Mohon tunggu...
Tarjum Sahmad
Tarjum Sahmad Mohon Tunggu... Administrasi - Sambil bekerja, menekuni dunia marketing dan jalani hoby menulis.

Suka sekali menulis di blog dan media online. Blog pribadi: Curhatkita.com Blog Kesehatan: Sentradetox.com. Akun Facebook: Tarjum Sahmad. WA: 0896-3661-3462 - Call/SMS: 0823-2066-8173. Menulis buku psikologi, bisnis & novel.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

RCTI Beraksi di Jalur Tol Cikampek-Palimanan

29 Desember 2014   15:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:15 2378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_343879" align="aligncenter" width="576" caption="Tol Cikampek-Palimanan, ruas Purwadadi-Kalijati, Subang (dok. Pri)"][/caption]

Jalan tol Cikampek-Palimanan yang merupakan bagian dari jalan tol Trans Jawa, saat ini proses pembangunanannya sedang berjalan. Proses pengerukan, pengecoran badan jalan dan pembuatan jembatan di beberapa ruas jalan sedang dikerjakan. Buldozer, truk-truk pengangkut tanah, pasir, beton dan alat-alat berat, hilir mudik di sepanjang jalur proyek jalan tol tersebut.

Jalur tol yang membentang dari barat ke timur ini, membelah desa-desa yang dilewatinya. Bagian dari desa kami yang terlewati jalur tol adalah ujung selatan desa yang berbatasan dengan desa tetangga.

[caption id="attachment_343881" align="aligncenter" width="576" caption="Pembangunan Tol Cikampek-Palimanan (dok. Pri)"]

1419816700780324615
1419816700780324615
[/caption]

Desa yang awalnya tenang dan damai, tak lama lagi akan menjadi ramai dan hiruk-pikuk dilintasi ribuan kendaraan beragam jenis tiap hari, bahkan mungkin jumlahnya jauh lebih banyak.

Desa Kami Jadi Zona Industri

Ketika jalur Tol Lintas Jawa ini baru rencana akan dibangun, desa kami sudah ditetapkan menjadi salah satu zona industri di kabupaten Subang. Sudah sejak 10 tahun lalu, beberapa pabrik garment mulai dibangun di desa kami. Waktu itu, kami dan semua warga desa senang, karena itu berarti akan banyak tenaga kerja yang bisa diserap pabrik-pabrik padat karya tersebut. Roda ekonomi desa pun akan berputar seiring beroperasinya pabrik dan banyaknya pendatang yang masuk ke desa kami. Di desa kami saat ini sudah ada 5 pabrik garment, 1 pabrik wig dan satu pabrik rotan. Jumlah tenaga kerja yang terserap di keenam pabrik ini sekitar 12.000 orang.

[caption id="attachment_343883" align="aligncenter" width="556" caption="Ribuan buruh pabrik garment di Subang mayoritas perempuan (dok. Pri)"]

1419816909804304011
1419816909804304011
[/caption]

Toko-toko, kios dan warung-warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, warung nasi, bengkel motor, counter pulsa sampai pedagang kaki lima mulai bermunculan di sekitar pabrik dan di sepanjang jalan raya yang membelah desa kami dari utara ke selatan.

Banyak warga desa yang beralih profesi, dari petani menjadi pedagang. Sedangkan warga desa yang masih muda dan masuk usia kerja (mayoritas perempuan) bekerja menjadi karyawan pabrik.

Desa kami yang tadinya sepi, sekarang sudah ramai karena ribuan pendatang (karyawan) masuk ke desa kami.

Ada Gula Ada Semut

Bagi warga desa, ada harapan besar dengan dibangunya jalur tol Trans Jawa ini. Salah satunya adalah waktu tempuh yang akan semakin singkat menuju kota-kota besar di sepanjang pulau jawa. Sebagai orang desa saya juga ikut bangga, desa kami dilalui jalur tol terpanjang di Indonesia ini. Saya berharap roda ekonomi desa akan terdongkrak dan bergerak lebih cepat. Beberapa pabrik baru sudah dibangun, yang berarti akan semakin banyak lowongan kerja bagi penduduk desa kami dan desa-desa lain di sekitarnya.

