[caption id="attachment_328567" align="aligncenter" width="616" caption="imadenews.com"][/caption]
(Opini oleh: Tarjo Binangun).
Pada Jumat, 10 Oktober 2014, Putra Perdana Hermawan(12 tahun), anak kelas 7 SMP 163 Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, meninggal karena jatuh dari lantai 4 sekolahnya, walau ada simpang siur sebab sejatinya, tapi masuk akal apa yang dikatakan Ibu Guru E Ch, yang bersangkutan mengantarkan tamu sesama Guru yang akan melakukan sharing implementasi pengajaran kurikulum baru. Sekaligus membantah tuduhan penyebabnya adalah razia Ponsel yang bisa disimpulkan bahwa hal razia tersebut juga acap kali dilakukan disekolah tersebut.
Memangnya apa yang salah kalau seandainya saat itu ada razia Ponsel? Kalau memang peraturannya begitu, bukankah pihak sekolah sedang menegakkan aturan? Sepertinya kita semua selalu takut menghadapi kenyataan, kalau memang benar kenapa harus berdalih lain misalnya? Bukankah biasanya peraturan-peraturan yang berlaku disekolah juga di-informasikan kepada semua orang tua murid lewat surat berupa selebaran pengumuman?
SENYUM adalah dasar ilmu komunikasi yang wajib diketahui dan diimplementasikan, dan saya tidak bermaksud mengupas lebih jauh tentang betapa hebatnya pengaruh senyuman dalam berkomunikasi, karena memang saya bukan ahlinya. Tapi ketika melihat di-tipi Ibu Guru (BK/Bimbingan dan Konseling/Bidang Kesiswaan) memberi keterangan tentang anak didiknya yang mengalami musibah sambil tersenyum manis dalam liputan yang disiarkan oleh Kompas TV, saya sempat tertegun lalu mbatin, ada yang salah! Ternyata TERSENYUM juga bisa mengoyak empati jika salah penempatannya, atau jangan-jangan hanya saya saja yang salah menyimpulkan? Mohon pencerahan bagi siapa saja yang berkenan, TQ. (Sekian, dan saya ikut berduka cita kepada keluarga korban, utamanya kedua orang tua Alm. Putra Perdana Hermawan)
----------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H