixixixixxi…,
Temen-temenku sudah tau dengan rencanaku ngerjain mas Doni, lalu temenku, Rere, menggoda mas Doni, “Abang, pinjam Icha nya satu minggu yah, abang jangan nangis lhoh kalo ditinggal!” Hahahahaaa…, temenku langsung pada ketawa denger ocehannya Rere.
Mas Doni cuma bisa nyengar-nyengir aja dikerjain anak-anak SMA.
Setelah puas berfoto-foto di depan Bus, guru juga sudah mengabsen semua murid yg akan berangkat ke Bali, semua dipersilahkan untuk naik ke bus masing-masing. Mas Doni terlihat sudah menenteng tas dan koperku untuk dimasukkan di bagasi bus. Aku langsung meninggalkan temen-temenku dan berlari ke arah mas Doni.
Aku bilang, “Ntar aja mas, Icha naik bus nya terakhir aja, kopernya juga nanti aja biar ntar turunnya enak bisa ambil koper paling depan.”
Mas Doni langsung berhenti dan meletakkan kembali koperku di tanah. Sambil menunggu dan melihat temen-temenku berlarian ke dalam bus, aku duduk bersandar di pinggir mobil. Mas Doni heran melihatku. Mungkin dipikirnya, udah mau berangkat kok malah santai-santai aja sih ni anak? Anak-anak sudah terlihat masuk semua ke dalam bus, tinggal guru dan pengawas saja yang kini masuk, sedangkan aku dan koperku, masih setia disamping mas Doni.
Lalu mas Doni bertanya ke arahku, “Ayo sayang, itu udah pada masuk semua, ntar bagasinya penuh tas sama kopernya malah nggak bisa masuk.”
Lalu aku bergeser satu langkah mendekati mas Doni sambil memegang tangannya, aku meletakkan kembali koperku di tanah, lalu aku bilang, “Udah biar aja tas ma kopernya disini mas!”
Mas Doni nampak bingung melihatku. Dengan wajah bingungnya dia menatapku dan bertanya lagi, “Lha truus? Ntar kamu di sana gimana kalo nggak bawa koper?”
Dengan senyum genit aku menjawab “Lho, emang aku mau kemana mas? Aku di sini aja kok, masak masih perlu koper sih?”
Mas Doni dengan wajah makin bingungnya, “Lhooo? Di sini gimana sih dek? Kamu mau ke Bali kan?”
“Engga ah… aku mau di hatinya mas Doni aja!”
Saat itu, terbang sudah wajah kebingungan mas Doni dan yang ada tinggal wajah penuh keceriaannya. Secara reflek dia memelukku dan berteriak, “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh, makasih sayangkuuuuuuuuuuuuuu!”
Temen-temen dan guru-guru ku serentak melihat ke arahku, aku malu banget, tapi mas Doni nggak menghiraukan mereka sama sekali. Sahabat-sahabatku mengacungkan jempol mereka ke arahku sambil kiss bye padaku. Guruku cuma pada geleng-geleng aja melihat ke arahku.
Hehehe…, akhirnya aku dan mas Doni menunggui keberangkatan teman-temanku. Kami berdua duduk di atas kap mobil, sambil melambaikan tangan ke arah mereka. Mas Doni tampak sangat gembira melihat aku ada disampingnya.
Setelah bus berjalan semua, kami masuk kembali ke dalam mobil dan pergi dari sekolah. Di dalam mobil mas Doni terus tertawa bahagia, sambil menyanyikan semua lagu yang ada di CD nya. Dia menawarkanku pengen main ke mana? Dia bilang, semua keinginanku dalam minggu ini akan dia penuhi semua, selama dia bisa.
Aku seneng banget akhirnya kita bisa menghabiskan waktu berdua. Sebelum pulang, kami mampir ke swalayan untuk belanja sayur dan lauknya. Mas Doni pengen malam ini dia makan masakanku. Dia pengen masak berdua sama aku. Akhirnya kita ke swalayan dan berbelanja di sana. Romantis banget deh, udah kayak pasangan suami istri baru aja aku berjalan sambil memilih-milih sayuran dan mas Doni mendorongkan keranjang troly di belakangku.
Kita memilih sayur dan lauk kesukaanku dan kesukaan mas Doni, nggak lupa aku beli buah-buahan kesukaan mama papaku dan kue cooekis kesukaan mama papanya mas Doni. Hampir lebih dari 1 jam di supermarket, akhirnya kita pulang. Sampai rumah, papa mamaku belum juga pulang dan kita berdua langsung menuju ke dapur untuk memasak makan malam kita berdua.
Aku mengganti pakaianku dengan t-shirt putih dan celana 7/8. Mas Doni tetap dengan celana Jeans pendek dan kaos abu-abunya. Aku mulai mengupas dan membersihkan sayuran. Tiba-tiba mas Doni mengambilkanku celemek masaknya mama. Dia memakaikanku celemek dari belakang, hihihihii…, romantis banget deh. Dia bilang, “Pake celemek ya dek, biar kayak koki profesinal, hehehehe.”
Setelah itu dia mmbantuku mengiris-iris sayur dan mencucinya, sementara aku menyiapkan bumbu lainnya. Sungguh bahagianya aku waktu itu, aku merasa kami seperti sudah berkeluarga, belanja bersama, masak bersama, sungguh indah hari ini. Setelah semua masakan matang, aku mengambil sesendok sayur untuk dicicipkan ke mas Doni, “Cobain deh mas, kurang asin nggak?“
“Sluuuuuurrffft, heeeeehm, enak banget saying, SIP deh,, istimewa!” kata mas Doni.
Beneran nih mas? Engga nyenengin aku aja? Jangan-jangan ga enak dibilang enak?”
“Eh, kok ga percaya, coba deh sini adek mas suapin!”
Dia berganti menyuapiku. Ternyata, ”Heeeem, iya ya, emang enak, hehehe…”
Dia tertawa sambil mengambil piring dan sendok.
“Lhoh, mau ngapain mas?”
Dengan polosnya dia menjawab “Makan donk!”
Hahahahaha…,, sungguh, polos banget. Akhirnya kami berdua makan bersama di taman belakang. Sambil dengerin lagu dari CD di dalam rumah, kita suap-suapan, makan sepiring berdua. Dia nyuapin aku dan aku nyuapin dia. Setelah kenyang, kambuh penyakit mas Doni… NGANTUK! Dia nampak lelah dan sangat mengantuk karena kekenyangan. Bayangin aja, masak makan sampe nambah 2 kali, 3 piring penuh, padahal dia terus yang makan, aku cuma nyuapin terus,hehehe
Akhirnya kita berpindah ke ruang keluarga, di bawah sofa ada matras tempat untuk kita bersantai-santai sambil nonton TV. Aku mengambilkan boneka pororo besarku di kamar dan mas Doni aku biarkan tidur di depan TV beralaskan boneka pororoku.
Sejenak aku meninggalkannya ke dapur untuk membereskan dapur. Ketika aku kembali ke ruang TV, aku lihat dia sudah tidur dengan pulasnya. Wajahnya nampak lucu ketika tertidur. Nampak dia sangat lelah, polos, lugu dan dia benar-benar menikmati kelembutan boneka pororoku. Alisnya tebal, bulu matanya terlihat lentik ketika dia memejamkan mata, bibirnya tipis, hidungnya sangat mancung hingga terlihat tulang hidungnya yang menonjol.
Aku duduk di sebelahnya, aku usap dahinya dan sesekali aku belai rambutnya yang hanya 2 cm. Aku terhanyut memandangi wajah polos kekasihku. Aku terus membelai bagian wajahnya satu-persatu; mata, hidung, pipi dan bibirnya. Oh Tuhan, dia manis sekali.
Tiba-tiba tangannya bergerak memegang tanganku. Aku kaget, aku merasa bersalah karena telah menggangu tidurnya. Tiba-tiba tangan kanannya melambai dan memegang leher belakangku, tangannya menundukanku dengan cepat, dan bibirku pun menempel dibibirnya, haaaah…! Kita berciuman…! Saat itu aku kaget sekaligus bingung, apa yang harus aku lakukan? Tiba-tiba bibir lembutnya terbuka perlahan dan dia mencium bibirku. Dan kini aku tau, seperti apa rasanya ciuman pertama itu. Sungguh manis, dia menciumku dengan penuh kelembutan.
Bersambung…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H