Pepatah lama mengatakan, “Ada gula ada semut”. Ketika sebuah perusahaan akan membangun pabrik di suatu daerah, tentunya perusahaan tersebut membutuhkan tanah untuk lokasi pabrik yang strategis dengan harga yang murah. Nah, di sinilah para makelar tanah atau calo tanah berperan. Para calo tanah inilah yang menjadi penghubung antara pemilik perusahaan/investor yang akan membangun pabrik dengan penduduk desa sebagai pemilik tanah.

[caption id="attachment_343884" align="aligncenter" width="591" caption="Puluhan hektar tanah di sepanjang jalur tol sudah dijual untuk pabrik (dok. pri)"]

14198171071253886676
14198171071253886676
[/caption]

Di Subang, para makelar tanah ini mendapat sebutan yang lucu yaitu “Rombongan Calo Tanah Indonesia” di singkat RCTI. Entah siapa yang pertama kali membuat sebutan lucu untuk makelar tanah ini. Yang jelas istilah ini cukup populer di kalangan warga. Jadi RCTI di judul artikel ini, bukan nama salah satu stasiun TV swasta ternama, tapi sebutan untuk para makelar atau calo tanah…hehehe.

Para calo tanah ini tidak bekerja sendiri-sendiri tapi membentuk sebuah tim untuk berbagi tugas dalam menjalankan aksinya. Beberapa orang diantara para calo tanah ini punya koneksi ke para investor yang berancana membangun pabrik. Setelah pentolan calo tanah ini mendapatkan pesanan dari investor untuk mencarikan tanah sesuai kriteria (lokasi, luas tanah dan patokan harga tanah), mereka dengan timnya akan bergerak mencari tanah sesuai keinginan investor.

Luas tanah untuk pabrik biasanya antara 5 -10 hektar. Luas tanah untuk kawasan industri lebih luas lagi, bisa mencapai puluhan bahkan ratusan hektar. Contohnya, salah satu tanah yang sudah dibeli investor untuk kawasaran industri seluas 230 hektar, lokasinya berada di dua desa. Posisi tanah mulai dari pinggir jalan raya di desa kami, turun ke area pesawahan dan menyeberang ke tanah tetangga desa. Rencananya di lokasi ini akan dibangun 7 pabrik.

Setelah menemukan lokasi tanah yang dirasa cocok, mereka akan mulai melobi ke warga sebagai pemilik tanah. Tanah untuk satu area pabrik biasanya bukan milik satu dua orang tapi milik beberapa orang. Para makelar tanah ini akan mendatangi satu persatu pemilik tanah untuk meminta kesediaan menjual tanahnya dengan harga penawaran yang mereka tentukan. Terjadilah tawar-menawar antara makelar tanah dan para pemilik tanah.

Setelah harga disepakati, para calo tanah selanjutnya akan menawarkan tanah tersebut kepada investor yang akan membangun pabrik. Jika kesepakatan soal harga tanah dengan investor dicapai, dengan beberapa ketentuan dari investor, berarti traksaksi jual beli tanah untuk area pabrik tersebut jadi. Para makelar tanah sudah bisa tersenyum lebar karena sudah terbayang akan mendapatkan keuntungan dari selisih harga penjualan tanah tersebut.

[caption id="attachment_343886" align="aligncenter" width="608" caption="Penjualan tanah oleh warga untuk area industri masih berjalan sampai saat ini (dok. pri)"]

1419817235521689212
1419817235521689212
[/caption]

Berapa kira-kira keuntungan yang didapat para makelar ini dari satu kali transaksi jual-beli tanah untuk area pabrik? Tergantung luas tanah dan besar kecilnya selisih harga. Mereka bisa memperoleh keuntungan dari puluhan juta sampai ratusan juta rupiah tiap orang. Cukup menggiurkan bukan?

Dengan keuntungan yang cukup besar tersebut tentunya para makelar tanah semakin bernafsu mencari lokasi-lokasi tanah baru untuk ditawarkan kepada para investor. Sayangnya mereka hanya melihat keuntungan materi semata, tanpa memikirkan bagaimana dampak jangka panjangnya jika tanah-tanah produktif itu terjual dan dijadikan gedung-gedung pabrik. Karena itu banyak tanah-tanah produktif yang sebenarnya tidak diperuntukan bagi lokasi pabrik, oleh para makelar tanah tetap ditawarkan dan dijual kepada investor. Salah satu buktinya, ada pabrik yang dibangun dan sudah beroperasi di lahan sawah produktif. Walaupun awalnya sempat menuai protes warga, pembangunan pabrik tersebut tetap berjalan dan sekarang sudah beroperasi.

Ramalan “Karuhun”

Saya pernah ngobrol dengan seorang warga desa yang masih memegang teguh adat lelulurnya, sebut saja namanya Pak Marno. Menurut dia, kondisi ini sebenarnya sudah diramalkan para “karuhun” (tetua desa jaman dulu), bahwa suatu saat nanti “pasar” (keramaian) hanya akan berjarak 100 meter dari rumah warga desa.

“Sekarang ramalan itu terbukti kan? Warga sudah menjual tanahnya untuk dibangun pabrik sampai jaraknya dengan pemukinan warga hanya ratusan bahkan puluhan meter saja,” kata Pak Marno tegas, tanpa keraguan.

Iya juga sih apa yang dikatakan Pak Marno. Karena harga tanah melambung tinggi, sebagian warga desa ramai-ramai menjual tanahnya kepada investor melalui para makelar tanah. Mereka tak memikirkan dampaknya ketika suatu saat nanti pemukiman warga desa dikepung bangunan pabrik.

Ketegasan Pemerintah Daerah

Kami, warga desa yang peduli lingkungan tak mempermasalahkan soal desa kami dijadikan sebagai zona industri. Kami tak menentang pembangunan pabrik-pabrik baru di desa kami. Kami juga tak melarang jual beli tanah untuk industri di sepanjang jalur tol, karena itu semua sebuah keniscayaan untuk pembangunan dan kemajuan negeri.

Yang kami permasalahkan adalah tak adanya aturan dan batasan yang tegas dari pihak pemerintah daerah (pemda) menyangkut izin pendirian pabrik di desa kami.Apakah pemerintah akan membiarkan begitu saja aksi jual-beli tanah besar-besaran di desa kami sampai menggerus sebagian besar lahan-lahan pertanian produktif. Masak sih pemerintah sama sekali tak memikirkan dampak kerusakan lingkungan dengan terlalu banyaknya pabrik dibangun di suatu desa. Bagaimana pula dengan keseimbangan alamnya? Apakah masih terjaga dengan baik atau terjadi ketimpangan yang menjurus pada kerusakan, baik dalam jangka pendek, menengah atau jangka panjang?

Sayangnya pihak Pemda pun seakan tutup mata terhadap keadaan yang menkhawatirkan ini. Pihak Pemda yang seharusnya membuat aturan tata ruang yang tegas, menentukan mana lokasi yang boleh untuk pabrik dan mana yang tak boleh, seperti membiarkan saja praktik-praktik jual-beli tanah produktif ini terjadi. Mungkin karena pihak Pemda pun memperoleh keuntungan dengan banyaknya pabrik yang dibangun. Tapi, keuntungan itu untuk siapa? Untuk kesejahteraan rakyat atau hanya untuk kesejahteraan para pemegang kekuasaan? Entahlah!

Protes warga, LSM dan aktivis lingkungan hidup nyaris tak terdengar gaungnya, hanya sayup-sayup lalu lenyap ditelan hiruk-pikuk deru pembangunan pabrik-pabrik baru.

Mestinya, ada aturan yang jelas dari pihak Pemda dan para pengambil kebijakan untuk mengatur tata ruang dan perizinan pabrik sesuai peruntukannya, terutama soal lokasi untuk area pabrik. Jangan sampai lahan-lahan pertanian produktif digusur untuk membangun gedung-gedung pabrik baru. Terutama area di sepanjang jalur tol yang menjadi incaran para makelar tanah untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari hasil transakti jual beli tanah. Dan bagi mereka yang melanggar aturan tersebut harus mendapatkan sanksi yang tegas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun