Mohon tunggu...
tarjo akmal
tarjo akmal Mohon Tunggu... -

Teacher,Bloger,Father & Pranotocoro tarjoakmal.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Di Mana Saya Bersepeda?

19 September 2014   04:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:16 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari minggu ini saya gunakan untuk bersepeda. Ketika penulis sedang bersepeda, tiba-tiba sebuah sepeda motor menyalip dengan suara deru yang sangat kencang. Dibelakangnya asap sangat mengepul. Mungkin karena motor tidak terawat asapnya begitu mengganggu pandangan dan menyesakkan napas. Kata orang ini namanya polusi udara.

Gambaran di atas merupakan contoh dari satu sepeda motor. Dari satu saja bisa menimbulkan polusi yang sedemikian rupa. Kenyataan dilapangan, hampir semua rumah di tempat tinggal penulis mempunyai sepeda motor semua. Penulis ingat betul, di tahun delapan puluhan kendaraan yang wajib dipunyai oleh setiap keluarga adalah sepeda.  Namun sekarang jaman sudah berganti. Kebutuhan akan kendaraan mutlak diperlukan sekarang ini.  Hal ini seiring dengan mobilisasi penduduk yang semakin cepat.

Dimusim lebaran kemarin, semua kendaraan tumpah dijalanan. Lalu-lalang kendaraan ramai sekali. Bahkan sering terjadi macet dimana-mana. Pernah penulis rasakan ketika penulis menuju sebuah kota. Biasanya untuk mencapai kota ini hanya dibutuhkan waktu sekitar 30 menit. Jarak rumah kami dengan kota ini 25 km. Dimusim lebaran kemarin kami menuju kota tersebut membutuhkan waktu 3 jam.  Yang mencengangkan hati ini karena mereka yang berjubel ini mengunakan kendaraan bermotor baik yang beroda dua atau lebih.

Sebenarnya bukan hanya macet saja yang menjadi masalah. Kondisi udara menjadi buruk karena banyaknya kendaraan bermotor . Ada sebersit pertanyaan dalam diri ini. Apakah kemakmuran ini harus dibarengi dengan keadaan udara yang buruk?

Andai waktu dapat diputar kembali. Dulu kami pernah bersepeda selama delapan jam mengitari kota kami. Jarak yang ditempuh pulang pergi kira-kira 60 km pulang pergi. Kami naik sepeda beramai-ramai. Ada dua belas teman yang ikut. Ah kaya konvoi saja ya di jaman sekarang? Sepeda yang saya gunakan pada waktu itu sepeda kumbang atau biasa disebut sepeda onthel.

Walaupun jaraknya cukup jauh, tetapi pada  jalanan masih sepi. Kami bersepeda sambil menikmati pemandangan yang indah. Udaranya pun bersih. Nampak di kejauhan sana ada gunung Slamet yang seakan ikut menjadi saksi perjalanan saya. Sesekali kami berhenti sejenak untuk membasuh muka dengan beningnya air sungai di tepi jalanan.

Saat melewati jalan pantura, pengguna kendaraannya masih lengang. Walapun jalannya masih satu jalur dan digunakan untuk dua arah, kami masih bisa bersepeda dengan tenang. Tidak ada suara klakson yang memekakan telinga. Pokoknya berbeda sekali keadaannya.

Waktu telah berlalu. Tiga puluh tahun lamanya kami menyaksikan perubahan jaman. Jalanan yang dulu sepi kini telah berubah 360 derajat. Jalanan yang dulu sepi kini telah berganti oleh banyaknya kendaran yang lalu lalang.  Pemandangan yang dulu indah seakan lenyap tertutup oleh tebalnya asap kendaraan.

Waktu memang terus berjalan. Keadaan yang tergambar di atas terasa memupus keinginan penulis untuk bersepeda. Tidak ada ruang lagi untuk bersepeda dengan leluasa. Tidak ada lagi ketenangan mengendarai sepeda. Tidak terdengar lagi lagu kring kring goes goes.

Dari kami yang merindukan udara segar dan tempat yang luas untuk bersepeda.

Pemalang, 18 Sept 2014

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun